Sabtu, 27 Februari 2010

Tesis Bahasa Indonesia

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN MENULIS ARGUMENTASI PADA SISWA KELAS II SMP NEGERI 1 GILI GENTING SUMENEP


TESIS


Oleh:

AHMAD HAZIN
NPM. 203.10.3.009









UNIVERSITAS ISLAM MALANG
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
JANUARI 2010

Tesis oleh Ahmad Hazin ini telah diperiksa dan disetujui untuk diuji.







Malang, 17 Januari 2006
Pembimbing I,





DR. H. NUR FAJAR ARIF, M. Pd.




Pembimbing II,





DRS. HASAN BUSRI, M. Pd.

Tesis oleh Ahmad Hazin ini telah dipertahankan
di depan Dewan Penguji pada tanggal 18 Februari 2010



Malang, 18 Februari 2010
Dewan Penguji,


Dr. H. Nur Fajar Arif, M. Pd., Penguji I






Drs. Hasan Busri, M. Pd., Penguji II




Mengetahui
Direktur,



Prof. Dr. Hj. Nurhajati, S.E., M.S.

MOTTO DAN PERSEMBAHAN



Janganlah kamu mengikuti apa-apa yang engkau tidak ketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati itu masing-masing akan diminta pertanggung jawabannya”.
(Al-Isra’ : 36)





Tesis ini kupersembahkan untuk kedua orang tua yang telah mendidik dengan segala kesabarannya, Istri tercinta dan anak-anak-ku serta kakak dan adik-adikku yang selalu memberikan dukungan dan doa. Juga untuk sahabat-sahabat tercinta, agama dan negaraku, serta almamaterku.

PERTANGGUNG JAWABAN PENULIS TESIS


Bismillahirrohmanirrohiem
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Ahmad Hazin
NPM : 203.10.3.009
Program Studi : Pendidikan Bahasa Indonesia
Alamat : Jl. Simpang Tiga Ponpes Nurul Ulum Banmaleng Gili Genting
Sumenep

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa :
1) Tesis ini tidak pernah dikumpulkan kepada lembaga pendidikan tinggi manapun untuk mendapatkan gelar akademik apa pun.
2) Tesis ini adalah benar-benar hasil karya saya secara mandiri dan bukan merupakan hasil plagiasi (jiplakan) atas karya orang lain.
3) Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan tesis ini sebagai hasil plagiasi, saya akan bersedia menanggung segala konsekuensi hukum yang terjadi.

Malang, 18 Februari 2010
Yang Menyatakan,


(Ahmad Hazin)
NPM. 203.10.3.009

ABSTRAK
Hazin Ahmad, S. Ag . PenerapanPendekatan Kontekstual Dalam Pembelajaran Menulis Argumentasi Pada Siswa Kelas II SMP Negeri 1 Gili Genting Sumenep. Tesis. Magister Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Pascasarjana. Universitas Islam Malang. Pembimbing I: Dr. H. Nur Fajar Arif, M.Pd., Pembimbing II: Drs. Hasan Busri, M.Pd,

Kata kunci: Pendekatan Kontekstual, Pembelajaran Menulis, Argumentasi

Pembelajaran bahasa selain untuk meningkatkan keterampilan berbahasa dan bersastra, juga untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan bernalar serta kemam-puan memperluas wawasan, terutama yang berkaitan dengan dunia kehidupan siswa secara nyata. Pendekatan kontekstual merupakan konsep pembelajaran yang mene-kankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran bahasa Indonesia dengan dunia kehidupan siswa secara nyata. Perpaduan materi pembelajaran bahasa Indonesia dengan konteks keseharian siswa di dalam pembelajaran kontekstual akan mengha-silkan dasar-dasar pengetahuan yang mendalam, dan siswa kaya akan pemahaman masalah serta cara untuk menyelesaikannya. Pemahaman siswa akan tambah berarti bila siswa mempelajari materi pelajaran bahasa Indonesia yang disajikan melalui kon-teks kehidupan mereka, sehingga pembelajaran bahasa Indonesia akan menjadi lebih berarti dan menyenangkan.
Penelitian ini mengkaji tentang penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran menulis argumentasi siswa kelas II SMP Negeri 1 Gili Genting Sumenep. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran menulis argumentasi bahasa Indonesia siswa Kelas II SMP Negeri 1 Gili Genting Sumenep pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian.
Pendekatan yang digunakan penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian kelas. Metode yang digunakan dalam mengumpulkan dan menyajikan hasil penelitian adalah metode deskriptif. Sejalan dengan karakteristik penelitian kualitatif, maka peneliti sebagai instrumen kunci hadir dalam kelas yang dijadikan sasaran penelitian. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai pengamat partisipan yang melakukan pengamatan dan pencatatan. Instrumen pendukung yang digunakan berupa lembar observasi, lembar cacatan lapangan, dan lembar wawancara. Penelitian ini berlatar kelas II SMP Negeri Gili Genting Sumenep.
Data penelitian ini berwujud data verbal dari guru dan siswa, yakni hasil pendokumentasian perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian dalam pembelajaran me-nulis bahasa Indonesia di kelas. Sumber data penelitian ini adalah persiapan mengajar guru dan interaksi belajar mengajar di dalam kelas sasaran penelitian. Prosedur pe-ngumpulan data, yakni peneliti mengamati secara langsung kegiatan pembelajaran menulis argumentasi di kelas, (2) peneliti merekam peristiwa pembelajaran menulis argumentasi dengan tape recorder dan catatan lapangan, dan (3) peneliti memanfaat-kan berbagai informasi yang digali dengan wawancara dan studi dokumentasi. Analisis data penelitian ini dilakukan dengan mengikuti model alir Miles dan Huber-man (1984) yakni analisis data kualitatif dilakukan secara simultan mulai dari reduksi data, penyajian data, sampai dengan verfikasi dan penarikan kesimpulan.
Berdasarkan kegiatan analisis dapat disimpulkan bahwa pada tahap perenca-naan, penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran menulis argumentasi di kelas II SMP Negeri Gili Genting ditandai dengan (a) RP yang mencantumkan kom-ponen-komponen pembelajaran mulai dari standar kompetensi, pengalaman belajar, indikator, skenario pembelajaran meliputi pendahuluan, inti, dan penutup, sumber/ bahan/alat belajar, dan penilaian, (b) memenuhi persyaratan elemen belajar berda-sarkan pendekatan kontekstual, yakni pengetahuan yang sudah ada, pemerolehan pe-ngetahuan baru, pemahaman pengetahuan, mempraktekkan dan mendalami pengeta-huan, serta melakukan refleksi, dan (c) sejalan dengan kompetensi dasar dan indikator pembelajaran yang tercantum dalam kurikulum bahasa Indonesia 2004.
Pada tahap pelaksanaan penerapan pendekatan kontekstual dalam pembel-ajaran menulis argumentasi di kelas II SMP Negeri Gili Genting ditandai dengan akti-vitas belajar mengajar dengan karakteristik, yakni (a) guru bertindak sebagai fasili-tator yang memberikan arahan terhadap kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan siswa, (b) guru dan siswa melaksanakan tujuh komponen pelaksanaan pembelajaran kontekstual meliputi konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian sebenarnya, dan (c) guru memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk terlibat selama proses belajar berlangsung dengan lebih menekankan pada kualitas daripada kuantitas.
Pada tahap penilaian, penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran menulis argumentatif di kelas II SMP Negeri Gili Genting ditandai dengan prosedur penilaian yang memiliki karakteristik, yakni (a) menggunakan sistem penilaian oten-tik atau penilaian yang sebenarnya, (b) dilakukan selama dan setelah pembelajaran menulis wacana argumentatif berlangsung, (c) menggunakan beberapa jenis alat di antaranya tes, penugasan, dan tanya jawab, dan (d) lebih mementingkan proses dari-pada hasil.
Saran-saran berbentuk rekomendasi berkaitan dengan hasil penelitian ini dike-mukakan kepada pihak-pihak antara lain guru bahasa Indonesia di SMP, siswa kelas II SMP, penyusun buku teks untuk kelas II SMP, dan peneliti lainnya.

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim
Alhamdulillahirobbil alamin, penulis ucapkan atas rahmat, hidayah, serta inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tesis ini dengan judul “Penerapan Pendekatan Kontekstual Dalam Pembelajaran Argumentasi Pada Siswa Kelas II SMP Negeri I Gili Genting Sumenep” yang mungkin masih jauh dari kesempurnaan dan seandainya sempurna itu semata-mata karena petunjuk dari Allah SWT, sekaligus berkat bantuan, saran dan dorongan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang takterhingga kepada :
1. Prof. Dr. Hj. Nurhajati, S.E., Derektur Universitas Islam Malang.
2. Drs. H. Junaidi Misstar, M.Pd., P.h.D., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
3. Dr. H. Nur Fajar Arif, M.Pd dan Drs Hasan Busri, M. Pd., Selaku dosen pembimbing, yang dengan segala kerendahan dan keikhlasan hati berkenan meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.
4. Kepada Kepala Sekolah SMP Negeri I Gili Genting Sumenep dan semua dewan dewan guru yang telah meluangkan waktunya demi kelancaran penulisan tesis ini.
5. Kepada segenap siswa SMP Negeri I Gili Genting Sumenep khususnya kelas II yang telah bersedia memberikan data-data yang dibutuhkan dalam penyelesaian tesis ini.
6. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Dengan harapan semoga amal baiknya diterima oleh Allah SWT, dan mendapat balasan yang lebih baik. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan, untuk itu kritik dan saran dari pembaca penulis sangat harapkan demi kesempurnaan dan kebaikan penulis selanjutnya.
Akhirnyazanah keilmuan khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya.
Amin ya robbal alamin……………

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ……………………………………………………………... i
HALAMAN PERSETUJUAN ……………………………………………………... ii
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………………… iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN …………………………………... iv
HALAMAN PERTANGGUNG JAWABAN ……………………………………... v
ABSTRAK ………………………………………………………………………….. vi
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………... viii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………….. x
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………………. xii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………….. 1
1.1 Konteks Penelitian……………………………………………………………….. 1
1.2 Fokus Penelitian ………………………………………………………………… 9
1.3 Tujuan Penelitian ………………………………………………………………... 10
1.4 Manfaat Penelitian ……………………………………………………………… 10
1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian …………………………………… 11
1.6 Definisi Operasional …………………………………………………………….. 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA ……………………………………………………….. 14
2.1 Hakikat Menulis ………………………………………………………………….. 14
2.2 Prinsip Pembelajaran Menulis …………………………………………………… 17
2.3 Ragam Menulis ………………………………………………………………….. 18
2.4 Wacana Argumentasi ……………………………………………………………. 19
2.4.1 Pengertian Wacana Argumentasi ……………………………………………… 19
2.4.2 Ciri-ciri Wacana Argumentasi ………………………………………………… 22
2.4.3 Unsur-unsur Wacana Argumentasi ……………………………………………. 23
2.4.4 Metode Pengembangan Wacana Argumentasi ………………………………… 26
2.5 Menulis wacana Argumentasi …………………………………………………… 30
2.6 Pendekatan Dalam Pembelajaran Bahasa ……………………………………….. 32
2.6.1 Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Menulis Bahasa ……………….. 32
2.6.2 Fokus Pendekatan Kontekstual ……………………………………………….. 35
2.6.3 Prinsip Pembelajaran Kontekstual ……………………………………………. 37
2.6.4 Peran Guru Dalam Pembelajaran Kontekstual ……………………………….. 41
2.6.5 Strategi Pembelajaran Kontekstual …………………………………………… 46
2.6.6 Implementasi Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Menulis Wacana
Argumentasi …………………………………………………………………… 47
BAB III METODE PENELITIAN ………………………………………………... 61
3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian ………………………………………………… 61
3.2 Data dan Sumber Data …………………………………………………………… 63
3.3 Teknik Pengumpulan Data ………………………………………………………. 64
3.4 Analisa Data ……………………………………………………………………... 67
3.5 Pengecekan Keabsahan Data ……………………………………………………. 69
BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN …………………… 71
4.4.1 Perencanaan Pembelajaran Menulis WA Siswa Kelas II SMP Negeri I Gili Genting
Sumenep Melalui Pendekatan Kontekstual …………………………………… 71
4.2 Pelaksanaan Pembelajaran Menulis WA Siswa Kelas II SMP Negeri I Gili Genting
Sumenep Melalui Pendekatan Kontekstual ……………………………………… 81
4.2.1 Tahap Pra-menulis ……………………………………………………………... 82
4.2.2 Tahap Pengendrafan …………………………………………………………… 89
4.2.3 Tahap Perbaikan dan Penyuntingan …………………………………………… 95
4.2.4 Tahap Publikasi ………………………………………………………………... 101
4.3 Pengevaluasian Pembelajaran Menulis WA Siswa Kelas II SMP Negeri I Gili
Genting Melalui Pendekatan Kontekstual ………………………………………. 105
4.4 Pembahasan Temuan Pembelajaran Menulis WA Siswa Kelas II SMP Negeri I Gili
Genting Melalui Pendekatan Kontekstual ………………………………………. 112
4.4.1 Temuan dan Refleksi Pada Tahap Perencanaan ………………………………. 112
4.4.2 Temuan dan Refleksi Tahap Pelaksanaan …………………………………….. 113
4.4.3 Temuan dan Refleksi Tahap Evaluasi ………………………………………… 117
BAB V PENUTUP …………………………………………………………………. 119
6.1 Simpulan ………………………………………………………………………… 119
6.2 Saran-saran ……………………………………………………………………… 122
DAFTAR RUJUKAN ……………………………………………………………... 127
Lampiran 1: Lembar Observasi Pembelajaran Menulis Argumentasi Tema I

LEMBAR OBSERVASI
PEMBELAJARAN MENULIS ARGUMENTASI BAHASA INDONESIA
KELAS II SMP NEGERI 1 GILI GENTING SUMENEP

Hari/Tanggal :
Jam Pelajaran :
Tema : Olah Raga
Pembelajaran : Menulis Argumentasi Melalui Pembelajaran Kontekstual
Alokasi Waktu : 2 x 45 menit
Pertemuan : 1

JENIS AKTIVITAS URAIAN HASIL OBSERVASI KETERANGAN
Kinerja/Kegiatan Kelas







Kinerja/Kegiatan Guru








Kinerja/Kegiatan Siswa










Lampiran 2: Lembar Pengamatan Pembelajaran Menulis Argumentasi Tema I

LEMBAR PENGAMATAN
PEMBELAJARAN MENULIS ARGUMENTASI BAHASA INDONESIA
KELAS II SMP NEGERI 1 GILI GENTING SUMENEP

Hari/Tanggal :
Jam Pelajaran :
Tema : Olah Raga
Pembelajaran : Menulis Argumentasi Melalui Pembelajaran Kontekstual
Alokasi Waktu : 2 x 45 menit
Pertemuan : 1

JENIS AKTIVITAS URAIAN HASIL OBSERVASI KETERANGAN
Konstruktivisme



Penemuan



Pertanyaan



Masyarakat belajar



Pemodelan




Penilaian yang Sebenarnya






Lampiran 3: Lembar Wawancara Bebas Guru Pembelajaran Menulis Argumentasi

LEMBAR WAWANCARA GURU
PEMBELAJARAN MENULIS ARGUMENTASI BAHASA INDONESIA
KELAS II SMP NEGERI 1 GILI GENTING SUMENEP

Hari/Tanggal :
Jam Pelaksanaan :
Tempat :
Nama Guru :
Tema Wawancara : Pembelajaran Menulis Argumentasi Melalui Pembelajaran Kontekstual

I. Pertanyaan tentang Hakekat Pembelajaran Menulis Argumentasi di Kelas II SMP



II. Pertanyaan tentang Kondisi Objektif Pembelajaran Menulis Argumentasi di Kelas II SMP Negeri I Gili Genting Sumenep

II . Pertanyaan tentang Pembelajaran Menulis Argumentasi di Kelas II SMP dengan Pembelajaran Kontekstual pada tahap perencanaan

IV. Pertanyaan tentang Pembelajaran Menulis Argumentasi di Kelas II SMP dan Pembelajaran Kontekstual pada tahap Pelaksanaan.

V. Pertanyaan tentang Pembelajaran Menulis Argumentasi di Kelas II SMP dan Pembelajaran Kontekstual pada Tahap Penilaian.





Lampiran 4: Lembar Wawancara Bebas Siswa

LEMBAR WAWANCARA SISWA
PEMBELAJARAN MENULIS ARGUMENTASI BAHASA INDONESIA
KELAS II SMP NEGERI 1 GILI GENTING SUMENEP

Hari/Tanggal :
Jam Pelaksanaan :
Tempat :
Nama Siswa :
Tema Wawancara : Pembelajaran Menulis Argumentasi Melalui Pembelajaran Kontekstual

I. Pertanyaan tentang Hakekat Pembelajaran Menulis Argumentasi di Kelas II SMP



II. Pertanyaan tentang Kondisi Objektif Pembelajaran Menulis Argumentasi di Kelas II SMP Negeri I Gili Genting Sumenep

II . Pertanyaan tentang Pembelajaran Menulis Argumentasi di Kelas II SMP dengan Pembelajaran Kontekstual pada tahap perencanaan

IV. Pertanyaan tentang Pembelajaran Menulis Argumentasi di Kelas II SMP dan Pembelajaran Kontekstual pada tahap Pelaksanaan.

V. Pertanyaan tentang Pembelajaran Menulis Argumentasi di Kelas II SMP dan Pembelajaran Kontekstual pada Tahap Penilaian.




BAB I
PENDAHULUAN


Pada bab I ini akan dipaparkan beberapa hal, meliputi (1) konteks penelitian, (2) masalah penelitian, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, (5) ruang lingkup penelitian, dan (6) definisi istilah.

1.1 Konteks Penelitian
Pembelajaran Bahasa Indonesia mencakup empat aspek keterampilan, yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Keempat aspek tersebut dilaksanakan secara terpadu. Sasaran akhir pelaksanaan pembelajaran dari keempat aspek di atas adalah agar siswa memiliki kemampuan untuk berkomunikasi baik secara lisan maupun secara tertulis. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik dapat mengem-bangkan berbahasa dan berpikir untuk kepentingan proses komunikasi. Menulis merupakan satu diantara empat keterampilan berbahasa yang harus di kuasai siswa. Menulis sebagai bagian dari keterampilan berbahasa, merupakan bentuk komunikasi yang dapat dilakukan siswa untuk mengungkapkan ide atau gagasan, pikiran dan perasaannya dengan bahasa tulis sebagai medianya. Hal ini sejalan dengan tujuan yang dikehendaki kurikulum 2006 untuk pembelajaran menulis di Sekolah Menengah Pertama (SMP), yaitu agar siswa memiliki kemampuan mengungkapkan gagasan, pendapat, pengalaman dan pesan secara lisan dan tertulis (Depdikbud,2004;2). Dalam Kurikulum 2006 tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dinyatakan bahwa fokus pembelajaran menulis adalah agar siswa memiliki kemampuan menulis bentuk dan jenis tulisan yang sesuai dengan tujuan dan ragam pembaca dengan memperhatikan pilihan kata yang tepat sesuai dengan konteks serta menggunakan ejaan dan tanda baca yang tepat (Depdiknas, 2006;8). Terampil menulis memungkinkan seseorang mudah mencapai keberhasilan dalam belajar dan memperoleh pekerjaan. Berbagai pekerjaan dalam kehidupan sehari-hari, menuntut seseorang memiliki kemampuan dan keterampilan dalam menulis. Sehubungan dengan itu, Soeseno (1986:viii) mengatakan bahwa kegiatan menulis merupakan kegiatan mulia, lebih-lebih apabila tulisan yang di hasilkan oleh para penulis bermanfaat bagi masyarakat luas yaitu dapat mencerdaskan atau membuka cakrawala baru bagi masyarakat pembaca. Di samping itu, Akhadiyah (1997:1) mengemukakan bahwa keterampilan menulis perlu ditingkatkan karena sangat bermanfaat bagi siswa terutama dalam menempuh jenjang pendidikan selanjutnya ataupun dalam kehidupan bermasyarakat.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran menulis pada siswa SMP memberikan banyak manfaat, seperti mengembangkan kreativitas, cara berfikir, kecerdasan, dan kepekaan emosi siswa. Pembelajaran menulis juga diarahkan untuk membantu mereka menuangkan ide atau gagasan, pikiran, pengalaman, perasaan dan cara memandang kehidupan. Dengan banyaknya manfaat yang akan diperoleh dalam pembelajaran menulis, selayaknya kegiatan menulis ini menjadi salah satu kegiatan yang disukai siswa. Akan Tetapi, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran menulis belum sepenuhnya sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Sejalan dengan hal itu, Samsuri (dalam Jonis, 1990:1) mengemukakan bahwa hasil pembelajaran menulis yang memprihatinkan itu tampak pada belum membudayanya kebiasaan menulis.
Kesulitan tersebut akan semakin bertambah jika siswa dihadapkan pada pembelajaran menulis wacana argumentasi (selanjutnya di singkat WA). Hal ini di sebabkan oleh kegiatan WA yang membutuhkan penalaran yang kritis, logis dan sistematis, serta cara pengungkapan gagasan yang memerlukan paparan alasan, fakta dan pembuktian yang obyektif untuk meyakinkan pembaca. Hal tersebut sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Keraf (2001:4) bahwa dari segi isi dan penyusunannya, wacana argumentasi merupakan suatu bentuk wacana yang lebih banyak melibatkan kemampuan berfikir kritis dan logis. Pernyataan di atas dipertegas oleh Toulmin, dkk (1979:25) bahwa untuk meyakinkan pembaca, parnyataan yang diungkapkan memerlukan alasan, data, atau bukti karena itulah yang merupakan unsur utama wacana argumentasi. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa syarat utama WA adalah adanya suatu keterampilan dalam bernalar dan suatu kemampuan dalam menyusun ide atau gagasan menurut urutan logis. Hal itulah yang membuat wacana argumentasi dikatakan lebih sulit (Suparno dan Yunus, 2002:533; Syafi’ie, 1990:164)
Meskipun demikian, kemampuan menulis WA merupakan salah satu bentuk keterampilan yang penting dikuasai oleh siswa SMP. Hal ini sejalan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dinyatakan bahwa fokus pembelajaran menulis adalah agar siswa memiliki kemampuan menulis berbagai jenis teks (narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi) dengan menggunakan kalimat yang lebih kompleks, pilihan kata yang tepat, serta menggunakan ejaan dan tanda baca secara benar
Sebenarnya potensi berargumentasi sesungguhnya telah dimiliki oleh siswa SMP. Hal ini didukung oleh Piaget dalam Dahar,(1988: 186) bahwa siswa SMP berada pada fase operasional formal (usia 11 tahun ). Anak pada usia ini memiliki kemampuan:
1. Berpikir yang tidak dibatasi pada benda-benda atau peristiwa yang konkret.
2. Dapat menangani pernyataan-pernyataan atau proposisi yang memberikan data konkret.
3. Dapat menangani proposisi yang berlawanan dengan fakta. Oleh karena itu, sangat tepat apabila penguasaan kemampuan menulis WA dikembangkan melalui pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP.
Sesuai dengan kenyataan yang ditemui, secara umum kemampuan siswa da-lam menulis WA masih rendah. Rendahnya kemampuan tersebut ditandai dengan:
1. Frekuwensi kegiatan menulis WA yang di lakukan siswa sangat rendah.
2. Kualitas karya tulis siswa sangat buruk.
3. Rendahnya antusiasme siswa dalam mengikuti pembelajaran menulis WA dan
4. Rendahnya kreativitas siswa pada saat kegiatan pembelajaran menulis WA berlangsung.
Rendahnya keterampilan siswa dalam menulis WA disebabkan oleh beberapa faktor yang turut mempengaruhi, diantaranya faktor ketepatan guru dalam memilih dan menerapkan strategi pembelajaran. Hal ini sejalan dengan pendapat Tompkins dan Hoskisson (1991:224) bahwa rendahnya keterampilan menulis bukan disebabkan oleh keterbatasan siswa melainkan disebabkan oleh pendekatan yang digunakan oleh guru yang tidak mampu mengarahkan siswa untuk dapat belajar dengan baik, bukan pula karena siswa tidak mampu menulis tetapi materi yang disajikan guru kurang merangsang siswa untuk dapat berkreativitas.
Ketidak tepatan guru dalam memilih dan menerapkan strategi berdampak pada ketidaktahuan siswa bagaimana memulai menulis dan akhiranya bermuara pada keengganan siswa untuk menulis. Implikasinya, oleh graves (dalam Suparno, 2002:1,4) mengatakan bahwa seseorang yang enggan untuk mrnulis disebabkan karena tidak tahu untuk apa dia menulis, merasa tidak berbakat untuk menulis dan merasa tidak tahu bagaimana harus menulis.
Berdasarkan masalah yang terjadi dalam pembelajaran menulis yang telah dipaparkan di atas, peneliti melakukan observasi secara langsung di kelas II SMP Negeri Gili Genting pada saat pembelajaran menulis berlangsung. Di samping itu, peneliti mengadakan wawancara dengan beberapa guru Bahasa Indonesia tentang pembelajaran menulis.
Dari hasil observasi dan wawancara dapat disimpulkan bahwa pembelajaran menulis WA telah dilaksanakan tetapi cukup dapat memaksimalkan kemampuan siswa. Hal tersebut disebabkan oleh:
1. Perencanaan belajar menulis WA yang dirancang guru, relatif berpusat pada kegiatan siswa.
2. Pembelajaran menulis WA lebih menekankan pada produk dan proses.
3. Strategi mengajar yang diterapkan guru mengarah pada proses pembimbingan siswa dalam menulis WA.
4. Evaluasi yang dilaksanakan guru menekankan pada hasil dan proses menulis WA.
5. Siswa dapat mengorganisasikan bahan tulisan dengan sistematis dan logis.
6. Siswa dapat mengembangkan gagasan dalam menulis WA.
7. Adanya kecenderungan belajar siswa yang bersifat kompetisi dengan motivasi belajar saling bekerjasama.
Sehubungan dengan hal yang dikemukakan diatas, maka peneliti menganggap bahwa hal tersebut perlu diteliti. Menurut Eanes (1997:484), pembelajaran menulis yang baik harus memberi model proses bagi siswa dan praktik terarah. Artinya, guru harus memberikan model tentang tahapan-tahapan menulis dan membimbing siswa untuk mengalaminya sendiri. Siswa akan memperoleh kemampuan menulis apabila berlatih secara sistematis dalam proses dan dilakukan terus menerus (Akhadiyah,2001:1.6). Oleh karena itu, proses menulis sangat penting diajarkan pada siswa. Namun hal itu hanya akan diperoleh secara maksimal apabila diikuti dengan adanya bimbingan guru secara langsung, praktek terarah, dan berbagai aplikasi mandiri (Eanes,1997:508)
Secara umum, tahapan dalam pendekatan proses menulis meliputi tahap Pramenulis, Pengedrafan, dan Merevisi (Smalley dkk,2001:3). tahapan itu diperjelas lagi oleh Eanes (1997:485-98) kedalam empat tahapan, diantaranya:
1. Pramenulis
2. Menulis dan mendapatkan umpan balik dari draf awal
3. Melakukan revisi dan menulis kembali draf
4. Menyunting dan menulis draf akhir.
Tahap-tahap proses menulis tersebut dapat diimplementasikan dalam semua jenis kegiatan menulis termasuk dalam pembelajaran menulis WA. Hal ini sejalan dengan pendapat Jeans (1997:484) bahwa salah satu keunggulan dari pendekatan ini ialah seluruh tahapan tersebut dapat digunakan dalam semua jenis kegiatan menulis dangan berbagai tujuan dan gaya penulisan. Pembelajaran menulis WA dengan proses menulis menempatkan guru dalam peran yang lebih demokratis, yakni bekerja sama dengan siswa melalui kegiatan menulis (Tompkins dan Hoskisson, 1991:225). Ber-dasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa apa yang dilakukan siswa pada saat menulis setidaknya sama pentingnya dangan tulisan yang dihasilkan.
Pendekatan pembelajaran konstektual merupakan pendekatan yang dirancang berdasarkan pendekatan yang meliputi tahap penulis, pengedrafan, perbaikan, penyuntingan, dan publikasi (Tompkins,1994:66). Pendekatan konstektual merupakan pendekatan yang menekankan pada cara bagaimana tulisan itu dihasilkan, bukan hasil akhirnya (Eans,1997:430) Disamping itu, Blake dan Spenato (dalam Eans,1997:478) mengatakan bahwa strategi pembelajaran konstektual dapat meningkatkan keterampilan menulis siswa. Dikatakan demikian karena strategi dalam kontekstual dapat mengarahkan siswa untuk terlibat secara aktif dengan menemukan sendiri dalam proses menulis dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperbaiki tulisannya sampai pada draf kesempurnan baik dari segi isi maupun segi mekaniknya.
Pembelajaran menulis WA dan strategi-strategi pembelajaran konstektual merupakan serangkaian yang dilakukan oleh guru dan siswa. Guru dalam kegiatan pembelajaran bertindak sebagai motivator, fasilitator, dan pembimbing yang dapat mengarahkan siswa untuk menulis WA dengan baik melalui tahapan tahapan menulis yaitu pramenulis, pengedrafan, perbaikan, penyuntingan, dan publikasi.
Penerapan pendekatan pembelajaran konstekstual dalam pembelajaran menulis wacana argumentasi dapat membuat peran guru yang selama ini hanya seba-gai pemberi tugas, akan beralih kebentuk kerja sama dengan siswa melalui proses menulis (Tompkins & Hoskisson, 1991:225). Dengan demikian, strategi ini akan mendorong berlangsungnya kegiatan pembelajaran secara kolaboratif sebagai suatu cara untuk membangkitkan motivasi siswa dalam menulis WA.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Gili Genting Kabupaten Sumenep khususnya kelas II pada tahun pelajaran 2008/2009. Dipilihnya siswa kelas II dengan pertimbangan bahwa dari segi materi, salah satu indikator pencapaian hasil belajar siswa kelas II berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (2002) adalah siswa dapat menulis wacana argumentasi dengan menggunakan berbagai sumber acuan dan teori untuk mendukung pendapat dan argumentasinya, disajikan dalam bahasa yang mudah dipahami. Selanjutnya, dari segi usia siswa kelas II SMP berada pada usia 11 tahun keatas yang menurut Piaget (dalam Dahar,1988:86), bahwa siswa yang demikian tergolong pada fase operasional formal yang ditandai dengan adanya pemikiran yang logis, hipotik, dan refleksif.
SMP Negeri 1 Gili Genting Sumenep dipilih sebagai tempat pelaksanaan penelitian, karena SMP Negeri 1 Gili Genting adalah salah satu SMP di Kepulauan Kabupaten Sumenep yang memiliki kondisi fisik dan sarana yang memadai. SMP Negeri I Gili Genting memiliki 10 kelas, yaitu 4 kelas 1, 3 kelas untuk kelas II dan 3 kelas untuk kelas III. Jumlah siswa untuk setiap kelas berkisar antara 35-40 siswa dan jumlah keseluruhan 373.
1.2 Fokus Penelitian
Berdasarkan konteks penelitian yang telah dipaparkan di atas, maka masalah umum dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pembelajaran menulis wacana argumentasi siswa kelas II SMP Negeri 1 Gili Genting melalui pembelajaran kontekstual?
Rumusan masalah di atas dapat dirinci sebagai berikut:
1. Bagaimanakah perencanaan pembelajaran menulis wacana argumentasi siswa kelas II SMP Negeri 1 Gili Genting melalui pendekatan kontekstual?
2. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran menulis wacana argumentasi siswa kelas II SMP Negeri 1 Gili Genting melalui pendekatan kontekstual?
3. Bagaimanakah pengevaluasian pembelajaran menulis wacana argumentasi siswa kelas II SMP Negeri 1 Gili Genting melalui pendekatan kontekstual?

1.3 Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, tujuan umum penelitian ini adalah mendeskrespsikan pembelajaran menulis wacana argumentasi siswa kelas II SMP Negeri 1 Gili Genting melalui pembelajaran kontekstual.
Tujuan umum yang telah diungkapkan di atas, dapat dirinci sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan perencanaan pembelajaran menulis wacana argumentasi siswa kelas II SMP Negeri 1 Gili Genting melalui pendekatan kontekstual.
2. Mendeskrespsikan pelaksanaan pembelajaran menulis wacana argumentasi siswa kelas II SMP Negeri 1 Gili Genting melalui pendekatan kontekstual.
3. Mendeskripsikan pengevaluasian pembelajaran menulis wacana argumentasi siswa kelas II SMP Negeri 1 Gili Genting melalui pendekatan kontekstual.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik yang bersifat teoritis maupun praktis. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat memberikan masukan atau sumbangan bagi pengembangan teori pembelajaran menulis wacana argumentasi di SMP.
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi guru-guru bahasa Indonesia SMP pada umumnya, melihat kondisi penerapan pende-katan kontekstual dalam pembelajaran menulis wacana argumentasi bahasa Indonesia yang sudah dilaksanakan selama ini. Dengan melihat kondisi objektif tersebut, guru bahasa Indonesia dapat melaksanakan perbaikan atau peningkatan pembelajaran menulis argumentasi, sehingga proses dan hasil pembelajaran menulis menjadi lebih baik.
1.5 RuangLingkup dan Keterbatasan Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Perencanaan pembelajaran menulis WA, meliputi (1) persiapan mengajar (2) merencanakan dan menetapkan KBM, (3) menetapakan materi, (4) memilih dan menetapkan media pembelajaran,dan (5) merencanakan evaluasi baik proses maupun hasil pembelajaran.
2. Pelaksanaan pembelajaran yang diteliti adalah pembelajaran menulis WA melalui pendekatan pembelajaran kontekstual yang meliputi tahapan menulis yakni pramenulis, pengedrafan, pebaikan, penyuntingan, dan publikasi pada siswa kelas II SMP Negeri Gili Genting.
3. Bentuk pembelajaran ditekankan pada menulis karya tulis sederhana Wadengan melibatkan pendapat, alasan, dan bukti sebagai unsur utama.
4. Ukuran keberhasilan siswa dalam menulis WA deangan pendekatan pembelajaran didasarkan pada evaluasi proses dan produk.
Sesuai dengan karakteristik penelitian dengan kualitatif, hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan,tetapi dapat ditransfer pada lembaga lain apabila terdapat atau ditemukan gejala yang sama. Gejala tersebut meliputi (1) karekteristik, (2) konteks, (3) dan kondisi. Dengan kata lain bahwa transferabilitas hasil penilitian ini dapat diberlakukan pada SMP dan MTS apbila terdapat persamaan karakteristik, dengan SMP Negeri Gili Genting kecamatan Blutoh Kabupaten Sumenep.
1.6 Definisi Operasional
Untuk memudahkan pemahaman, berikut ini dikemukakan definisi opera-sional beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini.
(1) Pembelajaran adalah proses memanfatkan sumber-sumber belajar tertentu untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan dengan tujuan yang diinginkan.
(2) Wacana Argumentasi adalah karangan yang mengutamakan gagasan, ide dan pendapat dengan menyertakan alasan-alasan dan bukti untuk meyakinkan orang lain terhadap gagasan,ide dan pendapat yang diungkapkan.
(3) Menulis Wacana Argumentasi adalah suatu kegiatan menuangkan gagasan, ide atau pendapat yang disertai dengan alasan dan bukti dalam bahasa tulis untuk membuat pembaca merasa yakin tentang gagasan, ide dan pendapat yang telah ditulis.
(4) Pendekatan Kontekstual adalah strategi yang dirancang berdasarkan pendekatan proses yang meliputi tahap pramenulis, pengedrafan,perbaikan, penyuntingan, dan publikasi yang dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk terlibat langsung secara aktif untuk menemukan sendiri dalam mengatasi pelajaran yang dihadapi dalam proses menulis
(5) Pramenulis adalah tahap awal dalam menulis yang mengarahkan siswa dalam mencurahkan topik sesuai tema, memilih topik, mengembangkan topik, memilih judul dan menyusun kerangka wacana argumentasi.
(6) Pengedrafan adalah tahap menulis yang mengarahkan siswa padaproses penuangan ide-ide secara tertulis berdasarkan pemahaman bentuk wacana argumentasi melalui pengembangan kerangka yang telah disusun.
(7) Perbaikan adalah tahap menulis yang mengarahkan siswa pada menata kembali pengembengan gagasan dengan meambah, mengganti, menghilangkan kata/fase atau kalimat yang kurang lengkap atau tidak tepat.
(8) Penyuntingan adalah tahap menulis yang mengarahkan siswa untuk membetul-kan kesalahan penggunaan ejaan dan tanda baca serta pilihan kat.
(9) Publikasi adalah tahap menulis yang mengarahkan siswa untuk mempubli-kasikan/mengekpos wacana argumentasi yang telah ditulisnya.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Sebagai pijakan pustaka dalam kegiatan penelitian, dalam bab ini diuraikan konse-konsep pokok yang digunakan sebagai landasan teoritis penelitian ini. Konsep-konsep yang dimaksud meliputi: (1) hakekat menulis, (2) prinsip pembelajaran menulis, (3) ragam menulis, (4) wacana argumentasi, (5) menulis wacana argumen-tasi, (6) pendekatan dalam pembelajaran bahasa, dan (7) kerangka teori.
2.1 Hakikat Menulis
Menulis merupakan suatu proses berpikir berkelanjutan, mencobakan dan mengulas kembali. Kegiatan menulis berkembang melalui latihan secara terus menerus. Pada hakekatnya menulis dapat dibagi menjadi tiga aspek, yaitu (1) menulis sebagai proses berpikir, (2) menulis sebagai proses berpikir meliputi serangkaian aktifitas, dan (3) menulis sebagai proses berkaitan dengan membaca. Kegiatan hal tersebut dipaparkan sebagai berikut.
(1) Menulis sebagai proses berpikir
Menulis sebagai suatu proses menuangkan ide, gagasan, perasaan dalam bentuk tulis. Salah satu subtansi retorika dalam menulis adalah penalaran yang baik. Hal ini berarti bahwa seorang penulis harus mampu mengembangkan cara-cara berpikir yang rasional (Syafi’ie, 1988:43). Tanpa melibatkan proses berpikir rasional, kritis,dan kreatif maka akan sulit menghasilkan karanga yang baik. Papas (1994:215) mengemukakan bahwa menulis sebagai proses berpikir merupakan aktifitas yang bersifat aktif,konsruktif,dan mempunyai penuangan makna. Pada saat menulis siswa dituntut befikir untuk menuangkan gagasan berdasarkan pengalaman, pengetahuan,dan skemata yang dimilikinya secara tertulis. Dalam proses tersebut diperlukan kemampuan untuk mengolah dan menata secara kritis gagasan yang dicurahkan. Hal tersebut dilakukan agar tulisan yang dihasilkan dapat dipahami dengan baik oleh pembaca.
(2) Menulis sebagai proses berpikir yang meliputi serangkaian aktivitas
Menulis sebagai prose berpikir yang berupa karangan, baik karangan ilmiah maupun karangan sastra. Karangan sebagai hasil kreatifitas diperoleh melalui serangkaian aktifitas menulis. Menurut Tomkins (1994:126) Rangkaian aktivitas menulis terdiri dari pramenulis, pengedrafan, perbaikan, penyuntingan, dan publikasi. Apabila kegiatan menulis dikaitkan dengan pembelajaran, siswa dapat memperoleh arahan dari guru untuk mengetahui kemampuan menulisnya secara jelas. Selanjutnya, siswa dapat melamjutkan kemampuan tersebut secara bsrtahap dan berkesinambungan.
(3) Menulis sebagai proses berpikir berkaitan erat dengan membaca
Menulis berkaitan erat dengan membaca. Kegiatan membaca dan menulis merupakan kegiatan yang mempunyai hubungan yang erat dan saling mendukung. Hal ini terlihat pada saat sebelum menulis, saat menulis, dan saat sesudah menulis. Dilihat dari segi kegiatan sebelum menulis, siswa memerlukan pengetahuan awal dan informasinya berkaitan dengan topik yang digarap. Dalam memperoleh informasi yang dibutuhkan, kegiatan membaca merupakan salah satu sarana yang penting dan tepat.Dilihat dari segi kegiatan saat menulis, siswa melakukan kegiatan berpikir untuk menuangkan ide-ide atau gagasan secara jelas dan bahasa tulis. Dalam proses tersebut diperlukan kesungguhan dalam mengolah, mengatur dan menata gagasan-gagasan yang talah ditulis. Dalam hal ini diperlukan kegiatan membaca secra berulang-ulang apa yang ditulis untuk mengetahui kekurangan-kekurangan yang ada sehingga tulisan tersebut dapat dipahami dengan baik oleh pembaca.
Dilihat dari saat sesudah menulis, salah satu kegiatan yang dilakukan adalah siswa dapat membacakan tulisannya kepada orang lain dengan memperhatikan ketepatan lafal, intonasi dan kelancaran dalam membaca. Hal ini dilakukan agar lebih memperjelas makna tulisan yang dihasilkan. Penjelasan diatas sejalan dengan pendapat yang dikemukakanoleh Burns dkk (1996: 383) bahwa membaca dan menulis saling mendukung satu sama lain.
Pembelajaran menulis yang berlandaskan pada hakekat menulis sebagai proses, dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menadi penulis yang baik. Dikatakan demikian, karena siswa diberi kesempatan untuk memperbaiki karangannya sampai mencapai hasil yang baik dan sempurna. Dengan demikian siswa akan menjadi percaya diri ntuk menata kembali gagasannya secara baik dan siswa termotivasi untuk meningkatkan kemampuan menulis.



2.2 Prinsip Pembelajaran Menulis
Pembelajaran menulis akan terlaksana secara terarah dan efektif apabila guru menggunakan prinsip-prinsip sebagai pedoman pembelajaran. Dixon dan Nessel (1983:40) mengemukakan beberapa prinsip mengenai pembelajaran menulis.
Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
(1) Dalam kegiatan menulis siswa harus berdasar pada topik pribadi yang bermakna. Prinsip mengisyaratkan bahwa topik yang dipilih merupakan topik yang dipahami dan digemari oleh siswa.
(2) Sebelum menulis hendaknya diberi percakapan. Prinsip ini mengisyaratkan agar kegitan menulis didahului dengan kegiatan bebicara tentang pengalaman., pengetahuan dan kegemran siswa dalam kaitannya dengan topik. Oleh karena itu sebelum menulis perlu diberi serangkaian pembahasan secara lisan tentang topik dan kerangka yang akan dikembangkan.
(3) Menulis bukan merupakan suatu keterampilan yang mudah. Prinsip ini mengisyaratkan agar keterampilan menulis diajarkan dalam konteks yang menyenangkan sehingga siswa berairah untuk menulis dan terhindar dari rasa frustasi.
(4) Kegiatan menulis hendaknya diberikan dalam bentuk komunikasi bukan dalam sekedar memberikan tugas menulis begitu saja.Segala ide dan gagsan yang akan ditulis hendaknya merupakan sesuatu yang dapat mereka tuangkan melalui tulisan ide atau gagasan tersebut dapat dikomunikasikan kepada orang lain.
(5) Melakukan pengoreksian kesalahan. Kesalahan tata bahasa, penyusunan frase, dan kesalahan mekanik sebagai akibat keterbatasan pengetahua tentang kebahasaan, hendaknya disikapi sebagai sesuatu yang wajar. Pengoreksian kesalahan tata bahasa dan mekanik dilaksanakan setelah siswa sudah selesai dalam menulis.
(6) Antara pembelajaran menulis dan membaca atau keterampilan lainnya hendaknya memiliki hubungan yang jelas. Pembelajaran menulis hendaknya mempunyai keterkaitan dengan apa yang telah dibaca. Dalam mengembangkan meteri tulisan, siswa diberi tugas membaca buku bacaan yang dapat digunakan untuk memperkaya ungkapan dan memperluas isi tulisan. Berdasarkan prinsip pembelajaran menulis yang telah diuraikan diatas,guru dapat melaksanakan pembelajaran menulis dengan mudah. Selain itu, pembelajaran yang berdasarkan pada prinsip tersebut dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menulis dengan baik sampai taraf sempurna melalui bimbingan guru. Dengan demikian, tujuan dalam pembelajaran menulis akan tercapai sesuai dengan yang diharapkan.
2.3 Ragam Menulis
Ragam tulisan dapat didasarkan pada isi tulisan. Karena isi tulisan akan mempengaruhi jenis informasi, pengorganisasian , dan tata saji tulisan. Berdasarkan hal tersebut, dapat dibedakan menulis yang bersifat formal dan menulis kreatif sastra. Tulisan formal bersifat ilmiyah dan objektif dapat dibedakan menjadi empat, yaitu WA (pemerian), eksposisi (paparan), narasi (kisahan), dan argumentasi (bahasan) (syafi’ie 1990:151) Sedangkan yang termasuk menulis kreatif sastra yaitu menulis puisi, cerpen, novel, atau drama. Menurut Keraf (1989:6) Ragam tulisan didasarkan pada tujuan umum. Adapun tujuan umum ditentukan dan dipengaruji oleh kebutuhan dasar manusia. Berdasarkan hal tersebut menulis dapat dibedakan menjadi empat, yakni eksposisi, narasi ,persuai dan WA. Jenis tulisan persuai bersifat mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain agar percaya dan bertindak sesuai dengan apa yang dikehendaki penulis. Dengan demikian, jenis tulisan persuai tidak lain adalah tulisan argumentasi.
2.4 Wacana Argumentasi
Berikut ini akan diuraikan secara berurut (1) pengertian wacana argumentasi, (2) ciri-ciri wacana argumentsi, (3) unsur-unsur wacana argumentasi, dan (4) metode pengembangan wacana argumentasi.
2.4.1 Pengertian Wacana Argumentasi
Istilah”Argumentasi” yang menunjuk pada suatu jenis wacana sering diberi pengertian yang berbeda-beda oleh sejumlah ahli. Oleh karen itu, untuk merumuskan pengertian wacana argumentasi, penulis mendasarkan pada sejumlah pendapat pendapat atau pandangan yang dikemukakan oleh para ahli.
Keraf (2001:3) memandang argumentasis ebagai suatu usaha untuk mengajukan bukti-bukti dalam menyatakan pendapat tentang suatu hal. Melalui argumentasi seseorang menyatakan pendirian dan melalui argumentasi seorang penulis berusaha merangkaikan fakta-fakta atau evidensi-evidensi sedemikian rupa sehingga ia mampu menunjukkan apakah suatu pendapat atau suatu hal tertentu itu benar.
Parera (1988:39) memandang argumentasi sebagai karangan yang didalamnya menyatakan sesuatu yang didukung oleh alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Alasan itu dapat berupa fakta, dalil, teori atau pemikiran yang masuk akal sehingga sesuatu yang dikemukakan penulis dapat diterima oleh orang lain. William F. Smith (1990:107) menyatakan bahwa argumentasi merupakan suatu proses bernalar yang dalam penalaran itu,serangkaian fakta dihubungkan dengan pendapat atau pertimbangan yang keduanya disusun secara koheren untuk menghasilkan suatu kesimpulan.
McCrimmon (1963:314) berpendapat bahwa argumentasi merupakan suatu bentuk atau metode berpikir yang menghubungkan antara avidensi dan konklusi. Bahkan, ditegaskan pula bahwa hubungan erat antara evidensi dengan konklusi itulah yang di sebut dengan argumentasi. Selanjutnya Djuhorie (2001:51) mengemukakan bahwa wacana argumentasi adalah karangan yang mengutarakan gagasan, pendapat, ide dengan menyertakan alasan-alasan untuk meyakinkan orang lain terhadap gagasan, pendapat, dan ide yang diungkapkap itu.
Pernyataan yang lebih lengkap lagi, dikemukakan oleh Acley (1986:193) bahwa argumentasi dipandang sebagai urutan suatu urutan penyajian ide-ide pendukung bagi sebuah opini yang di harapkan diterima oleh pihak lain. Ditegaskan pula bahwa suatu argumentasi mengandung empat faktor, yaitu (1) faktor pembuka yang berupa opini, (2) latar belakang yang mungkin diperlukan oleh pembaca, (3)sejumlah evidensi yang yang mendukung opini, dan (4) konklusi.
Dari sejumlah konsep tentang argumentasi di atas, terdapat sejumlah kesamaan yang mendasar, yaitu dari segi isinya wacana argumentasi dibangun oleh tiga komponen utama yaitu opini, alasan, dan bukti (evidensi). Dari segi tujuan, wacana argumentasi bertujuan untuk meyakinkan atau menghimbau pihak lain agar menerima dan memberi reaksi. Hal ini didukung oleh pendapat Keraf (2001:3) yang menyatakan bahwa argumentasi merupakan suatu bentuk retorika yang berusaha mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain agar mereka percaya dan menerima, akhirnya sesuai dengan apa yang diinginkan oleh penulisnya. Selain itu Ahmadi (1990:98) dengan mengutip pendapat Vivian, menyatakan bahwa tujuan utama penulisan argumentasi adalah untuk mempersuasi audien. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa wacana argumentasi bersifat persuasif.
Banyak orang beranggapan bahwa persuasi merupakan sinonim atau istilah yang mempunyai makna yang sama denga argumentasi. Namun bagaimanapun juga, antara kedua istilah tersebut terdapat perbedaan. Bila kita memperhatikan makna argumentasi, maka tampak bahwa cirikhas argumentasi adalah usaha untuk membuktikan suatu kebenaran sebagaimana digariskan dalam proses penalaran pembicara atau penulis.
Keraf (2001:120) mengemukakan bahwa argumentasi adalah suatu proses untuk mencapai suatu kesimpulan. Sedangkan persuasi adalah suatu keahlian untuk mencapai suatu persetujuan atau kesesuaian terhadap pembicara dan yang diajak bicara. Persuasi merupakan proses untuk membujuk orang lain supaya orang itu menerima apa yang diinginkan pembicara atau penulis.
2.4.2 Ciri-ciri Wacana Argumentasi
Wacana argumentasi dapat dibedakan dengan kategori wacana lainnya karena kekhasan ciri-cirinya. Kekhasan ciri-ciri wacana argumentasi dapat dilihat dari segi (1) tujuan komunikasi, (2) komponen struktur, isi, (3) sifat-sifat yang timbul dari kedua aspek itu.
Pertama, wacana argumentasi dapat dibedakan dangan wacana lainnya karena ditulis dengan tujuan meyakinkan atau menghimbau pembaca agar percaya dan menerima kebenaran pendapat penulisnya, serta bertindak sesuai dengan keinginan penulis.ujuan komunikasi ini ditmpakkan secara eksplisit dalam wacana.
Kedua, wacana argumentasi dapat dibedakan dengan wacana lainnya karena struktur isinya dibangun oleh tiga komponen utama, yaitu (1) suatu pernyataan opini atau pendapat, (2) alasan yang mendukung pendapat, dan (3) sejumlah evidensi atau bahan-bahan pembuktian. Opini (pendapat) merupakan suatu kesimpulan, penelitian dan keyakinan seseorang tentang fakta-fakta (Keraf, 2001:6). Dengan kata lain, pendapat merupakan suatu pertimbangan seseorang yang dilakukan secara mendasar terhadap suatu hal yang dipercaya kebenarannya atau dirasakan benar. Pendapat yang dikemukakan dalam wacana argumentasi dapat berupa (1) pendapat hasil pengamatan yang dilakukan secara seksama atau akurat terhadap sejumlah kecukupan fakta, yang disebut dengan ”sound opinion” dan (2) pendapat yang diperoleh dari suatu sumber yang dapat diprcaya, misalnya saksi mata atau seorang ahli yang telah mendapat pengakuan, yang disebut dengan”autorative opinion” (Ackley, 1986:193). Alasan yang dikemukakan merupakan pernyataan-pernyataan yang mendukung kekuatan pendapat. Sedangkan evidensi merupakan bukti atau fakta-fakta yang mendukung pendapat dan alasan (Ackley, 1986:58). Dengan kata lain, evidensimerupakan semua fakta yang ada, semua kesaksian, semua informasi dan sebagainya yang dihubung-hubungkan untuk membuktikan kebenaran suatu pendapat (Keraf, 2001:58). Didalam strutur argumen, evidensi itu dapat berkadudukan sebagai premis-premis atau bukti-bukti. Keraf, (2001:59) menataka bahwa premis merupakan evidensi yang letaknya mendahului kesimpulan. Dengan demikian dapt dikatakan bahwa alasan dan bukti merupakan evidensi yang terletak sesudah opini (pendapat). Dalam struktur wacana argumentasi, ketiga komponen yang ada yaitu opini, alasan dan evidensi membentuk suatu hubungan yang erat. Hubungan tersebut merupakan unit dasar dari argumentasi sehingga dapat dikontraskan denga penyataan yang bukan argumentasi (Mc Cirmon, 1963:314-315).
Ketiga, sifat atau ciri wacana argumentasi, dapat juga diamati dari segi pola perkembangan isinya. Keraf (2001:4) menyatakan bahwa dasar sebuah tulisan argumentasi adalah berpikir kritis dan logis. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa pola perkembangan aspek isi wacana argumentasi tersusun oleh gagasan yang didasarkan pada pola atau hubungan ligis.
2.4.3 Unsur-unsur Wacana Argumentasi
Menurut Toulmin (1979:25), ada enam unsur/ elemen yang terkandung dalam wacana argumentasi sekaligus merupakan model argumennya yaitu (1) pendirian/ pernyataan (claim), (2) data (ground), (3) pembenaran (warrant), (4) dukungan (backing), (5) modalitas (qualifers), dan (6) bantahan/ sanggahan (posible rebuttal). Unsur-unsur wacana argumentasi, yaitu pendirian, alasan dan pembenaran. Sedangkan unsur dukungan, modalitas, dan sanggahan termasuk unsur pelengkap (Arifin & Rani, 2000:33).
Pendirian adalah hal yang diekspresikan atau yang disimpulkan yang diinginkan oleh penulis agar diterimaoleh pembaca. Untuk menyampaikan pendirian tersebut, Thoulmin, dkk (1979:25) menyerahkan tiga pernyataan yang harus diperhatikan, yaitu (1) pendirian apakah yang akan disampaikan, (2) bagaimana posisi anda dalam persoalan ini, dan (3) bagimana keadan pembaca setelah pendirian ini anda sampaikan. Dengan demikian pernyataan ini, penulis akan mampu menyampaikan pendirian dengan jelas. Pendirian merupakan sesuatu yang diyakini kebenarannya oleh penulis dan dikemukakan kepada pembaca agar dapat di terima. Dengan demikian, Pendirian adalah tujuan yang ingin dicapai oleh penulis.
Data atau alasan adalah bukti-bukti yang bersifat khusus yang diperlukan untuk mendukung pendirian. Alasan dapat berupa fakta atu kondisi yang secara faktual dapat diamati secara obyektif dan keyakinan telah diterima keyakinannya, misalnya data statistik, contoh, ilustrasi, dan materi ilmu.
Pembenaran adalah pernyataan yang menunjukkan kaidah-kaidah umum untuk mempertahankan pendirian. Pembenaran merupakan jembatan penghubung antara pendirian dengan alasan. Oleh karena itu penulis perlu memeriksa apkah alasan, bukti, dan dta atau fakta benar-benar memberikan dukungan dukungan yang kuat untuk memberikan dukungan yang kuat untuk pendirian tersebut. Jadi dalam hal ini pembenaran berfungsi sebagai penjelas keandalan dari pembuktian kependirian sehingga pendirian dapat diterima secara rasional (Arifin dan Rani, 2000:35).
Dukungan merupakan kriteria yang digunakan untuk membenarkan pernyataan yang dikemukakan dalam pembenaran. Hal ini harus dilakukan sebab pembenaran itu sendiri tidak bisa bener-bener dipercaya. Informasi-informasi umum yang akan dijadikan pendukung harus sesuai dengan pembenaran sebab dukungan digunakan untuk mendukung prinsip-prinsip yang dikemukakan dalam pembenaran. Dukungan dapat berupa pengalaman yang diyakini, pernyataan para pakar, hasil penelitian, atau hasil wawancara (Arifin dan Rani, 2000:35).
Modalitas adalah atau frase yang menunjukkan derajat kepastian atau kualitas suatu pernyataan. Hal itu perlu karena tidak semua data yang mendukung pendirian memiliki derajat kepastian yang sama. Demikian juga pembenaran yang mengarahkan kita pada berbagai macam kesimpulan dengan keterandalan yang berbeda tergantung kondisinya. Derajat dan macam-macam kekuatan pembenaran sangatlah beragam. Oleh karena itu, penulis harus melihat secara seksama berbagai jenis ciri-ciri frase modalitas atau kualifikasi dari berbagai argumen.
Sanggahan adalah lingkungan atau situasi diluar kebiasaan yang dapat mengurangi atau menguatkan pendirian. Jika suatu kondisi yang dapat melemahkan suatu pendirian dapat dikontrol dengan menghadirkan unsur sanggahan, kedudukan argumen akan semakin kuat. Kondisi ini dapat mengurangi keyakinan pembaca terhadap pendirian atau sebaliknya dapat menguatkan keyakinan pembaca terhadap pendirian yang dikemukakan. Penggunaan unsur sanggahan juga berarti membuat pernyataan menjadi lebih spesifik. Prinanti kohesi yang dapat digunakan untuk menandai sanggahan antara lain, kecuali, jika...maka, dan jika.
2.4.4 Metode Pengembangan Wacana Argumentasi
Sejalan dengan pola perkembangan isi wacana argumentasi yang tersusun menurut pola atau hubungan logis, maka dapat dikatakan bahwa pengembangan wacana argumentasi membutuhkan perencanaan, pertimbangan dan pemikiran yang lebih seksama. Hal ini diperlukan baik dalam penerapan sejumlah unsur pokok kegiatan menulis yang dilibatkan maupun dalam prosedur penciptaan teksnya. Metode-metode yang digunakan untuk mengembangkan wacana argumentasi, seperti yang dikemukakanoleh Keraf (2001:108) antara lain (1) genus dan definisi, (2) sebab akibat, (3) perbandingan (4) pertentangan (5) kesaksian dan autoritas. Kelima metode tersebut diuraikan berikut ini.
(1) Genus dan Definisi
Ada proposisi dari Aristoteles yang terkenal yaitu”manusia adalah mahluk yang fana”.Dalam proposisi ini mahluk fana merupakan sebuah genus atau kelas. Dalam genus ini terdapat semua argumen atau bukti yang dimiliki oleh anggota kelasnya. Salah satu anggota kelas itu adalah manusia. Di sini penulis harus mengajukan argumen-argumen atau fakta-fakta yang mengenai genus”mahluk fana” sehingga dapat meyakinkan semua orang bahwa benar kelas itu memiliki ciri-ciri tersebut. Tiap anggota kelas akan memiliki ciri genus dari kelas yang dimasukinya. Sebab itu, jika ada genus mahluk fana dan jika manusia adalah anggota dari kelas mahluk fana, maka manusia juga harus memiliki ciri kefanaan. Kalau argumentasi kita lanjutkan dengan proposisi yang mempergunakan manusia sebagai sebuah genus atu kelas, misalny proposisi itu berbunyi ”semua orang indian adalah manusia”. Dalam hal ini orang indian merupakan obyek yang memiliki ciri genetik manusia. Kalau orang indian termasuk dalam kelas manusia, maka ia harus memiliki ciri-ciri kemanusiaan.
Dalam tahap ini penulis mencoba untuk mengemukakan ciri-ciri yang dianggapnya sebagai ciri yang menjadikan kelas menusia seperti berakal budi, bebas berpendapat, bebas berpikir, dan bebas menentukan nasib sendiri. Keberhasilan retorika disini akan tercapai, bila penulis sanggup mengungkapkan hal-hal yang betul-betul merangsang setiap orang untuk mempercai dan menerima bahwa hal-hal itulah yang merupakan ciri-ciri manusia. Ia harus sanggup membuktikan, bahwa ciri-ciri itu inheren pada manuasia dan tidak terdapat pada kelas lain. Bila penulis mengemukakan ciri-ciri yang tidak diterima oleh pembaca sebagai ciri manusia, maka lemahlah argumentasinya.
Argumentasi yang menggunak definisi sebagai landasan geraknya, biasanya cenderung untuk mengadakan uraian panjang lebar mengenai objek dan kelasnya. Definisi dalam hal ini adalah usaha menetapkan genus bagi objek yang dibicarakan. Argumen-argumen yang mempergunakan genus dan definisi memiliki hakekat yang sama, sebab keduanya mempergunakan wujud barang atau klasifikasi yang sudah ada. Klasifikasi dapat juga merupakan sesuatu yang baru bagi pemikiran penulis. Namun harus jelas dasar dan ciri kelas yang dikemukakannya.
(1) Sebab Akibat
Topik atau isi argumen yang didasarkan pada sebab akibat selalumempergunakan proses berpikir yang bercorak keusal. Proses befikir ini menyatakan bahwa suatu sebab tertentu akan mecakup sebuah akibat yang sebanding atau sebuah akibat tertentu akn mencakup pula sebuah sebab yang sebanding.
Dalam bentuk silogisme, argumen sebab akibat dapat dilihat pada contoh tersebut;
Setiap perjuangan memerlukan pengorbanan ini merupakan perjuangan Sebab itu, ini merupakan suatu kasus yang memerlukan pengorbanan
Kekuatan retorik dari argumaen diatas terletak pada persoalan bagaimana menerima kebenaran hubungan sebab akibat yang dinyatakan oleh premis mayornya. Dalam hal ini, bila penulis bisa menganalisis secara baik dan teepat, maka akan semakin kuat argumentasi yang dikemukakannya. Ia harus berusaha mengajukan fakta-fakta mengenai hakekat suatu perjuangan dan segala macam akibat yang dapat timbul dari padanya. Salah satu fakta akibat yang tidak dapat dihindari adalah pengorbanan yaitu dalam arti yang seluas-luasnya atau dalam arti sempit, menyangkut pengorbanan nyawa manusia.
(2) Pebandingan
Dalam pebandingan tercakup bahwa salah satu dari hal yang diperbandingkan lebih lebih kuat dari hal lain yang dijadikan dasar perbandingan. Penulis yang mempergunakan metode argumentasi ini harus menyadari bahwa ia manghadapi dua kemumgkina ,yaitu (1) kemungkinan kedua mempunyai peluang atau kepastian lebih tinggi dari kemungkinan pertama, dan (2) akibatnya bila ia menyetujui kemungkinan pertama, maka pasti ia harus menyetujui kemungkinan yang kedua. Jalan pikiran metode ini dicontohkan sebagai berikut:
Jika seseorang tidak merasa bertanggung jawab atas barang miliknya sendiri, maka lebih lagi ia tidak akn merasa bertanggung jawab atas barang milik orang lain. Ia tidak bertanggung jawab atas barang miliknya sendiri, sebab itu ia tidak pernah akan merasa bertanggung jawab atas barang miliknya orang lain.
Contoh penerapan metode sebab akibat dapat dilihat pada uraian berikut :
Penulis ingin membuktian merajalelanya tindak pidana korupsi yang terjadi sebua kantor. Secara umum semua orang mengetahui, bhwa si A, B, dan C merupakan koruptor-koruptor ulung dikantor itu. Dilihat dari kedudukannya, gajinya, dan cara hidup serta kemewahan yang berlebihan dan tidak mungkin bila dibandingkan dengan penghasilannya. Sebaliknya si X, Y dan Z dikenal sebagai orng yang jujur, hidup sederhana dan sebagainya. Hal yang dilakukan penulis adalah pertama-tama membuktikan bahwa si X, Y dan Z adalah koruptor. Dan menurut akal sehat si A, B, dan C munkin sajamelakukan korupsi dengan tidak tanggung-tanggung.
(3) Pertentangan
Metode pertentangan dalam wacana argumentasi mengandung asumsi bahwa jika kita memperoleh keuntungan dai fakta atay situasi yang bartentangan dengan fakta atau situasi tadi akan membawa bencana atau malapetaka. Argumentasi dengan mempergunakan caraini termasuk dalam argumentasi yang didasarkan pada relasi antar berbagai fakta dan peristiwa, seperti halnya yang memberi kesaksian itu. Bila kesakaian itu bisa diuji kebenarannya maka kesaksian itu dapat diterima sebagai pernyataan yang disusun menjadi argumen yang benar.
Selajutnya autoritas adalah argumen yag didasarkan pada pendapat atau ucapan dari seorang yang terkenal atau seseoarang yang diakui keahliannya. Pendapatnya mengenai masalah yang dipersoalkan dianggap sebagai kata akhir atau sebagai sesuatu yang final. Argumen berdasarkan autoritas sering dipergunakan dalam bidang politik demikian juga dalam tulisan-tulisan ilmiyah. Baik kesaksian maupun autoritas tidak memiliki tenaga dalam dirinya sendiri, tetapi tenaga yang ada padanya tergantung pada kepercayaan atas saksi dan kualitas autoritas. Kesaksian biasanya diterima baik, jika saksi dianggap tahu betul fakta dan kejadiaannya, dan ia sendiri tidak berkepentingan dengan hasil argumen itu.
2.5 Menulis Wacana Argumentasi
Menulis wacana argumentasi merupakan kegiatan yang kompleks. Hal tersebut terletak pada (1) kemampuan menemukan bahan tulisan (alasan, bukti, dan fakta) yang mendukung pendirian, (2) kemampuan mengorganisasikan ide/ gagasan dalam hal kesesuaian pendirian dengan alasan, bukti, data, dan / atau fakta secara runtut dan padu, (3) keterampilan menyajikan setiap gagasan dengan kritis dan logis, dan (4) kemahiran menuangkan ide/ atau gagasan dengan bahasa yang mudah dimengerti. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, Syafi’ie (1990: 165) mengemukakan beberapa petuju, yakni (1) cari dan kumpulkan fakta-fakta, (2) batasi pokok pembicaraan menurut tempat dan waktu, (3) atur bahan-bahan argumentasi, (4) buat karangan yang menarik dengan menghindari klise-klise, bahan- bahan abstrak, dan hal-hal yang sudah jelas dengan sendirinya, (5) buat wacana yang jelas dengan bahasa yang sederhana (6) buat wacana yang bertenaga, yaitu dengan menempatkan gagasan yang penting padaposisi yang tepat (posisi terkuat ialah posisi ahir), dan (7) jangan lupakan tujuan yang akan dicapai.
Dalam mengungkapkan ide/ gagasan, penulis bukan hanya menyamaikan sesuatu yang secara logis sama dengan keinginan pembaca, tetapi dapat juga mengemukakan ide/ gagasan yang secara logis bertentangan dengan kemauan dan daya pikir pembaca. Ketika penulis menulis ide/ gagasan yang bertentangan secara logis dengan pembaca yang berusaha menyatakan alasan, bukti, data, dan atau fakta yang mendukung ide/ gagasan dengan maksud agar pembaca yakin dan mengikuti jalan pikiran penulis, maka itulah hakikat menulis wacan argumentasi.
Menulis wacana argumentasi mengandung kebenaran untuk mengubahsikap dan keyakinan pembaca mengenai topik yang akan diargumentasikan. Oleh sebab itu, penulis wacana argumentasi harus berusaha agar pertalian antara berbagai macam fakta (alasan, bukti, data) dengan pendirian/ gagasanyang hendak dikemukakannya itu logis dan kritis (Keraf, 2001:99) . Hubungan yang logis dan kritis akan mampu mengubah sikap da keyakinan pembaca.


2.6 Pendekatan dalam Pembelajaran Bahasa
2.6.1 Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Menulis Bahasa
Filosofi pembelajaran kontekstual berakar dari pemahaman progresivisme John Dewey.Intinya, siswa akan belajar dengan baik apabila apa yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang telah mereka ketahui, serta proses belajar akan produktif apabila siswaterlibat aktif dalam proses belajar disekolah. Pokok-pokok pandangan progresivisme antara lain (1) siswa belajar dengan baik apabila mereka secara aktif dapat mengkontruksi sendiri pemahaman mereka tentang apa yang diajarkan oleh guru, (2) siswa harus bebas agar bisa berkembang wajar, (3) pembunuhan minat melalui pengalaman langsung untuk merangsang belajar, (4) guru sebagai pembimbing dan peneliti, (5) harus ada kerja sama antara sekolah dan masyarakat, dan (6) sekilah progresif harus merupakan laboratorium untuk melakukan eksperimen (Nurhadi, dkk, 2004:8).
Melalui landasan filosofi tersebut, pendekatan kontekstual dipromoskan menjadi alternatif strategi pembelajaran yang baru. Dalam pendekatan kontekstual menempatkan siswa dalam konteks bermakna yang berhubungan pengetahuan awal siswa dengan materi yang sedang dipelajari, sekaligus memperhatikan faktor individual siswa dan peranan guru.
Pendekatan kontekstual sebagai salah satu model pembelajaran baru yang berbasis kompetensi dapat digunakan untuk pembelajaran bahasa indonesia yang menekankan pada proses belajar siswa. Menurut mulyasa (2004:13), pendekatan kontekstual adalah konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan siswa secara nyata, sehingga siswa mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari.
Melalui pendekatan kontekstual dalam pembelajaran bahasa indonesia, akan memungkinkan proses penerapan kompetensi dalam kehidupan sehari-hari, dan siswa akan merasakan pentingnya belajar bahasa Indonesia, serta akan memperoleh makna yang mendalam terhadap bahasa indonesia yang dipelajarinya. Melalui pendekatan kontekstual ini pula akan memberikan rasa belajar yang tenang dan menyenagkan, karena pembelajaran dilakukan secara almiyah, sehingga siswa dapat mempraktekkan secara langsung terhadap bahasa indonesia yang dipelajarinya. Dengan pendekatan kontekstual siswa terdorong untuk memahami hakikat, makna, dan manfaat belajar bahasa indonesia, sehingga memungkinkan siswa rajin dan termotifasi untuk belajar. Lebih lanjut (Mulyasa, 2004:13) menyatakan bahwa ketka siswa menyadari tentang apa yang mereka perlukan untuk hidup, dan bagaimana cara menanggapinya.
Dalam pendekatan kontekstual, tugas guru adalah meberikan kemudahan belajar bahasa indonesia kepada siswa, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai. Guru bukan hanya sekedar menyampaikan materi pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar bahasa Indonesia. Pengaturan lingkungan dan strategi belajar bahasa Indonesia meliputi (1) menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubaha profil perilaku dan pribadi siswa yang seperti apa atau bagaimana yang harus dicapai dan menjadi sasaran dari kegiatan belajar mengajar, (2) memilih sistem pendekatan belajar mengajar utama yang dipandang paling efektif guna mencapai sasaran tersebut, sehingga dapat dijadikan pegangan oleh guru dalam merencanakan dan mengorganisasikan kegiatan belajar mengajar atau pengalaman mengajar, (3) memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar yang bagaimana yang dipandang paling efektif danefisen serta produktif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh para guru dalam melaksanakan kegiatan mengajar, dan (4) menetapkan norma-norma dan dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan, sehingga dapat dijadikan pegangan oleh para guru dalam melakukan pengukuran dan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar, yang kemudian akan dijadikan umpan balik bagi upaya penyempurnaan sistem intruksional yang bersangkutan secara keseluruhan (Makmum, 2003:221).
Menurut Mulyasa (2004:138), penerapan pendekatan kontekstual yang perlu dilakukan guru dalam pembelajara bahasa indonesia bahwa (1) belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa, (2) pembelajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan mereka, (3) umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian (assessment) yang benar, dan (4) menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok.
Selain itu, dalam penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran bahasa indonesia, guru dapat melakukan (1) pengidentifikasian tujuan pembelajaran, (2) pengedentifikasian butir pembelajaran yang sesuai, (3) pengidentifikasi meteri pembelajaran yang disarankan dalam butir pembelajaran yang dipilih, dan (4) pengidentifikasian sub-sub kemampuan yang dipersyaratkan oleh keterampilan berbahasa yang akan dibelajarkan.
Penerapan pendekatan kontekstual dipengaruhi oleh berbagai faktor yang sangat erat kaitannya. Faktor-faktor tersebut bisa dari dalam diri siswa (internal) dan dari luar dirinya atau dari lingkungan di sekitarnya (eksternal). Sehubungan dengan hal itu, Zahorik (1995) (dalam Mulyasa, 2004:138), mengungkapkan lima elemen atau unsur yang harus diperhatikan guru dalam penerapan pendekatan kontekstual, yaitu (1) pembelajara harus memeperhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh siswa; (2) pembelajaran dimulai dari keseluruhan (global) menuju bagian-bagiannya secara khusus (dari umum ke khusus); (3) pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, dengan cara (a) menyusun konsep sementara, (b) melakukan sharing untuk memper-oleh masukan dan tanggapan dari orang lain, dan (c) merevisi dan mengembangkan konsep; (4) pembelajaran ditekankan pada upaya mempraktekkan secara langung apa-apa yang dipelajari; dan (5) adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang dipelajari.
2.6.2 Fokus Pendekatan Kontekstual
Pendekatan kontekstual menempatkan siswa dalam konteks bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan meteri bahasa indonesia yang sedang dipelajari dan sekaligus memperhatikan faktor kebutuhan siswa dan peranan guru. Sehubungan dengan hal itu, maka pendekatan pembelajaran kontekstual harus menekankan berikut.
1) Belajar berbasis masalah, yaitu suatu pendekatan yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar bahasa indonesia tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pembelajaran. Dalam hal ini siswa terlibat dalam penyelidikan untuk pemecahan masalah yang mengintegrasikan keterampilan dan konsep dari isi materi pembelajara bahasa indonesia. Pendekatan mencakup pengumpulan informasi yang berkaitan dengan pernyataan, mensintesis, dan mempresentasikan penemuan kepada orang lain.
2) Pengajaran autentik, yaitu pendekatan yang memperkenalkan siswa untuk mempelajari konteks bermakna. Ia mengembangkan keterampilan berpikir dan pemecahan masalah yang penting di dalam konteks kehidupan nyata.
3) Belajar berbasis inquiri, yang membutuhkan strategi pembelajaran yang mengikuti metodologi sains dan menyediakan kesempatan untuk pembelajaran bermakna.
4) Belajar berbasis proyek, yang membutuhkan suatu pendekatan pembelajaran komprehensif dimana lingkingan belajar siswa disesain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah autentik termasuk pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran, dan melakanakan tugas bermakna lainnya pendekatan ini memperkenalkan siswa untuk bekerja secara mandiri dalam mengkostruk pembelajarannyaa, dan mengkulminasikannya dalam produk nyata.
5) Belajar berbasis kerja, yang membutuhkan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan siswa menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari meteri pembelajaran berbasis sekolah dan bagaimana materi tersebut dipergunakan kembali ditempat kerja.
6) Belajar berbasis layanan jasa, yang membutuhkan penggunaan metodologi pembelajaran yang mengkiombinasikan jasa layanan masyarakat d3 engan suatu struktur berbasis sekolah untuk merefleksikan jasa layanan tersebut, jadi menekankan hubungan antara pengalaman jasa layanan dan pembelajaran akademis.
7) Belajar kooperatif, yang memerlukan pendekatan pembelajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memeksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar (Nurhadi dan Senduk, 2003:19-20).
2.6.3 Prinsip Pembelajaran Kontekstual
Berkaitan dengan faktor kebutuhan siswa, untuk menerapkan pembelajaran kontekstual guru perlu memegang prinsip pembelajaran berikut.
1) Merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran
perkembangan mental (devolopmentally appropriate) siswa.
2) Membentuk kelompok belajar yang saling tergantung (independent learning group).
3) Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri (self regulated learning).
4) Mempertimbangkan keragaman siswa (deversity of students).
5) Memperhatikan multi intelegensi (multiple intelligences) siswa.
6) Menggunakan teknik-teknik bertanya (questioning) untuk meningkatkan pembelajaran siswa, perkembangan pemecahan masalah, dan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
7) Menerapkan penilaian autentik (authentic assessment) (Nur hadi dan senduk, 2003:20-21).
Dari kutipan diatas penjabarannya berikut ini.
1) Merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan mental siswa.
Hubungan antara isi kurikulum dan metodologi yang digunakan untuk mengajar bahasa indonesia harus didasarkan kepada kondisi-kondisi sosial, emosional, dan perkembangan intelektual siswa. Jadi, usia siswa dan karakteristik individual serta kondisi sosial dan lingkungan budaya siswa harue menjadi perhatian didalam merencanakan pembelajaran.
2) Membentuk kelompok belajar yang saling tergantung
Dalam belajar bahasa indonesia, siswa saling belajar dari sesamanya di dalam kelompok-kelompok kecil dan belajar bekerja sama dalam tim yang lebih besar (kelas). Kemampuan itu merupakan bentuk kerja sama yang diperlukan oleh guru ditempat kerja dan konteks lain. Jadi, siswa diharapkan untuk berperan aktif dalam belajar bahasa indonesia.
3) Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri
Lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri untuk bahas indonesia memiliki tiga karekteristik umm, yakni (a) kesadaran berpikir, (b) penggunaan strategi, dan (c) motivasi berkelanjutan. Secara bertahap siswa mengalami perkembangan kesadaran terhadap keadaan pengetahuan bahas yang dimilikinya, karekteristik tugas-tugas yang mempengaruhi pembelajaran secara individual, dan strategi belajarnya. Siswa membutuhkan pemahaman terhadap kekuatan dan kelemahanyya untuk menata tujuan yang diinginkan dan membangun strategi untuk mencapai tujuan tersebut. Bila keterampilan ini mereka pelajari dan kuasai, mereka dapat memahami pentingnya memanfaatkan waktu untuk berpikir dan mereflesikan suatu pilihan berkaitan dengan tantangan hidupnya. Sementara guru juga harus menciptakan suatu lingkungan dimana siswa dapat mereflesikan bagaimana merekan belajar bahasa, menyelesaikan tugas-tugas sekolah, menghadapi hambatan, dan bekerja sama secara harmonis dengan guru yang lainnyya. Jadi, jelaslah bahwa pembelajaran mandiri berkaitan hanya dengan bukan hanya dengan berpikir sederhana tentang berpikir siwa, tetapi membantu mereka didalam menggunakan berpikirnya untuk mengarahkan menyeleksi performasi mereka, sehingga mereka secara efektif dapat menyelesaikan masalah yang disajikan bagi mereka.
4) Mempertimbangkan keragaman siswa
Dikelas guru harus mengajar siswa dengan berbagai keragamannya, seperti latar belakang status sosial ekonomi, bahasa utama yang dipakai dirumah, dan berbagai kekurangan yang mungkin mereka milki. Dengan demikian, diharapkan guru dapat membantu siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran bahasa indonesia.
5) Memperhatikan multi intelegensi siswa
Dalam menggunakan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran bahasa indonesia, cara siswa berpartisipasi didalam kelas harus memperhatikan kebutuhan dan orientasi pembelajaran bahasa indonesia, yakni linguistik verbal, interpersonal, musikal ritmik, naturalis, badan kinestetika, interpersonal dan logismatematis. Oleh karena it7u, dalam melayani siswa dikelas, guru harus memadukan berbagai strategi pendekatan pembelajaran kontekstual sehinga pembelajaran akn efektif bagi siswa dengan berbagai intelegensinya.
6) Menggunakan teknik bertanya
Untuk meningkatkan pembelajaran siswa perkembangan pemecahan masalah, dan keterampilan berpikir tingkat tinggi agar pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran menulis bahasa indonesia mencapai tujuannya, maka jenis dan tingkat pertanyaan yang tepat harus diungkapkan dan dinyatakan. Pertanyan harus secara hati-hati direncanakan untuk menghasilkan tingkat berpikir, tanggapan dan tindakan yang diperlukan siswa dan seluruh peserta didalam kegiatan pembelajaran menulis bahasa indonesia.
7) Menerapkan penilaian autentik
Penilaian autentik mengevaluasi penerapan pengetahuan dan berpikir kompleks siswa, dari pada hanya sekedar hafalan informasi aktual. Kondisi alamiah pembelajaran kontekstual memerlukan penilaian interdisiplin yang dapat mengukur pengetahuan dan keterampilan lebih dalam dengan cara bervariasi dibandingkan dengan penilaian suatu disiplin.
2.6.4 Peran Guru dalam Pembelajaran Kontekstual
Dalam kaitannya dengan kemampuannya berbahasa indonesia, menulis merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang penting untu dikuasai oleh siswa. Oka (1976 : 11) mengartikan menulis sebagai kemampuan untuk mengguanakan bahasa indonesia secara tertulis dalam mengungkapkan diri dari hasil kegiatan kejiwaannya, menuturkan pengalaman baik pengalaman menulis maupun pengalaman orang lain, dan memaparkan penghayatan penulis terhadap lingkungan sekitarnya.
Kemampuan menulis diperoleh melalui proses perkembangan yang berkaitan dengan proses fisik, sosial emosional, estetik, dan perkembangan intelektual. Oleh karena itu, guru yang baik harus menyadari berapa pentingnya mengarahkan siswa agar memperoleh kemampuan menulis melalui proses pembelajaran. Pengarahan yang diberikan bukan saja berkaitan dengan keterampilan mekanikal tetapi lebih mengarah pada pemberian bimbingan yang dibutuhkan siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Logan (1972:209) bahwa guru bertanggung jawab untuk memberikan bimbingan dalam setiap persoalan (kasus) yang dihadapi oleh siswa. Hal ini disebabkan oleh sebagian besar siswa membutuhkan bimbingan serta kesempatan dalam mencapai kemajuan.
Bimbingan menulis yang dilakukan guru dapat disusun dalam suatu pembelajaran dengan menggunakan strategi. Salah satu strategi yang dapat diterapkan adalah strategi pembelajaran dengan pendekatan kontekstual ini digunakan untuk mengembangkan keterampilan menulis dan dalam pembelajaran menekankan menulis sebagai suatu proses.
Kegiatan menulis dengan menggunakan strategi ini, akan memperoleh pemahaman yang cepat tentang hal hal yang akan dilakukan dalam kegiatan menulis. Sesuatu yang dijelaskan oleh guru akan dihayati, didentifikasi, digambarkan, dimaknai, dan dipakai oleh siswa. Pemahaman tersebut mengacu pada sesuatu yang dipelajari, disimpulkan sendiri oleh siswa setelah siswa menghayati sesuatu yang dijadikan obyek pembelajaran (Aminuddin, 1998:8) Dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual guru akan lebih terarah pada kegiatan proses menulis siswa.
Pemberian kesempatan oleh guru kepada siswa dalam kegiatan pembelajaran menulis merupakan kebutuhan siswa untuk meningkatkan kemampuan menulis yang diimplemintasikan dalam kegiatan pembelajaran menulis. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Routman (1994:66) bahwa bimbingan menulis adalah hal penting dalam program pembelajaran menulis.
Kegiatan pembelajaran menulis dengan memberikan kesempatan pada siswa untuk mengatasi dan memecahkan sendiri tenteng apa yang dipelajarinyabukan berati membiarkan siswa melakukan kegiatan pembelajaran menulis tanpa arah tetapi dalam hal ini siswa dipandang sebagai subjek yang memiliki kemampuan menulis kreatif yang dapat dikembangkan, karena guru berfungsi sebagai fasilitator. Dan motivasi bukan sebagai perancang dan penentu keputusan harus dipatuhi siswa secara mutlak.
Pengarahan yang diberikan guru kepada siswa pada keseluruhan tahapan menulis yang dimulai dari pemenulis sampai pada publikasi, pada dasarnyan merupakan pembuka jalan bagi siswa untuk mencapai tingkat kemampuan menulis secara mandiri. Hal ini sesuai dengan yang telah dikemukakan oleh Moore, dkk (1996:164) dan Gunning (1992:400) bahwa guru hanya menunjukkan jalan kepada siswa bagaimana mengerjakan tugas sampai siswa dapat mengerjakan tugasnya sendiri dan bimbingan yang diberikan pleh guru hanya berfungsi sebagai perancah yang menguatkan potensi siswa untuk mencapai kemampuan maksimalnya.
Agar proses pembelajaran kontekstual lebih efektif dalam pembelajaran menulis bahasa indonesia, guru perlu melaksanakan beberapa hal dibawah ini.
1) Mengkaji konsep dan kompetensi dasar yang akan dipelajari oleh siswa.
2) Memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proes pengkajian secara seksama.
3) Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa, selanjutnyan memilih dan mengaitkannya dengan konsep dan kompetensi yang akan dibahas dalam proses pembelajaran kontekstual.
4) Merancang pembelajaran dengan mengaitkan konsepatau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan lngkungan kehidupan mereka.
5) Melakasanakan pembelajaran dengan selalu mendorong siswa untuk mengaitkan apa yang sedang dipelajari dengan pengetahuan/pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya dan mengaitkan apa yang dipelajarinya dengan fenomena kehidupan sehari-hari.
6) Melakukan penilaian terhadap pemahaman siswa (Nurhadi dan Senduk, 2003:22)
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, strategi pembelajaran menulis bahasa indonesia yang dipilih guru harus memenuhi syarat-syarat berikut ini.
1) Menekankan pada pemecahan masalah, pembelajaran kontektual dapat dimulai dengan suatu simulasi atau masalah nyata. Dalam hal ini, siswa menggunakan keterampilan berpikir kritis dan pendekatan sistematik untuk menemukan dan mengungkapkan masalah, dan mingkin juga menggunakan isi materi pembelajaran bahasa indonesia untuk menyelesaikan masalah. Masalah yang dimaksudkan adalah yng relevan dengan kelurga siswa, pengalaman, sekolah, tempat kerja, dan masyarakat yang memiliki arti penting bagi siswa.
2) Mengakui kebutuhan pembelajaran terjadi diberbagai konteks, misalnya dirumah, masyrakat, dan tempat-tempat lainnya. Pembelajaran kontekstual menyarankan bahwa pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari fisik dan kontks sosial, dimana siswa berkembang. Bagaimana dan di mana siswa memperoleh dan memunculka pengetahuan selanjutnya menjadi sangat berarti, dan pengalaman belajarnya akan diperkaya jika siswa mempelajari keterampilan didalam konteks yang bervariasi (rumah, masyarakat, sekolah dan keluarga).
3) Mengontrol dan mengarahkan pembeljaran siswa, sehingga mereka menjadi pembelajar yang mandiri. Akhirnya, siswa harus menjadi pembelajar sepanjang hayat yang mampu mencari, menganalisis, dan menggunakan informasi tanpa atau dengan sedikit bimbingan, dan semakin menyadari bagaimana mereka memproses infoprmasi, menggunakan strategi pemechan msalah, serta memanfaatkannya. Untuk mencapai itu, melalui pembelajaran kontekstual, siswa harus diperkenankan melakukan uji coba, menggunakan waktu dan strutur materi untuk refleksi, dan memperoleh dukungan yang cukup serta bantuan untuk berubah dari pembelajaran dependen menjadi pembelajaran yan independen.
4) Bermuara pada keragaman konteks hidup yang dimiliki siswa. Secara menyeluruh ternyata siswa sangat beragam ditinjau dari perbedaan dalam nilai, adat-istiadat sosial, dan perspektif. Dalam pembelajaran kontekstual, perbedaan tersebut dapat menjadi daya pendorong untuk belajar dan sekaligus mnambah kompleksitas pembelajaran itu sendiri. Kerja sama tim dan aktivitas kelompok belajar didalam kegiatan pembelajaran kontekstual sangat menghargai keragaman siswa, memperluas perspektif, dan membangun keterampilan interpersonal, yakni berpikir melalui berkomunikasi dengan orang lain.
5) Mendorong siswa untuk belajar dari sesamanya dan bersama-sama atau menggunakan kelompok belajar interdependen. Siswa akan dipengaruhi dan sekaligus berkontribusi terhadap pengetahuan dan kepercayaan orang lain. Kelompok belajar atau komunitas pembelajaran akan terbentuk didalam tempat kerja dan sekolah kaitannya dengan suatu usaha untuk bersama-sama memakai pengetahuan, memusatkan pada tujuan pembelajaran, dan memperkenankan semua siswa untuk belajar dari sesamanya. Dalam hal ini, guru harus bertindak sebagai fasilitator, pelatih, dan pembimbing akademis.
6) Menggunakan penilain autentik. Pembelajaran kontekstual diharapkan membangun pengetahuan dan keterampilan dengan cara yang bermakna melalui pengikutsertaan siswa kedalam kehidupan nyata dan konteks autentik. Untuk kegiatan pembelajaran yang demikian itu diperlukan suatu bentuk penilaian yang didasarkan pada metodologi dan tujuan dari pembelajaran itu sendiri, yang disebut penilaian autentik. Penilaian autentik menunjukkan bahwa pembelajran telah terjadi, menyatu kedalamkegiatan pembelajaran, dan memberikan kesempatan dan arahan kepada siswa untuk maju, dan sekaligus dipergunakan sebagai alat ontrol untuk melihat kemajuan siswa dan umpan balik bagi pelaksana pembelajaran (Nurhadi, dkk,2004:22-23).
2.6.5 Strategi Pembelajaran Kontektual
Sementara itu, Center Occupational Research and Development (CORD) (Dalam Nurhadi dan Senduk, 2003:23) menyampaikan lima strategi bagi guru dalam rangka penerapan pembelajaran kontekstual, yan diringkas dengan REACT berikut ini.
1) Relating,belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata.
2) Experiencing, belajar ditekankan kepada penggalian (eksplorasi), penemuan (Discovery),dan penciptaan (invention)
3) Applying, belajar bila mana pengetahuan dipresentasikan didalam konteks pemanfaatannya.
4) Coorperating, belajar melalui konteks komunikasi interpersonal, pemakaian bersama, dan sebagaianya.
5) Transferring, belajar melalui pemanfaatan pengetahuan dalam situasi atau konteks baru.
2.6.6 Implemintasi Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dalam
Pembelajaran Menulis Wacana Argumentasi
Berikut ini akan diuraikan secara berurut (1) perencanaan pembelajaran menulis WA denga strategi Pembelajaran Kontekstual, (2) pelaksanaan pembelajaran menulis WA dengan strategi Pembelajaran Kontekstual, dan (3) evaluasi pembelajaran menulis WA dan strategi Pembelajaran Kontekstual.
Perencanaan Pembelajaran Menulis Wacana Argumentasi dengan strategi Pembelajaran Kontekstual perencanaan pembelajaran merupakan perangkat mengajar yang sangat penting yang harus disiapkan guru sebelum mengajar.Dengan perencanaan yang matang dan baik, proses kegiatan belajar dan mengajar yang dilakukan dapat berjalan dengan baik. Hal ini sejalan dengan pendapat Syaf’ie (1999:21) Bahwa perencanaan pembelajaran adalah keseluruhan proses pemikiran tentang hal hal yang dikerjakan secara sistematis berkaitan dengan kebutuhan dan tujuan pembelajaran, pengembangan bahan pembelajaran, stategi kegiatan belajar mengajar untuk memenuhi kebutuhan dan pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditentukan, serta cara cara untuk mengetahui apakha kebutuhan telah terpenuhi, dan apakah tujuan telah tercapai.
Untuk menyusun perencanaan yang baik, ada tiga komponem utama yang perlu diperhatikan seorang guru. Ketiga komponen itu adalah (1) tujuan pembelajaran yang akan dicapai, (2) pelaksanaan pembelajaran, (3) penilaian hasil pengajaran. Ketiga komponen itu akan berjalan dan disampaikan secara sinergis dalam suatu proses pembelajaran.
Penerapan strategi pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran menulis WA dimulai dari tahap perencanaan. Hal ini dikarenakan oleh keberhasilan penerapan suatu strategi dalam suatu pembelajaran ditentukan oleh benar tidaknya pengimplemintasikan stategi itu pada perencanaan.
Ada lima aspek yang penting dirumuskan pada perencanaan pembelajaran menulis WA dengan stategi pembelajaran kontekstual, yaitu aspek (1) Perencanaan Pembelajaran, (2) kegiatan pembelajaran, (3) materi, (4) media, (5) evaluasi. Perumusan dan penyusunan aspek aspek perencanaan itu diarahkan se[penuhnya pada pengefektifan pembelajaran menulis WA dengan strategi pembelajaran kontekstual.
Perumusan tujuan pembelajaran menulis WA dengan strategi pembelajaran kontekstual senantiasa difokuskan pada indikator hasil belajar yang diharapkan pada setiap tahapan menulis. Dalam menetapkan kegiatan pembelajaran didasarkan pada karekteristik siswa baik individu maupun kelompok, serta ruang kelas dan fasilitas yang tersedia. Selanjutnya dalam menetapkan dan mengembangkan materi, dilaksanakan dengan pertimbangan kemanfaatan, alikasi waktu, kesesuaian, ketepatan, situasi dan kondisi lingkungan, kemampuan guru, tingkat perkembangan siswa, fasilitas, pengorganisasian materi, keseimbangan aspek disiplin dan fleksibilitas. Untuk memudahkan siswa dalam belajar, maka komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar dilaksanakan dengan bantuan media/alat peraga yang disesuaikan dengan tujuan kebutuhan siswa, tingkat kesulitan dan konsep pembelajaran, serta menarik. Agar dapat mengukur indikator hasil belajar yang lebihkomprehensif, maka efaluasi dilakukan dengan dua cara, yakni evaluasi proses dan hasil denga alat evaluasi melalui tes dan non tes.
Pelaksanaan Pembelajaran Menulis WA dengan strategi pembelajaran kontekstual pencapaian tujuan pembelajaran ditentukan oleh komponen guru,siswa, serta pendekatan atau strategi yang digunakan. Aktivitas belajar siswa untuk mencapai tujuan , tidak dibentuk oleh sekedar skemata yang dimilikinya, melainkan terbentuk melalui pemberian bantuan berupa bimbingan khususnya bimbingan dari guiru. Pengetahuan dan keterampilan siswa tidak dibentuk oleh brain individual melainkan internalisasinya dengan lingkungan sosial dan budaya siswa. V ygotsky (dalam Spodek 1994:77) mengemukakan bahwa kemampuan berpikir anak pada Zone Of proximal didukung atau dibimbing oleh pemikiran orang-orang yang lebih dewasa sehingga mereka dapat bertindak dan belajar tentang pengetahuan yang baru. Hal tersebut menunjukkan bahwa dari segui kongnitifnya semua kemampuan serta aktifitas belajar siswa diperoleh lewat adanya bantuan dari orang lain dalam hal ini guru.
Dalam pembelajaran menulis wacana argumentasi dengan strategi pembelajaran kontekstual, bimbingan atau bantuan guru diberikan dalam bentuk penerapan suatu proses menulis dengan pendekatan proses, pemanfaatan gambar, pemberian model, pemberian pertanyaan dan jawaban, dan diskusi kelompok dan kesejawatan. Adapun proses pembelajaran kontekstual wacana argumentasi dengan stategi pembelajaran kontekstual yang dilakukan oleh guru dan siswa secara bertahap dapat diuraikan sebagai berikut.
(1) Pada tahap pramenulis, pembelajaran berfokus pada pencurahan topik, pemilihan topik, pengembangan topik, pemilihan judul dan penyusunan kerangka wacana argumentasi. Guru memberikan bimbingan dengan cara (1) bercurah pendapat dengan memanfaatkan beberapa gambar untuk mencurahkan sejumlah topik sesuai dengan tema pembelajaran, (2) memilih topik dengan bertanya jawab, (3) mengembangkan topik dengan bercurah pendapat, (4) memilih judul dengan bertanya jawab, dan (5) membimbing siswa dalam menyusun kerangka WA dan bertanya jawab.
(2) Pada tahap pengedaran, pembelajaran berfokus pada pengembangan kerangka wacana argumentasi menjadi draf yang utuh. Guru membimbing siswa dengan membagikan model WA untuk dibaca dan dipahami dengan cara diskusi kelompok, kemudian guru mengarahkan siswa dengan pertnyaan-pertanyaan penuntun dalam mengembangkan kerangka menjadi draf WA yang utuh.
(3) Pada tahap penyuntingan, pembelajaran berfokus pada perbaikan dan pernyuntingan terhadp aspek-aspek yang meliputi isi/penataan kembali pengembangan gagasan dalam draf awal dengan menambah, mengganti, menghilangkan, menukar kata/frase atau kalimat yang tidak tepat/kurang lengkap, kesalahan penggunaan ejaan dan tanda baca serta pilihan kata, dalam kegiatan ini si9swa dibimbing dengan tanya jawab, perbaikan penyuntingan kesejawatan, pemberian balikan, dan penugasan.
(4) Pada tahap publikasi, pembelajaran berfokus pada memublikasikan WA yang ditulis oleh siswa. Guru membimbing siswa dengan kegiatan pemodelan cara membaca yang baik didepan kelas, bercerah pendapat, penugasan, dan pemberian balikan langsung.
Evaluasi pembelajarn menulis WA dengan strategi pembelajaran kontekstual. Penilaian merupakan suatu proses pengumpulan, pelaporan, dan penggunaan informasi tentang belajar siswa yang diperoleh melalui pengukuran untuk menganalisis dan menjelaskan unjuk kerja atau prestasi siswa dalam mengerjakan tugas-tugas terkait. Proses penilaian mencakup pengumpulan sejumlah bukti-bukti yang menunjukan pencapaian hasil belajar siswa. Dengan demikian penilaian adalah suatu pernyataan berdasarkan sejumlah fakta untuk menjelaskan karekteristikseseorang atau sesuatu (Puskur, 2002 : 2). Puhl (1997:3) membedakan kinsop penilain yang disebutnyan sebagai assessmen dengan konsep evaluasi. Penilain atau assessmen menurut puhl, merupakan proses untuk mengumoulkan informasi tentang belajar siswa dari berbagai sumber untuk membantu siswa tersebut dalam belajar. Sedangkan, konsep evaluasi menekankan pada penentuan keputusan terhadap suatu hasil/produk, respon, atau performasi berdasarkan kriteria tertentu.
Pendapat-pendapat tersebut mengisyaratkan bahwa penilaian pada dasarnyan bukan sekesar untuk menentukan berhasil atau tidaknya siswa dalam belajar. Akan tetapi, lebih penting dari itu penilain sebagai alat untuk membantu siswa dalam belajar. Bantuan yang dilakuakan dengan cara mengumpulkan sebanyak banyaknya informasi tentang belajar siswa sehingga seorang guru dapat mengetahui kesulitan kesulitan belajar yang dihadapi siswa tersebut. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh seorang guru. Hal itu dilakukan untuk mengetahui apakah siswa telah belajar dengan benar atau tidak. Jika informasiyang didapat memberikan gambaran bahwa kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa telah berjalan dengan benar, maka guru dapat terus melanjutkan kegiatan belajar. Akan tetapi, jika informasi yang diperoleh menggambarkan siswa mengalami kesulitan dalam belajarnya, maka guru diharapkan membantu siswa yang mengalami kesulitan itu.
Untuk melakukan penilain terhadap belajar siswa tidak hanya dengan melihat hasil belajar, tetapi dilakukan melihat proses belajar yang dilakukan siswa. Burns,dkk (1996:542) mengenukakan bahwa guru dalam pembelajaran lebih baik menggunakan penilaian informal dari pada penilaian formal.Cooper (2000:525) mangelompokkan jenis penilaian informal, yaitu penggunaan ceklis, obsevrasi, dan penilain performasi atau tugas. Sementara itu, Topkins (1994:373) menyatakan bahwa untuk perkembangan dan kemajuan belajar siswa dalam menulis dapat menggunakan penilain informal. Penilain yang di lakukan dapat berupa penilaian proses dan penilaian produk atau hasil.
Penilaian informal merupakan jenis penilaian yang tiudak standart yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran menulis WA penilaian informal dapat dilakukan dengan cara melihat proses kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dari tahap pramenulis, pengedrafan, perbaikan dan pernyuntingan, dan pemublikasian. Penilaian informal juga dilakukan dengan melihat produk yang dihasilkan siswa dalam pembelajaran. Penilaian dapat dilakukan dengan melihat hasil tugas (performance task) atau dengan tes tak standart. Berdasarkan pendapat pendapattersebut, dapat disimpulkan bahwa penilaian yang digunakan dalam pembelajaran menulis WA dengan strategi pembelajaran kintekstual tidak hanya menekankan pada hasil. Akan tetapi penilaian juga dilakukan dengan melihat bagaimana proses belajar yang dilakukan siswa. Penilaian hasil dilakukan dengan melihat perfonmasi siswa yang diwujudkan dala bentuk hasil capaian siswa dalam setiap indikayor hasil belajar pada setiaptahapan menulis dan tulisan WA yang di hasilkannya. Adapun penilaian proses dilakukan dengan menggunakan tehnik observasi, ceklis dan penilaian sejawat.
Evaluasi proses Pembelajara Menulis WA dengan Strategi Kontekstual.
Penilaian proses dalam pembelajaran adalah upaya memberi nilai terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukan pleh siswa dan guru dalam upayauntuk mencapai tujuan pembelajaran (Sudhana, 2001:3). Sementara itu T omkins (1994:379) menyatakan bahwa penilaian proses adalah penilaian yang dirancang untuk begaimana siswa menulis. Keputusan yang diambil dilakukan pada saat mereka menulis dan berdasarkan strategi yang digunakannya bukan pada produk tulisan mereka.
Penilaian proses yang dilakukan guru terhadap kegiatan pembelajaran menulis WA dilaksanakan dari tahap pramenulis, pengedrafan, perbaikan dan penyuntingan dan publikasian. Penilaian dilakukan dengan mengumpulkan informasi atau mendata intensitas keaktifan, keseriusan, keantusiaan, dan keberanian untuk kerja siswa selama kegiatan pembelajaran.
Pada pramenulis penilaian proses penulisan dilakukan dengan melihat aktivitas belajar siswa selama proses penyusunan kerangka WA. Aktivitas-aktivitas yang perlu diamati guru sebagai bahan penilaian proses pada tahap pramenulis, yaitu (1) proses bercurah pendapat untuk mencurahkan topik, (2) proses bertanya jawab untuk memilih topik, judul dan menyusun kerangka WA, (3) proses penugasan mencari bahan tulisan untuk persiapan menulis draf wacana argumentasi penilaian proses pada tahap[ pengedrafan mencakup kegiatan yang dilakukan siswa dalam mengembangkan kerangkan tulisan menjadi tulisan WA yang utuh. Aktivitas siswa yang dapat dinilai oleh guru meliputi (1) proses mengembangkan gagasan-gagasan pokok pada kerangka tulisan menjadi paragraf, (2) proses mengembngkan paragraf menjadi draf WA yang utuh.
Pada tahap perbaikan, penilaian proses dilakukan pada saat siswa memperbaiki aspek isi tulisan. Aktivitas siswa yang dapat dinilai guru, yaitu (1) proses memeriksa dan memperbaiki kesalahan penggunaan gagasan utama dan penjelas, (3) proses memeriksa dan memperbaiki penggunaan kata, kalimat dan penanda WA, dan (4) proses menulis kembali draf yang telah diperbaiki siswa lain.
Penilaian proses pada tahap penyuntingan dilakukan pada saat siswa melakukan aktivitas dan memperbaiki aspek kebahasaan tulisan. Aktivitas yang dinilai, yaitu (1) proses memeriksa dan memperbaiki penulisan ejaan, (2) proses memeriksa dan memperbaiki penggunaan tanda baca, (3) proses memeriksa dan memperbaiki penulisan judul, kata depan/awalan, dan kata hubung, dan (4) proses menulis kembali draf yang telah diperbaiki menjadi draf akhir.
Penilaian proses dalam pembelajaran WA dapat menggunakan beberapa tekhnik. Dalam pembelajaran menulis WA dengan strategi pembelajran kontekstual ada tiga penilaian yang dapat digunakan. Tehnik penilaian itu, yaitu observasi, daftar cek, dan penilaian sejawat. Ketiga tehnik tersebut dibahas lebih lanjut sebagai berikut.
(a) Teknik Observasi
Nurgiantoro (2001:57) menyatakan bahwa observasi adalah penilaian yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara langsung, teliti dan sistematis. Kegiatan pengamatan itu disertai dengan kegiatan pencatatan terhadap sesuatu yang diamati. Sementara itu Tompkins (1994:373) menyatakan bahwa dalam pembelajaran menulis, observasi dilakukan berkenaan dengan sikap siswa dalam menulis, strategi yang digunakan, bagaimana siswa berinteraksi dengan siswa lain selama proses menulis.
(b) Teknik Penggunaan Daftar Cek
Daftar cek sangat baik untuk memantau berbagai aspek kemampuan siswa dalam belajar (Coopert, 2000:534). Sementara itu Tompkins (1994:379) menyatakan bahwa penggunaan daftar cek dapat digunakan untuk mendaftar beberapa karakteristik aktivitas pada setiap tahap proses menulis.Guru mengobservasi siswa dalam menulis dan berpartisipasi dalam setiap aktivitas menulis, memeriksa, serta memberikan komentar yang diberikan terhadap aktivitas yang diamati. Siswa dapat juga menggunakan daftar cek untuk penilaian diri sendiri. Penilaian dengan menggunakan daftar cek dapat digunakan oleh guru dan siswa. Penggunaan daftar cek oleh guru dilakukan untuk mementau unsur tulisan apa saja yang belum atau telah dipahami dan pada tahap apa unsur-unsur itu dilakukan dalam proses menulis. Adapun penggunaan daftar cek oleh siswa dilakukan pada saat perbaikan dan penyuntingan melalui penilaian sejawat (peer-assessment) dan penilaian diri sendiri (Self-assessment).
(c) Penilaian sejawat (peer-assessment)
Penilaian sejawat (peer-assessment)dapat didefinisikan sebagai sebuah respon dalam berbagai bentuk terhadap pekerjaan siswa lain (puhl, 1997:7). Selanjutnya (puhl 1997:8) menyatakan bahwa respon yang diberikan siswa terhadap pekerjaan siswa lain meliputi berbagai sistem kode. Misalny, ucapan/komentar lisan, komentar/catatan menulis, ceklis, simbol nonverbal, skala angka, warna dan sebagainya.Dalam pembelajaran menulis WA, penilaian sejawat dapat dilakukan pada tahap pebaikan dan penyuntingan. Siswa selaindapat melakukan perbaikan terhadap draf tulisan siswa lain sebenarnya juga telah melakukan proses penilaian. Melalui penilaian sejawat ini juga, siswa akan terbantu melakukan refleksi terhadap hal-hal yang masih kurang pada dirinya dalam menulis.
Evaluasi Hasil Pembelajaran Menulis WA dengan Pembelajaran Kontekstual.
Penilaian hasil difokuskan pada kualitas tulisan yang dihasilkan siswa dan sering disamakan dengan penilaian tugas (Tompkins,1994:389). Selanjutnya, menurut Tomkins salah satu tehnik yang dapat dilakukan untuk menilai hasil tulisan siswa adalah tehnik skor analitik.
Penulisan produk dengan tehnik skor analitik dilakukan dengan cara menilai aspek-aspek pembentuk tulisan. Masing-masing aspek atau komponen memiliki skor yang berbeda-beda bobotnya. Dengan demikian, sebuah tulisan WA yang dihasilkan siswa dinilai dengan melihat berbagai aspek pembentukan tulisan itu sendiri. Diederisch (Tompkins,1994:391) mengembangkan sistem skor analitik untuk perfomansi menulis menjadi dua katagori utama. Kedua katagori itu adalah (1) katagori tulisan secara umum, dan (2) katagori tehnik penulisan. Penanda spesifik pada katagori isi tulisan secara umum berupa ide tulisan, pengorganisasian, susunan kata, dan daya tarik tulisan. Penanda spesifik pada tehnik penulisan berhubungan dengan struktur kalimat, penggunaan tanda baca dan huruf kapital, ejaan, dan kerapian tulisan.
Penilaian dengan menggunakan tehnik analitik (analytic scoring) meliputi pemisahan berbagai ciri-ciri suatu tulisan kedalam komponen-komponen untuk tujuan penilaian. Kauntungan penuilaian ini dalam kelas adalah dapat memberikan balikan langsung yang bersifat diagnostik kepada siswa. Penilaian cenderung lebih reliabel. Semantara Machmoed (1983:11) menyatakan bahwa agar guru dapat memberikan penilaian tulisan seobjektif mungkin serta mendapatkan informasi yang cukup mendalam untuk kepentingan tindakan diagnostik-edukatif, maka penilaian holistik dan analitik akan sangant bermanfaat.
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, disimpulkan bahwa produk dengan tehnik analitik dapat digunakan dalam menilai indikator hasil belajar pada setiap tahap menulis dan hasil tes akhir tindakan menulisa WA.Hasil tulisan berupa WA yang dibuat siswa dalam pembelajaran menulisa WA dengan strategi pembelajaran kontekstual akan dinilai berdsarkan komponen pembentuk WA itu sendiri. Penilaian pada komponen tulisan WA menekankan pada lima hal, yaitu (1) penataan gagasan, (2) tata bahasa, (3) kosa kata,(4) ejaan, dan (5) tanda baca. Untuk keperluan penilian produk tulisan siswa dalam pembelajaran menulis WA dengan strategi pembelajaran kontekstual dibutuhkan panduan penskoran. Panduan yang dibutuhkan berupa profil kemampuan menulis WA. Profil kemampuan menulis akan digunakan sebagai panduan guru dalam menilai atau menentukan kualifikasi keberhasilan siswa dalam menulis tulisan WA.
Menulis merupakan menuangkn gagasan atau pikiran melalui bahasa tulis. Pengungkapan gagasan dalam kegiatan menulis, memerlukan kemampua berpikir produktif secara optimal, sehingga pesan yang disampaikan dalam tulisan itu bermanfaat bagi pembaca.
Menulis WA, memerlukan aktifitas berpikir secara sistematis dan logis dalam menuangkan gagasan yang berupa argumen-argumen yang disertai dengn alasan-alasan yang tepat untuk meyakinkan pembaca. Oleh karena itu, dalam menulis wacana argumentasi, penulis hendaknya berpikir secara kritis.
Menulis wacana argumentasi merupakan salah satu bentuk menulis yang perlu di pahami dan dikuasai oleh siswa. Oleh karena itu, pembelajaran menulis wacana argumentasi perlu di efektifkan. Salah satu upaya yang dilakukan oleh guru adalah memilih dan menentukan strategi pembelajaran yang tepat. Hal ini dimaksudkan pula agar kmampuan siswa dalam menulis wacana argumentasi dapat di tingkatkan. Peningkatan kemampuan siswa dalam pembelajaran menulis wacana argumentasi tidak hanya di bentuk oleh skemata yang dimiliki oleh siswa sendiri tetapi dapat pula melalui pemberian bantuan/bimingan oleh guru terhadap oleh para siswanya utuk berproses dan menemukan sendira problem yang di hadapi.
Strategi pembelajaran kontekstual adalah salah satu strategi dalam pemelajaran yang ddapat mengefektifkan pembelajaran untuk mengembangkan keterampilan menulis. Dalam pelaksnaan pembelajarannya lebih menekankan menulis sebagai suatu proses. Dengan menggunakan pendekatan kontekstual, guru akan lebih tararah pada kegiatan proses menulis siswa.
Pemberian bimbingan oleh guru dalam kegiatan menulis, merupakan kebutuhan siswa untuk meningkatka kemampuan menulisnya yang diimplementsikan dalam kegiatan pembelajaran menulis. Kegiatan pembelajaran menulis melalui bimbingan agar siswa dapat menemukan sendari tentang menulis argumentasi melalui proses tahapan yang dilaksanakan siswa, bukan berarti ” mengurangi ” kemandirian individualitas siswa tetapi siswa dipandang sebagai subjek yang memiliki kemampuan menulis kreatif yang dapat dikembangkan. Dalam pelaksanaan pembelajaran ini guru bukan sebagai perancang dan penentu keputusan tentang proses menulis yang harus dipatuhi siswa secara mutlak, melainkan sebagai mutivator dan fasilitator yang mengarahkan siswa dalam menulis.
Penerapan pembelajaran kontekstual dalam pembelajan menulis merupakan serangkai kegiatan pemberian bimbingan kepada siswa melalui tahapan-tahapan menulis yang berdasar pada pendekatan menulis proses. Tahapan menulis itu meliputi pramenulis, pengedrafan, perbaikan, penyutingan, dan publikasi.
Pada tahap pramenulis, kegiatan yang dilakukan menyakup pencurahan topik, pemilihan topik, pengembangan topik, pemilihan judul, dan penyusunan kerangka wacana argumentasi. Guru mengarahkan dan mmbimbing siswa dengan brtanya jawab, bercurah pendapat berdasarkan pengamatan terhadap gambar, dan penugasan.
Dan tahap pengendrafan, kegiatan yang dilakukan oleh siswa berfokus pada pengembangan kerangka menjadi draf wacana argumentasi yang utuh. Dalam kegiatan ini siswa dibimbing dengan bertanya jawab, menghadirkan suatu model teks wacana argumentasi, diskusi, dan penugasan.
Pada tahap perbaikan dan penyutingan, kegiatan yang dilakukan adalah memperbaiki dan menyuting draf wacana argumentasi dengan bumbungan guru melalui kegiatan bertanya jawab, bekerja sama dengan tema yaitu melakukan perbaikan kesejawatan, pemberian balikan dari guru, dan penugasan.
Pada tahap yang terakhir, yaitu publikasi. Kegiatan yang dilakukan adalah mempublikasikan wacana argumentasi yang disusun dengan cara membacakannya didepan kelas atau menempelkan hasil tulisannya di majalah dinding dengan bimbingan guru melalui kegiatan pemodelan, tanya jawab, curah pendapat, penugasan, dan pemberian tulisan.


BAB III
METODE PENELITIAN


Pada bagian ini disajikan beberapa pokok bahasan, diantaranya (1) desain penelitian, (2) data dan sumber data, (3) prosedur dan tehnik pengumpulan data, (4) analisi data, dan (5) pengecekan hasil analisis data.
3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian
Sesuai rumusan masalah, tujuan penelitian karakteristik pengumpulan data, dan analisis data. Maka penelitian ini termasuk rancangan penelitian deskriptif kualitatif dipilihnya rancangan ini di dasarkan pada pertimbangan bahwa (1) penelitian ini dilakukan pada latar alamiah, (2) penelitian ini menggunakan manusia, dalam hal ini peneliti sebagai instrumen utama, (3) data yang dikumpulkan ajaran-ajaran dan tindakan, (4) penelitian yang lebih memperhatikan proses dari pada hasil, dan (5) analisis data yang dilakukan bersifat induktif. Dasar pertimbangan tersebut sejalan dengan karakteristik penelitian kualitatif yang dikemukakan oleh Bodgan dan Biklen (1992:27-38).
Ada tiga tipe penelitian kualitatif yang dikemukakan oleh Bodgan dan Biklen (1992), yakni (1) evaluasi, (2) pedagogi (3) tindakan. Tipe penelitian evaluasi kualitatif berusaha mendeskipsikan dan menulis suatu perubahan program tertentu dengan tujuan memperbaiki dan atau meniadakan program itu. Tipe penelitian pedagogi tujuannya adalah agar guru lebih efektif dalam mengajarkan suatu materi atau dalam tugas klinisnya untuk memperoleh gambaran seberapa efektif pekerjaan yang diembannya, dan bagaiman menjadi dapat lebih baik. Sedangkan tipe penelitian tindakan bertujuan untuk menggalakkan perubahan sosial yang sesuai dengan kepercayaan penganjur.
Sebelum membuat dan menetapkan rancangan penelitian, terlebih dahulu peneliti mengadakan studi pendahuluan, yaitu dengan menanyakan kepada guru yang mengajarkan bahasa Indonesia di kelas II SMP Negeri I Gili Genting Kabupaten Sumenep tentang penyusunan program perencanaan, pelaksanaan program, dan penilaian terhadap pembelajaran menulis argumentasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Nasution (1988:31), bahwa seelum peneliti menyusun desain penelitian, maka dianjurkan untuk mengadakan studi pendahuluan. Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai masalah yang diteliti. Dengan demikian, dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif bidang pendidikan khususnya pendidikan bahasa indonesia di SMP Negeri I Gili Genting Sumenep.
Penelitian yang dirancang dengan prosedur diskriptif kualitatif ini, dilakukan dengan mengikuti prosedur (1) kegiatan pralapangan, (2) pekerjaan dilapangan, dan (3) analisis data (Bodgan dalam moleon, 1988:72-94). Kegiatan pralapangan dalam rancangan kualitatif bertujuan untuk mengenal lingkungan sosial, lingkungan fisik, konteks keudayaan dan sebagainya. Kegiatan pokok yang dapat dilakukan dalam penelitian ini, adalah (1) menyusun rancangan penelitian, (2) memilih lapangan penelitian, (3) mengurus surat izin penelitan, (4) menilai keadaan lapangan , (5) memilih subjek penelitian, dan (6) mempersiapkan kelengkapan penelitian, seperti taspe recorder dan catatan harian penelitian.
Dalam kegiatan pralapangan peneliti memperoleh informasi bahwa tahun pembelajaran 2008/2009 jumlah kelas di SMP Negeri I Gili Genting sebanyak 10 kelas, dengan rincian kelas I terdiri dari 4 kelas, kelas II terdiri dari 3 kelas, dan kelas III terdiri dari 3 kelas. Setelah kegiatan pralapangan selesai, dilakukan kegiatan lapangan yang disisi dengan kegiatan pengumpulan informasi sebanyak mungkin mengenai persoalan-persoalan yang menjadi fokus penelitian secara alamiah. Alamiah dalam hal ini dimaksudkan bahwa kegiatan pengumpulkan informasi tersebut dilakukan tanpa ada upaya untuk mempengaruhi subjek penelitian.
3.2 Data dan Sumber Data
Dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu data primer dan data sekunder (data utama) berupa hasil pendokumentasian penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran menulis bahasa Indonesia di kelas. Terutama yang berwujud data verbal dari guru dan siswa. Data sekunder penelitian ini berupa berbagai informasi, tanggapan, dan respon guru dan siswa berkenaan penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran menulis argmentasi bahasa Indonesia. Berbagai informasi tersebut berkaitan dengan dokumen-dokumen (1) persiapan pembelajaan, (2) pelaksanaan pembelajaran (3) pelaksanan penilaian. Data perimer berupa data penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran menulis argumentasi diperoleh melalui observasi, studi dokumentasi, wawancara, an catata lapangan (Moleong, 1991:112). Data kedua berupa berbagai informasi tentang penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran menulis argumentasi diperoleh melalui wawancara dengan guru dan siswa berbagai subjek penelitian.
Dari sumber data pertama, yakni selaku guru selaku subjek penelitian digali lima hal, yakni (1) persiapan pembelajaran menulis argumentasi bahasa Indonesia, (2) pelaksanaan pembelajaran menulis argumentasi bahasa Indonesia, (3) penilaian pembelajaran menulis bahasa Indonesia, (4) kendala-kendala yang dialami oleh guru, dan (5) upaya yang dilakukan oleh guru dalam mengatasi kendala. Data dari siswa berupa nilai mata pelajaran bahasa indoneia terutama yang berupa hasil pembelajaran menulis (karangan) argumentasi dan dari angket siswa tentang pelaksanaan pembelajaran menulis bahasa indonesia.
Setelah kegiatan lapangan selesai, maka dilakukan kegiatan yang terakhir, yakni melakukan analisis data. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah (1) mengorganisasi data, (2) mengurutkan data, (3) mengkatagorisasikan data penelitian.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Prosedur merupakan serankaian kegiatan yang ditempuh dalam pengumpulan data, sedangkan teknik merupakan cara yang ditempuh dalam pengumpulan data. Langkah umum yang ditempuh untuk mendapatkan data penelitian adalah (1) peneliti mengamati secara langsung kegiatan pembelajaran menulis argumentasi di kelas, (2) peneliti merekam peristiwa pembelajaran menulis argumentasi dengan tipe recorder dan catatan lapangan, dan (3) peneliti memanfaatkan berbagai informas yang digali dengan wawancara da studi dokumentasi. Teknik pengamatan dan perekaman dilakukan untuk memperoleh data tentang materi pembelajaran, peneliti berperan sebgai pengamat, artinya peneliti melakukan pengamatan dan pencatatn data yang dianggap perlu tanpa menjadi anggata resmi kelompok yang diamati.
Ada beberapa alasan mengapa peneliti berperan sebagai instrumen utama dalam peneliti ini. Pertama, alat bantu yang digunakan untuk menjaring data verbal seperti tape recorder tidak dapat berfungsi optimal tanpa keterlibatan peneliti. Kedua, data yang dijaring dengan alat berbentuk tape recoder, tidak dapat merekam semua aspek konteks, sehingga untuk memberi makna data secara akurat diperlukan keterlibatan peneliti. Ketiga, proses pemberian makna terhadap verbal yang dijaring dengan alat bantu hanya dilakukan oleh peneliti. Peneliti sangat berperan dalam melengkapi data yang tidak terjaring oleh alat bantu, seperti aspek nonverbal yang mengiringi data verbal yang direkam.
Selain mengadakan pengamatan langsung, peneliti juga mengadakan perekaman. Hal ini bertujuan untuk menjaring data berupa pelaksaaan kegiatan pembelajaran, sehingga proses transkripsi data tersebut akan lebih sempurna. Perekaman ini dilakukan kepada guru kelas II yang sedang menyajikan materi pembelajaran menulis argumentasi bahasa indonesia kepada siswa di kelas.
Telah dikemukakan bhwa data penelitian ini dikumpulkan dengan teknik (1) observasi, (2) wawancara, dan (3) studi dokumentasi. Berikut ini dikemukakan penjelasan masing-masing teknik pengumpulan data.
1) Observasi merupakan pencatatan secara sistematis fenomena-fenomena yang diselidiki. Dengan demikian, seorang peneliti sebelum terjun ke lapangan terlebih dahulu harus membuat pedoman observasi. Pedoman observasi ini sangat diperlukan untuk mengamati proses pembelajaran menulis argumentasi bahasa Indonesia yang sedang berlangsung, kinerja kelas, kinerja guru, dan kinerja siswa. Bentuk pedoman pengamatan berupa lembar pengamatan yang sudah dengan rinci menampilkan aspek-aspek dari proses yang harus diamati, dan tinggal membumbuhkan tanda cek atau menuliskan secara ringkas informasi tentang proses pembelajaran argumentasi.
2) Selain observasi, pengumpulan data penelitian ini juga dilakukan dengan mengadakan wawancara dengan subjek penelitian, yakni guru bahasa Indonesia dan siswa. Diantara kedua subjek penelitian tersebut, yang terutama adalah guru yang mengajar di kelas, apakah benar-benar sudah melakukan pendekatan kontesktual dengan baik atau belum dalam pembelajaran menulis argumentasi.
3) Studi dokumentasi dilakukan untuk mengumpulkan data, antara lain satuan pembelajaran dan hasil penilaian yang dibuat guru di SMP Negeri I Gili Genting Sumenep. Studi dokumentasi ini dapat bermanfaat ganda karena data di pakai sebagai triangulasi data untuk mendapatkan data yang valid. Data yang diperoleh dari studi dokumentasi ini kemudian diccokkan dengan teori penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran menulis wacana argumentasi. Peneliti mendapatkan dokumen dengan cara meminta kepada guru kelas II yang mengajar bahasa Indonesia di SMP Negeri I Gili Genting.
3.4 Analisis Data
Analisis data penelitian ini dilakukan dengan analisis dan kualitatif. Miles dan Huberman (1984) menyatakan bahwa analisis data kualitatif terdiri dari atas tiga alur kegiatan yang terjadi secarabersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, verfikasi dan penarikan kesimpulan.
Reduksi data dilakukan melalui kegiatan penyeleksian, pemfokusan, penyederhanaan, pengabstraksian, dan pentransferan data mentah yang telah di peroleh menjadi data yang siap dianalisis.
Penyajian data adalah menyajikan data yang telah terkumpul dengna kegiatan yang dilakukan adalah menyusun atau mengorganisasikan informasi, sehingga memungkinkan dapat dilaksanakannya tahapan analisis berikutnya yaitu penarikan kesimpulan dan verifikasi. Tahap ini merupakan penyikapan tindak lanjut dari hasil olahan data pada tahap sebelumnya.
Proses analisis data dalam penelitian ini dilakukan sejak dimulai kegiatan pengumpulan data, sejak saat observasi tindakan pada siklus pertama sampai dengan siklus terakhir. Pengumpulan dan aanlisis data mengacu pada teknik analisis data mengalir yang dikemukakan oleh Kemmis dan Tanggart (1991). Miles dan Huberman (1992), Elliot (1991) (dalam Depdikbud, 1999: 33-34). Analisi data dilakukan selama proses pengumpulan data, yakni segera dianalisis setelah data terkumpul sampai semua data selesai dikumpulkan. Ini dilakukan agar tidak terjadi penumpukan data. Dengan demikian, peneliti dapat segera membuat refleski terhadap data dan kesimpulan yang diambil bisa lebih tepat.
Langkah-langkah analisis data dan menurut Rofi’udin (1998: 36) meliputi (1) menelaah seluruh data yang telah dikumpulkan, (2) mereduksi data, yang di dalamnya melibatkan kegiatan pengkategorian dan pengklasifikasian, dan (3) menyimpulkan data verifikasi, kegiatan penelaahan ini dimulai dengan trankripsi hasil pengamatan kemudian menganalisis, mensentesis, memaknai, menerangkan, dan menyimpulkan penelaahan ini dilakukan secra keseluruhan mulai awal terkumpulnya data sampai data semua data terkumpul.
Setelah data terkumpul, dilakukan reduksi data yang melibatkan kegiatan pengkategorian dan pengklasifikasian data. Untuk memudahkan membuat kesimpulan data, maka data perlu disederhanakan. Kegiatan reduksi ini dilakukan dengan membuat ringkasan, membuat kode, membuang data yang tidak perlu, dan pengaturan data sesuai dengan masalah penelitian. Dari data yang sudah terkumpul dipisah-pisahkan sesuai dengan jenis, masalah penelitian, fokus guru dan siswa, serta berdasarkan pendekata kontekstual.
Data yang sudah diklasifikasikan, kemudian dipaparkan menurut jenisnya sesuai dengan masalah penelitian. Hal ini dilakukan agar penarikan kesimpulan dapat dilakukan dengan mudah.




3.5 Pengecekan Keabsahan Data
Pengecekan data dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa cara berikut ini.
1. Pengamatan terus menerus, yakni penliti melakukan pengamatan dan pemeriksaan secara terus-menerus terhadap hasil analisis data. Pengamatan secara terus-menerus ini sejalan dengan rancangan penelitian kualitatif.
2. Triangulasi, yakni dengan pihak lain yang dipandang dapat memahami hasil analisis data secara kritis. Pihak-pihak tersebut adalah (a) pembimbing, (b) teman sejawat, dan (c) responden.




BAB IV
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN



Pada bab ini dipaparkan data dan temuan penelitian selama pembelajaran menulis wacana argumentasi dengan pembelajaran kontekstual berlangsung. Data penelitian yang dipaparkan dalam bab ini berupa hasil pemantauan (catatan lapangan), wawancara, pengamatan kativitas guru dan siswa, serta temuan hasil tulisan WA siswa.

4.4.1 Perencanaan Pembelajaran Menulis WA Siswa Kelas II SMP Negeri I Gili Genting Melalui Pembelajaran Kontekstual
Perencanaan pembelajaran disusun guru berdasarkan KTSP yang berlaku.. Tema argumentasi yang dipilih adalah tema “Olah Raga. Tema ini sangat dekat dengan siswa. Tema ini diambil dalam kurikulum mata pelajaran Bahasa Indonesia Kelas II SLTP.
Kompetensi dasar yang ingin dicapai adalah agar siswa mampu menulis karya tulis dengan menggunakan berbagai sumber. Adapun hasil belajar yang diharapkan adalah agar siswa mampu menulis karya tulis dengan menggunakan berbagai sumber dan ditulis dengan bahasa yang sudah dimengerti dan EYD yang tepat (Puskur, 2002:85). Berdasarkan kompetensi dasar yang akan dicapai, peneliti dan praktisi merumuskan tujuan pembelajaran khusus, yaitu (1) melalui kegiatan pengamatan terhadap gambar dan bercurah pendapat, siswa dapat mencurahkan lebih dari dua topik sesuai dengan tema, (2) melalui kegiatan tanya jawab, (3) melalui kegiatan curah pendapat, siswa dapat mengembangkan topik menjadi lebih dari dua judul WA, (4) melalui kegiatan tanya jawab, siswa dapat memilih salah satu judul WA sesuai dengan minat, pengetahuan dan pengalamannya, (5) melalui kegiatan pemberian pertanyaan penuntun dari guru, siswa dapat menyusun kerangka WA dengan sistematis dan logis berdasarkan judul yang dipilih, (6) melalui bimbingan dan arahan guru dengan kegiatan tanya jawab, pemodelan, diskusi dan penugasan, siswa dapat mengembangkan kerangka menjadi draf WA yang utuh dengan memperhatikan unsur-unsur utama WA, kesistematisan dan kelogisan tulisan, pemakaian bahasa dan kosa kata, serta ejaan dan tanda yang benar, (7) melalui kegiatan penilaian kesejawatan, siswa dapat memperbaiki draf WA dengan memfokuskan pada aspek penataan gagasan, tata bahasa, dan kosa kata, (8) melalui kegiatan penilaian kesejawatan, siswa dapat menyunting draf WA dengan memfokuskan pada aspek ejaan dan tanda baca, (9) melalui kegiatan pemberian balikan dan penugasan, siswa dapat menulis kembali draf WA berdasarkan masukan yang diterima, (10) melalui kegiatan mengamati model membaca yang baik, siswa membaca WA di depan kelas dengan suara yang jelas, lafal dan intonasi yang tepat, dan lancar, (11) melalui kegiatan pengamatan terhadap penampilan teman di depan kelas, siswa dapat memberikan komentar terhadap hasil membaca temannya denagn memfokuskan pada kejelasan suara, ketepatan lafal dan intonasi, dan kelancaran membaca. Dalam mencapai tujuan pembelajaran khusus di atas, pembelajaran ini dibagi atas empat tahap pembelajaran berdasarkan tahapan aktivitas menulis proses, yaitu (1) tahap pramenulis, (2) tahap pegedrafan, (3) tahap perbaikan dan penyuntingan, dan (4) tahap publikasi. Keempat tahap tersebut diuraikan berikut ini.
Perencanaan pembelajaran pada tahap pramenulis dilaksanakan pada pertemuan partama (2x45 menit). Tujuan khusus yang akan dicapai oleh siswa yaitu (1) melalui kegiatan lebih dari dua topik sesuai dengan tema, (2) melalui kegiatan tanya jawab, siswa dapat memilih salah satu topik WA sesuai dengan minat, dan pengalamannya, (3) melalui kegiatan curah pendapat, siswa dapat mengembangkan topik menjadi lebih dari dua judul WA, (4) melalui kegiatan tanya jawab, siswa dapat memilih salah satu judul WA sesuai dengan minat, pengetahuan dan pengalamannya, (5) melalui kegiatan pemberian pertanyaan penuntun dari guru, siswa dapat menyusun kerangka WA dengan sistematis dan logis berdasarkan judul yang dipilih.
Rencana kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan guru pada tahap pramenulis, yaitu (1) membuka pelajaran dan menyampaikan secara umum kegiatan dan hasil pembelajaran pada siklus II, (2) menyampaikan tujuan pembelajaran menulis WA pada tahap pramenulsi dengan menggunakan cart, (3) memberikan motivasi dan membankitkan skemata siswa tentang tema “Olah raga”, (4) mengarahkan siswa untuk membentuk kelompok, (5) membagikan gambar yang berhubungan dengan tema kepada seluruh siswa, (6) membimbing siswa bercurah pendapat untuk mencurahkan sejumlah topik, (7) menuntun siswa dengan pertanyaan-pertanyaan arahan dalam penulisan salah satu topik yang sesuai dengan minat dan pengalaman, (8) membimbing siswa melalui curah pendapat dalam kelompok untuk mengembangkan topik yang telah dipilih menjadi dari dua judul WA, (9) mengarahkan siswa dengan tanya jawab untuk memilih salah satu judul WA yang sesuai dengan minat, pengetahuan, dan pengalamannya, (10) membimbing siswa menyusun kerangka WA dengan memberikan pertanyaan penuntun disesuaikan dengan judul atau topik yang telah dipilih, dan (11) menutup pembelajaran dengan menugaskan siswa untuk mencari dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber yang berkaitan dengan apa yang akan ditulisnya. Rencana kegiatan belajar yang diakui siswa adalah (1) memperhatikan penyampaian guru, (2) berperan serta dalam penyampaian tujuan pembelajaran menulis guru, (2) berperan serta dala penyampaian tujuan pembelajaran menulis pada tahap pramenulis, (3) memahami penjelasan dan motivasi yang diberikan guru dalam pembelajaran, (4) membentuk kelompok yang terdiri dari empat siswa perkelompok, (5) menerima dan mengamati gambar dengan seksama, (6) bercurah pendapat untuk mencurahkan sejumlah topik WA, (8) mengembangkan topik yang telah dipilih menjadi lebih dari dua judul WA melalui curah pendapat, (9) memilih salah satu judul WA sesuai dengan minat, pengetahuan, dan pengalamannya melalui kegiatan tanya jawab, (10) menyusun kerangka WA sesuai dengan judul yang dipilih, dan (11) memperhatikan penyampaian guru tentang tugas mencari bahan tulisan yang berhubungan dengan gagasan yang telah dituangkan dalam kerangka.
Materi pembelajaran yang direncanakan adalah menulis WA yang bertemakan oleh raga (menyusun kerangka WA). Media pembelajaran yang digunakan berupa cart yang berisi TPK, gambar-gambar yang berkaitan dengan tema “Olah raga”, serta LKS.
Evaluasi pembelajaran yang direncanakan adalah evaluasi proses dan hasil (produk). Evaluasi diarahkan pada aktivitas siswa yang berupa keantusiasan, keseriusan, keaktifan, dan keberanian siswa pada waktu (1) memperhatikan penyampaian dan penjelasan guru, (2) bertanya jawab dengan guru dan teman, (3) membentuk kelompok, (4) mengadakan curah pendapat dalam mencurahkan dan mengembangkan topik, (5) memilih topik dan judul WA, (6) menyusun kerangka WA, dan (7) memperhatikan tugas yang diberikan guru pada akhir pembelajaran. Sementara itu, evaluasi hasil diarahkan pada tulisan siswa yang dikumpulkan untuk dinilai, yaitu hasil dari (1) pencurahan topik wacana argumentasi, (2) penentuan topik wacana argumentasi, (3) pengembangan topik wacana argumentasi, (4) pemilihan judul wacana argumentasi, dan (5) penyusunan kerangka wacana argumentasi.
Perencanaan pembelajaran pada tahap pengedrafan dilaksanakan pada pertemuan kedua (2x45 menit). Tujuan pembelajaran khusus yang diinginkan dicapai adalah melalui bimbingan dan arahan guru dengan kegiatan tanya jawab, pemodelan, diskusi, dan penugasan, siswa dapat mengembangkan kerangka menjadi draf WA yang utuh dengan memperhatikan unsur-unsur utama WA, kesistematisan dan kelogisan tulisan, pemakaian bahasa dan kosa kata, serta ejaan dan tanda yang benar.
Rencana kegiatan belajar mengajar yang dilakukan guru adalah (1) membuka pelajaran dan menyampaikan tujuan pembelajaran menulis WA pada tahap pengedrafan, (2) memberikan motivasi untuk membangkitkan minat siswa agar dapat mengikuti pembelajaran dengan baik, (3) mengadakan tanya jawab tentang kerangka WA yang telah disusun dan tugas rumah mencari bahan tulisan, (4) mengarahkan siswa untuk membentuk kelompok, (5) membagikan model teks WA dan membimbing siswa dalam membaca model teks WA untuk dipahami, (6) membimbing dan mengarahkan siswa dalam diskusi kelompok, (7) membimbing dan mengarahkan siswa untuk menyusun draf WA sesuai dengan kerangka, (8) memantau dan mengamati kegiatan siswa yang sedang menulis WA dan mengarhkan siswa yang mengalami kesulitan menulis dengan bertanya jawab, (9) meminta siswa untuk mengumpulkan hasil tulisan WA. Sementara itu, rencana kegiatan belajar yang dilakukan siswa adalah (1) memperhatikan dan memahami penyampaian guru tentang tujuan pembelajaran menulis WA pada tahap pengedrafan, (2) memhamai penjelasan dan memotivasi yang diberikan guru dalam pembelajaran, (3) menjawab pertanyaan-pertanyaan guru dalam pembelajaran, (3) menjawab pertanyaan-pertanyaan guru sehubungan dengan kerangka WA yang telah disusun dan tugas mencari bahan tulisan, (4) membentuk kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari empat siswa perkelompok, (5) menerima model teks WA dari guru, (6) membaca model teks WA dan berdiskusi untuk mendapatkan pemahaman tentang WA, (7) menulis draf WA sesuai dengan kerangka dan bahan tulisan yang didapat, (8) memperhatikan arahan dan bertanya
jawab dengan guru tentang kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam kegiatan pengembangan kerangka, (9) mengumpulkan draf WA dan menyerahkan kepada guru.
Materi pembelajaran yang direncanakan adalah menulis WA yang bertemakan olah raga (pengedrafan). Media pembelajaran yang direncanakan adalah cart yang berisi TPK, LKS dan model WA dengan judul “Jalan Kaki adalah Olah Raga yang paling mudah.
Evaluasi pembelajaran berupa evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses dalam pembelajaran menulis WA dengan pembelajaran kontekstual pada tahap pengedrafan berkaitan dengan aktivitas siswa yang berupa keantusiasan, keberanian, keseriusan, dan keaktifan dengan aktivitas siswa dalam (1) memperhatikan penjelasan guru, (2) bertanya jawab dengan guru, (3) membentuk kelompok, (4) mendiskusikan model teks WA, dan (5) mengembangkan kerangka draf WA. Sementara itu, evaluasi hasil berupa penilaian terhadap tulisan WA siswa sebagai hasil pengembangan kerangka WA.
Perencanaan pembelajaran pada tahap perbaikan dan penyuntingan dilaksanakan pada pertemuan ketiga (2x45 menit). Tujuan pembelajaran khusus yang ingin dicapai adalah (1) melalui kegiatan penilaian kesejawatan, siswa dapat memperbaiki draf WA dengan memfokuskan pada aspek penataan gagasan, tata bahasa, dan kosa kata, (2) melalui kegiatan penilaian kesejawatan, siswa dapat menyunting draf WA dengan memfokuskan pada aspek ejaan dan tanda baca, dan (3) melalui kegiatan pemberian balikan dan penugasan, siswa dapat menulis kembali WA berdasarkan masukan yang diterima.
Rencana kegiatan mengajar yang dilakukan oleh guru adalah (1) membuka pelajaran dan mengaitkan pembelajaran dengan kegiatan pada pertemuan sebelumnya, (2) menyampaikan tujuan pembelajaran, (3) mengarahkan siswa untuk membentuk kelompok, (4) membagikan LKS dan draf WA kepada siswa, (5) mengarahkan siswa untuk saling menukarkan drag dengan teman kelompoknya, (6) bertanya jawab dengan siswa tentang aspek WA yang perlu diperbaiki disertai contoh yang tertera dalam chart, (7) menjelaskan kepada siswa tentang tata cara untuk memperbaiki dan menyunting WA teman, (8) membimbing dan mengarahkan siswa dalam melakukan perbaikan dan penyuntingan kesejawatan, (9) berkeliling memantau kegiatan siswa dan mengarahkan siswa yang mengalami kesulitan, (10) memberikan balikan langsung, (11) mengarahkan siswa untuk menulis kembali draf WA berdasarkan masukan yang diterima, dan (12) meminta siswa untuk mengumpulkan kembali draf akhir WA. Sementara itu, rencana kegiatan belajar yang dilakukan siswa adalah (1) memperhatikan dan memahami penyampaian guru, (2) memahami dan ikut serta menyampaikan tujuan pembelajaran, (3) membentuk kelompok kecil yang terdiri dari dua siswa perkelompok, (4) menerima LKS dan draf WA yang dibagikan guru, (5) menukarkan draf WA secara silang dengan teman kelompok, (6) memperhatikan contoh perbaikan dan penyuntingan yang ditampilkan melalui media chart dan bertanya jawab tentang aspek-aspek WA yang perlu diperbaiki dan disunting, (7) memperhatikan penjelasan guru tentang tata cara memperbaiki dan menyunting WA (8) memperhatikan arahan dari guru, (9) mengemukakan kesulitan yang di hadapi dan memprhatikan arahan guru, (10) memperhatikan balikan yang diberikan oleh guru, (11) menulis kembali draf WA berdasarkan saran perbaikan dan penyuntingan yang diterima dari teman sejawat dan guru, dan (12) mengumpulkan draf akhir WA dan menyerahkannya kepada guru.
Materi pembelajaran yang digunakan adalah menulis WA yang bertemakan oleh raga (melakukan perbaikan dan penyuntingan). Media pembelajaran berupa cart yang berisi TPK dan contoh aspek-aspek yang perlu diperbaiki dan cara memperbaikinya, serta LKS.
Evaluasi pembelajaran yang direncanakan berupa evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses yang direncanakan adalah mengamati bagaimana aktivitas siswa yang berupa keantusiasan, keseriusan, keberanian, dan keaktifan siswa dalam (1) memperhatikan penjelasan guru, (2) menyampaikan tujuan pembelajaran, (3) membentuk kelompok, (4) menerima draf dan menukarkannya dengan teman kelompook, (5) bertanya jawab dengan guru tentang aspek-aspek yang perlu diperbaiki dan disunting, (6) memperhatikan penjelasan guru tentang tata cara melakukan perbaikan dan penyuntingan, (7) melakukan perbaikan dan penyuntingan, (8) menerima balikan langsung dari guru, dan (9) menulis ulang draf WA berdasarkan masukan yang diterima. Sementara itu, evaluasi hasil yang direncanakan adalah evaluasi terhadap hasil kegiatan siswa dalam melaksanakan perbaikan dan penyuntingan serta draf akhir tulisan WA siswa. Penilaiannya didasarkan pada kriteria rambu-rambu penilaian yang telah disiapkan.
Perencanaan pembelajaran tahap publikasi dilaksanakan pada perteman keempat (2x45 menit). Tujuan pembelajaran khusus yang ingin dicapai adalah (1) melalui kegiatan mengamati model membaca yang baik, siswa dapat membacakan WA di depan kelas dengan suara yang jelas, lafal dan intonasi yang tepat, dan lancar, dan (2) melalui kegiatan pengamatan terhadap penampilan teman di depan kelas, siswa dapat memberikan komentar terhadap hasil membaca temannya dengan memfokuskan pada kejelasan suara, ketepatan lafal dan intonasi, dan kelancaran membaca.
Perencanaan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh guru adalah (1) membuka pelajaran dan mengaitkan pembelajaran dengan kegiatan pada pertemuan sebelumnya, (2) mengemukakan tujuan pembelajaran menulis WA pada tahap publikasi dengan menggunakan media cart, (3) memberikan penjelasan dan model kepada siswa tentang tata cara membaca yang baik di depan kelas, (4) menugaskan kepada siswa untuk membaca WA di depan kelas, (5) mengarahkan siswa untuk memberikan balikan langsung terhadap hasil pembacaan WA siswa. Sementara itu, rencana kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa adalah (1) memperhatikan dan memahami penyampaian guru, (2) ikut serta dalam penyuntingan tujuan pembelajaran, (3) memperhatikan penjelasan dan model yang diberikan guru tentang cara membaca yang baik di depan kelas, (4) membaca WA di depan kelas, (5) memberikan tanggapan/respon terhadap hasil pembacaan teman berdasarkan rambu-rambu yang tertulis dalam LKS, dan (6) memperhatikan balikan dari guru.
Materi pembelajaran yang digunakan yaitu menulis WA yang bertemakan olah raga (pemublikasian). Media pembelajaran berupa cart dan LKS. Evaluasi pembelajaran yang direncanakan berupa evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses yang direncanakan berkaitan dengan aktivitas siswa yang berupa keseriusan, keantusiasan, keaktifan, dan keberanian dalam (1) memperhatikan penyampaian dan penjelasan guru, (2) memperhatikan contoh membaca WA yang baik, (3) membaca WA di depan kelas, (4) memberikan komentar terhadap pembaca WA oleh teman, dan (5) memperhatikan balikan langsung dari guru. Sementara itu, evaluasi hasil yang direncanakan adalah evaluasi terhadap keberhasilan siswa dalam membaca WA di depan kelas dan memberikan komentar.
Perencanaan evaluasi setelah pemberian tindakan adalah evaluasi terhadap WA yang ditugaskan oleh guru setelah pemberian tindakan. Hasil tulisan WA siswa dinilai berdasarkan kriteria penilaian yang telah ditetapkan.
Hasil analisis yang dilakukan terhadap perencanaan pembelajaran menunjukkan bahwa perencanaan yang disusun telah sesuai dengan rambu-rambu yang telah ditetapkan. Perencanaan yang disusun berdasarkan pada hasil refleksi perencanaan. Sebagai contoh, pada media pembelajaran telah dilakukan penambahan media cart yang berisi tujuan pembelajaran sehingga lebih mempermudah siswa untuk memahaminya. Dalam kegiatan pembelajaran, kegiatan siswa dirancang lebih dominant. Hal ini terlihat pada keterlibatan siswa dalam penyampaian tujuan pembelajaran dan pemodelan yang langsung dilakukan oleh siswa. Di samping itu, dalam kegiatan perbaikan dan penyuntingan, dilakukan secara berpasangan dengan posisi tempat duduk yang berdekatan sehingga hasil koreksi dan saran perbaikan langsung diketahui. Dengan demikian, bentuk bimbingan yang diberikan oleh guru semakin tampak dalam pelaksanaan pembelajaran. Oleh karena itu, keberhasilan dalam penyusunan rencana pada setiap komponen pembelajaran dikualifikasikan baik (B).

4.2 Pelaksanaan Pembelajaran Menulis WA Siswa Kelas II SMP Negeri I Gili Genting Melalui Pembelajaran Kontekstual
Pelaksanaan pembelajaran menulis WA dengan pembelajaran kontekstual dibagi atas empat tahap, yaitu tahap pramenulis, pengedrafan, perbaikan dan penyuntingan, dan publikasi. Keempat tahap tersebut dilaksanakan selama empat kali pertemuan. Pertemuan pertama, yaitu tahap pramenulis, dilaksanakan pada hari Sabtu 6 September 2008 jam 5-6. pertemuan kedua, yakni tahap pengedrafan, dilaksanakan pada hari Selasa 9 September 2008 jam 3-4. pertemuan ketiga, yaitu tahap perbaikan dan penyuntingan, dilaksanakan pada hari Jum’at 12 September 2008 jam 5-6. selanjutnya, pertemuan keempat, yaitu tahap publikasi, dilaksanakan pada hari Sabtu 13 September 2008 jam 3-4. pada hari Selasa 16 September 2008 jam 3-4 dilakukan tes akhir.


4.2.1 Tahap Pramenulis
Pembelajaran tahap ini difokuskan pada (1) mencurahkan lebih dari dua
topik sesuai dengan tema, (2) memilih salah satu topik yang sesuai dengan tema, minay dan pengalamannya, (3) mengembangkan topik menjadi lebih dari dua judul WA, (4) memilih salah satu judul WA sesuai dengan minat, pengetahuan, dan pengalamnya, dan (5) menyusun kerangka WA secara sistematis dan logis berdasarkan judul yang dipilih. Pembelajaran pada tahap ini, siswa dibimbing dengan kegiatan tanya jawab, curah pendapat, dan penugasan sebagai proses dalam pencurahan topik, pemilihan topik, pemilihan judul dan penyusunan kerangka WA.
Pada awal kegiatan pembelajaran, guru membuka pelajaran dengan mengemukakan secara umum kegiatan dan tujuan yang akan dicapai oleh siswa dalam pembelajaran tahap pramenulis. Dalam kegiatan penyampaian tujuan pembelajaran, guru menggukan cart. Guru meminta salah seorang siswa untuk memanjatkan chart di papan tulis. Setelah itu, guru menyusuh siswa secara bersama-sama untuk membacakan butir-butir tujuan pembelajaran yang akan dicapai dalam pembelajaran ini. Dengan menggunakan chart diharapkan siswa dapat mengetahui langsung sejauh mana capaian kegiatan yang dilakukannya dalam proses pembelajaran sehingga partisipasi aktif siswa dalam setiap langkah kegiatan pembelajaran semakin tampak. Selanjutnya, guru memotivasi siswa dengan tanya jawab untuk membangkitkan skemata yang dimilikinya tentang olah raga. Pertanyaan guru tersebut, misalnya Pernahkah kalian melakukan olah raga? Olah raga apa yang paling kamu gemari? Manfaat apa yang kami dapatkan dari berolah raga? Dan seterusnya. Setiap pertanyaan tersebut dijawab dengan antusias oleh siswa. Sejenak kelas menjadi rebut dengan suara jawaban siswa yang tidak beraturan. Guru segera menenangkan kelas dan mengatur gikiran menjawab secara proporsional dengan memprioritaskan siswa yang kelihatan kurang aktif, kemudian ke siswa yang aktif, dan terakhir kepada siswa yang paling aktif. Cara ini dilakukan guru juga pada saat melontarkan pertanyaan-pertanyaan penuntun dengan memperlihatkan gambar tentang salah satu jenis oleh raga, yaitu jalan kaki. Arah pertanyaan dan jawaban berfokus pada gambar. Pertanyaan guru tersebut, misalnya Gambar apa ini? Dapatkan kalian memberikan judul terhadap gambar ini? Jenis olag raha apa yang terdapat dalam gambar ini? Apakah dengan olah raga jalan kaki dapat menyehatkan tubuh kita? Kemukakan alasanmu disertai bukti-bukti yang konkrit! Sesuai pengamatan, rata-rata siswa dapat memberikan komentar terhadap gambar tersebut dengan baik sesuai dengan arah pertanyaan guru meskipun jawabn-jawaban tersebut masih perlu dikembangkan lagi. Guru kelihatan sangat puas dengan respon yang diberikan siswa, sebab dengan hasil ini guru sudah dapat memprediksi bahwa dalam kegiatan pencurahan topik sampai pada penyusunan kerangka WA nanti, siswa tidak akan mengalami kesulitan yang berarti. Guru kemudian menuliskan tema “Olah Raga” di papan tulis tepat di atas chart yang telah dipajang pada awal pembelajaran.
Kegiatan yang dilakukan selanjutnya adalah guru mengarahkan siswa untuk membentuk kelompok yang masing-masing berjumlah 4 siswa setiap kelompok. Setiap anggota kelompok dibagikan gambar-gambar yang berkaitan dengan tema untuk didiskusikan. Gambar tersebut menyangkut beberapa jenis kegiatan olah raga yang menyehatkan badan seperti jalan sehat, senam, renang, dan sepak bola. Guru membimbing siswa melalui curah pendapat dalam diskusi kelompok untuk mencurahkan sejumlah topik berdasarkan gambar yang telah dibagikan. Kegiatan ini diawali dengan pengamatan terhadap gambar dan setiap siswa mengemukakan gagasannya dalam kelompok. Topik-topik yang dikemukakan ditulis pada lembaran yang telah disiapkan, yaitu LKS. Dalam proses pencurahan topik, siswa tampak sangat antusias dalam mengamati gambar sebab gambar yang ditampilkan sangat dekat kehidupan keseharian siswa, gambarnya menarik, dan disesuaikan dengan minat siswa. Dengan kondisi di atas, sangat membantu proses kerjasama siswa dalam kelompok sehingga mereka lebih terbuka dan berani mengemukakan gagasannya tentang topik yang telah dipilihnya berdasarkan gambar.
Kegiatan selanjutnya, guru membimbing siswa dalam memilih salah satu topic dengan cara bertanya jawab tentang topik yang sudah ditulis oleh siswa kemudian guru menyuruh siswa menuliskan topik tersebut di papan tulis. Dari sekian topik yang ditulis masing-masing siswa, guru mengarahkan untuk memilih salah satu topik yang yang paling diminati kemudian menuliskannya dalam LKS yang telah dibagikan. Hal ini dilakukan agar memudahkan siswa dalam menentukan beberapa judul berdasarkan topik. Dalam proses pemilihan topik ini dilakukan siswa dengan serius. Pemilihan topik ini disesuaikan siswa dengan tema, minat, dan pengalamannya. Hal tersebut diketahui Tanya jawab dengan siswa tentang topik yang dipilihnya. Topik-topik yang dipilih siswa, yaitu (1) SA memilih topik senam, (2) MA memilih topik renang, (3) JM memilih topik senam, (4) GR memilih topik jalan sehat, (5) LSU memilih topik jalan sehat, (6) ZM memilih topik sepak bola, (7) FZ memilih topik jalan sehat, (8) HH memilih topik renang, dan (9) DIS memilih topik sepak bola.
Proses pembelajaran selanjutnya adalah pengembangan topik menjadi beberapa judul WA. Dalam kegiatan ini, guru membimbing siswa bercurah pendapat dalam kelompok untuk mengembangkan topik yang telah dipilih menjadi beberapa judul WA. Dari hasil judul yang telah ditulis, guru mengarahkan siswa dengan bertanya jawab untuk menentukan atau memilih salah satu judul yang akan dikembangkan menjadi kerangka WA. Dalam menentukan atau memiluh judul, siswa diarahkan agar memilih judul yang sesuai dengan topik, minat, pengetahuan, dan pengalamannya. Berdasarkan kegiatan di atas, judul-judul yang dipilih siswa, yaitu (1) SA M memilih judul “Senam Kesegharan Jasmani adalah Kegemaranku,” (2) MA memilih judul “ Olah Raga Melangsingkan Badan,” (3) JM memilih judul “Aku Cinta Olah Raga Renang,” (4) GR memilih judul “Manfaat Jalan Sehat,” (5) LSU memilih judul “Jalan Sehat Olah Raga yang digemari orang,” (6) ZM memilih judul “Sepak Bola adalah Prestasiku,” (7) FZ memilih judul “Hidup Sehat Dengan Olag Raha Jalan Sehat,” (8) HH memilih judul “Renang Olah Raga yang Membahayakan,” dan (9) DIS memilih judul “Tingkatkan Prestasi Dalam Bidang Persepakbolaan.” Setelah siswa memilih judul yang diminati, siwa menulis judul tersebut pada LKS.
Kegiatan selanjutnya adalah menyusun kerangka WA berdasarkan judul yang telah dipilih siswa. Guru membimbing siswa dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan penuntun yang berkaitan degan hal-hal yang penting untuk ditulis dalam kerangka wA. Pertanyaan penuntun diberikan dengan jelas oleh guru kepada siswa dengan harapan siswa dapat memberikan jawaban yang jelas pula. Pemberian pertanyaan bukan saja difokuskan pada beberapa siswa yang memilih judul yang hampir sama melainkan melibatkan seluruh siswa.. Disamping pemberian pertanyaan oleh guru, siswa pula diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang belum jelas. Pertanyaan-pertanyaan siswa tersebut langsung ditanggapi oleh guru dengan penjelasan yang runtut, rinci, dan konkrit disertai contoh-contoh. Dari hasil tanggapan guru siswa langsung mengoreksi kerangka WA yang telah disusun agar lebih sistematis dan logis penalarannya. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk memperbaiki hasil refleksi pada siklus II. Berikut disajikan dua contoh penyusun kerangka WA siswa.
(1) Topik : Senam
Judul : Senam Kesegaran Jasmani adalah kegemaraku
Kerangka : - SKJ salah satu program sekolah
- Manfaat SKJ bagi saya
- SKJ baik untuk dilombakan
- Prestasi yang dicapai melalui kegiatan SKJ
(2) Topik : Jalan Sehat
Judul : Jalan Sehat Olah Raga yang banyak digemari orang
Kerangka : - Jalan sehat olah raga yang mudah
- Manfaat Jalan sehat
- Penggemar olah raga jalan sehat
- Membudayakan olah raga jalan sehat
Kegiatan selanjutnya, guru mengakhiri pembelajaran pramenulis dengan memberikan tugas rumah kepada siswa untuk mencari informasi lisan maupun tulisan yang berkaitan dengan kerangka yang ditulisnya untuk persiapan penulisan draf WA. Paparan ringkas pelaksanaan pembelajaran pramenulis dapat dilihat pada table berikut:




Tabel 4.1 Pembelajaran Menulis WA dengan Pembelajaran Kontekstual Tahap Pramenulis

Tahap Fokus Prosedur Refleksi
Pramenulis - Mencurahkan topic WA berdasarkan tema
- Menentukan atau memilih topic Wa
- Mengembangkan topik topik WA
- Memilih batau menentukan judil WA
- Menyusun kerangka WA - Guru memperlihatkan gambaran yang sesuai dengan tema dan bertanya jawab untuk membangkitkan skemata siswa.
- Guru memimbing siswa mencurahkan topic dengan cara memperlihatkan gambar yang seuai dengan tema dan bercurah pendapat dalam kelompok.
- Mengarahkan siswa memilih topik yang sesuai dengan minat pengetahuan, dan pengalamannya.
- Siswa memilih topik sesuai dengan minat, pengetahuan, dan pengalamannya.
- Siswa dibimbing untuk mengembangkan topik dengan curah pendapat dalam kelompok.
- Siswa memilih judul WA sesuai dengan minat.
- Siswa menyusun kerangka WA dengan bimbingan guru yaitu memberikan pertanyaan penuntun untuk memudahkan siswa dalam menyusun kerangkas WA.
- Guru memberi tugas rumah kepada siswa untuk mencari informasi secara lisan maupun tulisan yang berkaitan dengan kerangka untuk penulisan draf WA. Pelaksanaan pembelajaran pada tahap ini telah dilaksanakan dengan baik sesuai dengan rencana yang telah disusun. Beberapa kekuarangan yang muncul, tidak mempengaruhi keberhasilan siswa dalam membuat kerangka WA.

Mengefektifkan pembelajaran menulis WA dengan pembelajaran kontekstual pada tahap pramenulis menunjukkan sebagai berikut.
(1) Hasil pembelajaran yang berupa keaktifan, keantusiasan, keseriusan, dan keberanian siswa dalam kegiatan pencurahan topik, pemilihan topik, pengembangan topik, pemilihan judul, serta penyusunan kerangka WA. Pada awal proses pembelajaran tahap pramenulis, siswa tampak serius mendengar dan memperhatikan penyampaian guru. Dalam kegiatan penyampaian tujuan pembelajaran, siswa secara bersama-sama bereran secara aktif membacakan tujuan pembelajaran dengan manfaat chart.
Selanjutnya, siswa diarahkan untuk membentuk kelompok dalam kegiatan pencurahan topik dan pengembangan topik. Hal ini dilakukan siswa dengan antusias. Kegiatan pencurahan pendapat dalam kelompok melalui hasil pengamatan terhadap gambar. Siswa tampak senang dan serius mengamati gambar karena gambar tersebut menarik dan dekat dengan pengalaman keseharian siswa. Hal ini membuat siswa lebih berani mengemukakan topik-topik yang sesuai dengan gambar. Selanjutnya, dalam proses pemilihan topik, siswa tampak serius karena dituntun dengan kegaitan tanya jawab yang sesuai dengan tema, minat, dan pengalamannya. Dalam kegiatan pengembangan topik, guru membimbing siswa dengan bercurah pendapat dalam kelompok sehingga interaksi antar siswa menjadi efektif dan keaktifan siswa semakin tampak. Setelah kegiatan pengembangan topik, siswa memilih salah satu judul yang yang akan dikembangkannya menjadi kerangka tulisan WA. Judul yang dipilih siswa sesuai dengan minat, pengetahuan, dan pengalamannya kemudian digunakan siswa untuk menyusun kerangka WA. Dalam menyusun kerangka WA, siswa bertanya jawab dengan teman dan guru agar menghasilkan kerangka WA yang baik. Keseriusan tampak dalam kegiatan ini.
(2) Hasil pembelajaran yang berupa produk berupa (1) siswa dapat mencurahkan lebih dari dua topik dengan tema, (2) siswa dapat memilih salah satu topik sesuai dengan tema, minat, dan pengalamannya, (3) siswa dapat mengembangkan topik menjadi dua judul WA, (4) siswa dapat memilih salah satu judul WA sesuai dengan minat, pengetahuan, dan pengalamannya, dan (5) siswa dapat menyusun kerangka WA dengan sistematis dan logis berdasarkan judul yang telah dipilih. Hasil pembelajaran pada tahap pramenulis menunjukkan bahwa umumnya siswa sudah dapat menghasilkan lebih dari satu topik yang sesuai dengan tema dari pengamatan terhadap gambar. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan gambar yang menarik dan sesuai dengan kebutuhan siswa. Dalam kegiatan memilih topik, siswa sudah dapat memilih topik yang sesuai dengan tema, minat dan pengalamannya. Selanjutnya, dalam kegiatan mengembangkan topik, menunjukkan bahwa siswa sudah bisa menghasilkan judul WA yang lebih dari satu. Kegiatan memilih salah satu judul WA dilakukan dengan bimbingan proses tanya jawab. Siswa telah berhasil memilih salah satu judul yang sesuai dengan topik, minat, pengetahuan dan pengalamannya. Setelah siswa memilih salah satu judul yang akan dikembangkan menjadi WA, siswa menyusun kerangka WA. Kerangka WA yang disusun menunjukkan bahwa sebagian besar siswa sudah dapat menuliskan lebih dari 2 gagasan yang disusun secara sistematis dan logis.

4.2.2 Tahap Pengedrafan
Pembelajaran tahap ini difokuskan pada pengembangan kerangka WA menjadi draf WA yang utuh. Tujuan pembelajaran khusus pada tahap ini adalah melalui bimbingan dan arahan guru dengan kegiatan tanya jawab, pemodelan, diskusi, dan penugasan, siswa dapat mengembangkan kerangka menjadi draf WA yang utuh dengan memperhatikan unsur-unsur utama WA, kesistematisan dan kelogisan tulisan, pemakaian bahasa dan kosa kata, serta ejaan dan tanda yang benar. Pembelajaran pada tahap ini, siswa dibimbing dengan kegiatan tanya jawab, pemodelan, diskusi, dan penugasan.
Pada awal pembelajaran, guru melakukan tanya jawab tentang kerangka WA yang telah disusun dan tugas rumah yang diberikan pada pertemuan sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk mengecek kesiapan siswa dalam mengembangkan kerangka menjadi WA yang utuh. Selanjutnya, guru meminta salah seorang siswa memanjakan cart yang berisi tujuan pembelajaran di papan tulis kemudian secara bergilir guru menyuruh siswa membacakan tujuan pembelajaran agar keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran semakin tampak. Sebelum masuk pada kegiatan inti, yaitu mengembangkan kerangka WA menjadi draf WA yang utuh, guru mengarahkan untuk membentuk kelompok yang terdiri dari empat siswa setiap kelompok. Pengelompokan ini dilakukan dengan cara menghitung angka satu sampai empat, siswa yang mendapat angka yang sama bergabung membentuk satu kelompok. Siswa terlihat proaktif mencari anggota kelompoknya sehingga waktu yang disediakan untuk membentuk kelompok dimanfaatkan secara efektif. Setelah kelompok terbentuk, guru membagikan model WA yang berjudul “Jalan Kaki adalah Olah raga Yang paling Mudah” kepada masing-masing anggota kelompok. Siswa diminta untuk membaca dan mendiskusikan unsur-unsur WA, kejelasan pengembangan gagasan, pemakaian bahasa dan kosa kata, ketepatan ejaan dan tanda baca, kesistematisan, dan kelogisan tulisan. Kegiatan diskusi berjalan sangat lancar. Hal ini tampak dari kecepatan masing-masing kelompok dalam mengidentifikasi bahan yang didiskusikan yang langsung dituangkan dalam LKS. Untuk mengetahui pemahaman siswa tentang model WA yang telah didiskusikan, guru bertanya jawab dengan siswa. Pertanyaan guru diarahkan pada aspek-aspek yang telah didiskusikan oleh siswa. Pertanyaan guru diarahkan pada aspek-aspek yang telah didiskusikan oleh siswa. Pertanyaan-pertanyaan guru tersebut, misalnya ada beberapa gagasan pokok yang terdapat dalam model teks WA tersebut? Ada berapa paragraph yang berisi pernyataan berupa pendapat dalam model teks WA? Pada paragraph keberapa? Pada paragraph keberapa terdapat alasan yang mendukung pendapat tersebut? Bukti-bukti apa yang mendukung pendapat keberapa? Pada paragraph keberapa terdapat alasan yang mendukung pendapat tersebut? Bukti-bukti apa yang mendukung alasan tersebut? Apakah model WA tersebut sudah disusun secara sistematis dan logis sesuai judul yang diangkat? Dan seterusnya, sampai pada aspek-aspek mekanik tulisan. Dalam kegiatan tanya jawab tersebut, umumnya siswa telah memahami dengan baik model teks WA yang telah didiskusikan. Pemahaman tentang model teks dapat membantu siswa dalam menyusun draf WA.
Proses selanjutnya yang dilakukan siswa yaitu menyusun draf WA secara individu berdasarkan kerangka WA yang telah disusun sebelumnya. Berdasarkan pengamatan dalam kegiatan menulis draf ini, tampak beberapa siswa kurang berani mengajukan pertanyaan kepada guru tentang kesulitan-kesulitan dalam pengembangan kerangka WA. Oleh karena itu, guru berkeliling, memantau, mendekati dan memberikan penjelasan di depan kelas kalau masalah yang dikemukakan hampir dialami oleh seluruh siswa. Ketika guru menjelaskan, siswa diminta berhenti sejenak dalam kegiatan menulisnya. Hal ini dilakukan untuk menghindari pengulangan pertanyaan dengan masalah yang sama. Proses pembelajaran pada tahap ini, baik kegiatan guru maupun siswa berjalan dengan lancar. Pembelajaran ini diakhiri dengan mengumpulkan pekerjaan siswa dan menutup pembelajaran dengan pertanyaan refleksi.
Gambaran tentang tulisan draf WA siswa, yaitu (1) draf awal SA, berjudul “Aku Cinta Olah Raga Renang” dikembangkan menjadi 4 paragraf secara sistematis dan logis, jumlah kalimat setiap paragraph antara 3-5 kalimat, pengembanganya terdapat alasan dan, bukti, (2) draf awal MA, berjudul “Senam Kesegaran Jasmani adalah Kegemaranku” dikembangkan menjadi 4 paragraf secara sistematis dan logis, jumlah kalimat antara 3-4, pengembangannya terdapat, alasan, dan bukti, dan (3) draf awal JM berjudul “Olah Raga Untuk Kelangsingan Tubuh” dikembangkan ke dalam 3 paragraf secara sistematis dan logis, jumlah kalimat setiap paragraph antara 3-6 kalimat, pengembanganya terdapat pendapat, alasan, dan bukti, (4) draf awal GR, berjudul “Manfaat Jalan Sehat” dikembangkan ke dalam 3 paragraf secara ssitematis dan logis, jumlah kalimat setiap paragraph 3-4 kalimat, pengembangannya terdapat pendapat, alasan, dan bukti, (5), draf awal LSU, berjudul WA, “Jalan Sehat Olah Raga yang digemari banyak orang” dikembangkan ke dalam 4 paragraf secara sistematis dan logis, jumlah kalimat setiap paragraf 3-4 kalimat, pengembangannya terdapat pendapat, alasan, dan bukti, (6) draf awal ZM berjudul “Sepak Bola adalah prestasiku” dikembangkan ke dalam 3 paragraf secara sistematis dan logis, jumlah kalimat setiap paragraf 3-5 kalimat, pengembangannya terdapat pendapat, alasan, dan bukti, (7) draf awal FZ, berjudul “Hidup Sehat Dengan Olah Raga Jalan Sehat” dikembangkan dalam 3 paragraf secara sistematis dan logis, jumlah kalimat kalimat setiap paragraph 3-4 kalimat, pengembangannya terdapat pendapat, alas an dan bukti, (8) draf awal HH berjudul “Renang Olahraga Yang Berbahaya” dikembangkan dalam 3 paragraf secara sistematis, jumlah kalimat setiap paragraph 3-5 kalimat, pengembangannya terdapat pendapat, alas an, dan bukti, dan (9) draf awal DIS berjudul “Tingkatkan Prestasi Dalam Bidang Persepakbolaan” dikembangkan dalam 4 paragraf secara kurang sistematis dan logis, jumlah kalimat dalam paragraph secara kurang sistematis dan logis, jumlah kalimat dala paragraph 3-4 kalimat, dan pengembangannya terdapat pendapat, alasan, dan bukti.

Senam Kesegaran Jasmani adalah Kegemaranku
Sampai sekarang SKJ merupakan salah satu program sekolah yang masih dilaksanakan. SKJ diterapkan di sekolah-sekolah mulai dari SD sampai dengan SMU. Ini tandanya, bahwa warga sekolah termasuk saya yang dimiliki kegemaran olah raga berkeinginan untuk hidup sehat sehingga dapat belajar dengan baik.
Sekolah menyadari bahwa melaksanakan SKJ ada banyak manfaatnya. Bada kita akan menjadi sehat dan kuat. Dikatakan begitu karena jika badan kita sehat maka otak kita akan sehat pula untuk berpikir. Contohnya ketika sedang belajar di sekolah kita dapat memahami dengan baik pelajaran-pelajaran yang diberikan guru ke organ-organ tubuh kita terasa sehat dan dapat bekerja dengan baik.
SKJ ini baik juga untuk dilombakan antar sekolah. Ini dilakukan karena selain untuk kesehatan juga dapat menjalin persahabatan antar sekolah-sekolah. Dengan adanya kegiatan ini sekolah saya sekarang ini menjalin hubungan yang sangat baik dengan sekolah yang lain. Aku juga selalu ikut dalam perlombaan itu karena SKJ sangat kugemari.
Dalam kegiatan ini sekolah kami selalu memang dan mendapat pretasi yang baik. Prestasi yang dicapai membuat kami sebagai siswa merasa sangat bangga. Oleh karena itu marilah kita tingkatkan kegiatan ini sebab selain berguna untuk kesehatan juga dilakukan untuk mengejar prestasi.


Jalan Sehat Adalah Olah Raga Yang Digemari Banyak Orang

Setiap olah raga dilakukan dengan tujuan umum untuk menyehatkan badan. Jenis olah raga misalnya olah raga senam, lari, jalan sehat, dan lain-lain. Olah raga jalan kaki banyak digemari orang. Dapat dikatakan bahwa jenis olah raga ini sangat mudah untuk dilakukan oleh siapa saja.
Olah raga ini dikatakan mudah sebab sangat enteng dan tidak menggunakan peralatan seperti jenis olah raga yang lain. Selain itu siapa saja dapat melakukannya. Di sekitar kita dapat dijumpai anak-anak melakukan kegiatan ini baik melalui program sekolah atau yang lainnya. Demikian juga orang-orang dewasa sampai kakek nenek pun tidak ketinggalan.
Disadari bahwa olah raga jalan sehat ini sangat berguna bagi kesehatan tubuh kita. Selain dapat menghilangkan stres, tubuh kita akan tetap sehat dan kuat. Selain itu dapat membuat kita bersemangat untuk melakukan sesuatu perkerjaan. Oleh karena itu olah raga ini banyak digemari orang.
Melihat kegiatan olah raga jalan sehat memang digemari orang maka perlu dibudidayakan. Usaha ini menjadi tugas kita semua. Ini berarti bahwa secara langsung kita telah mendukung anjuran yang diberikan oleh pihak yang menanganinya. Biarlah olah raga ini akan tetap digemari dan dilaksanakan oleh banyak orang.

Table 4.2 Pembelajaran Menulis WA dengan Pembelajaran kontekstual Tahap Pengedrafan

Tahap Fokus Prosedur Refleksi
Pengedrafan Menyusun kerangka WA - Bertanya jawab tentang kerangka WA
- Guru memberikan sebuah model teks WA untuk dipahami dan didiskusikan
- Siswa membaca dan mendiskusikan WA yang berjudul “Jalan Kaki adalah Olah Raga Yang Paling Mudah”
- Siswa mengembangkan kerangka WA menjadi draf WA yang utuh (draf awal)
- Guru memantau dan mengarahkan serta membantu siswa yang mengalami kesulitan serta memberikan contoh
- Guru mengumpulkan pekerjaan siswa dan menutup pembelajaran. Proses pembelajaran menulis WA pada tahap pengedrafan telah berjalan dengan lancar . Ada beberapa kekurangan yang masih ditentukan pada pembelajaran tahap pengedrafan ini namun tidak memberikan pengaruh yang berarti.

Pembelajaran menulis WA dengan pembelajaran kontekstual pada tahap pengedrafan menunjukkan hasil sebagai berikut.
(1) Hasil pembelajaran yang berupa proses menyangkut keantusiasan, keseriusan, keberanian, dan keaktifan siswa dalam kegiatan mengembangkan kerangka WA menjadi draf WA yang utuh. Pada awal pembelajaran, guru melakukan tanya jawab dengan siswa untuk mengetahui kerangka WA yang telah disusun dan mengetahui tugas pekerjaan rumah yang ditugaskan guru pada pertemuan sebelumnya. Keberanian siswa dalam kegiatan ini tampak ketika menjawab pertanyaan guru. Penyampaian tujuan pembelajaran dilakukan oleh siswa secara aktif bersama-sama dengan siswa yang lainnya. Sebelum masuk dalam kegiatan ini tampak ketika menjawab pertanyaan guru. Penyampaian tujuan pembelajaran dilakukan oleh siswa secara aktif bersama-sama dengan siswa lainnya. Sebelum masuk dam kegiatan mengembangkan kerangka WA, guru mengarahkan siswa dengan kegiatan diskusi untuk memahami sebuah model teks WA. Siswa dibagi dalam beberapa kelompok dengan jumlah 4 siswa setiap kelompok. Siswa tampaknya begitu antusias membentuk kelompok dan senang dengan pembagian kelompok seperti ini sebab bisa membuat mereka aktif sehingga terjalin proses kerjasama yang baik. Untuk mengetahui pemahaman siswa tentang model teks WA yang telah didiskusikan, guru melakukan tanya jawab dengan kelompok siswa. Setiap siswa menjawab pertanyaan guru dengan berani dan tepat. Selanjutnya, siswa mengembangkan kerangka WA menjadi draf WA yang utuh. Pengembangan kerangka WA ini dilakukan siswa dengan serius walaupun masih ada beberapa siswa menemui kendala dalam penulisan, namun siswa sudah dapat menyelesaikan tulisannya sesuai dengan alokasi waktu yang disediakan.
(2) Hasil pembelajaran yang berupa produk menyangkut keberhasilan siswa dalam mengembangkan kerangka WA menjadi draf WA yang utuh. Hal tersebut dapat dilihat pada draf yang telah dihasilkan siswa baik dari aspek penataan gagasan, tata bahasa, kosa kata, ejaan dan tanda baca menunjukkan bahwa sebagian besar siswa sudah dapat menulis draf WA dengan baik.
4.2.3 Tahap Perbaikan dan Penyuntingan
Kegiatan sesudah pengedrafan adalah perbaikan dan penyuntingan. Tujuan pembelajaran khusus yang akan dicapai adalah (1) melalui kegiatan penilaian kesejawatan, siswa dapat memperbaiki draf WA dengan memfokuskan pada aspek penataan gagasan, tata bahasa, dan kosa kata, (2) melalui kegiatan penilaian kesejawatan, siswa dapat menyunting draf WA dengan memfokuskan pada aspek ejaan dan tanda baca, (3) melalui kegiatan pemberian balikan dan penugasan, siswa dapat menulis kembali draf WA berdasarkan masukan yang diterima, siswa dapat memperbaiki draf WA melalui perbaikan dengan teman sejawat. Kegiatan ini menyangkut perbaikan dan penyuntingan terhadap kesalahan dalam penataan gagasan, tata bahasa, pemakaian kosa kata, serta penggunaan ejaan dan tanda baca. Dalam kegiatan ini, guru membimbing siswa dengan melakukan perbaikan dan penyuntingan kesejawatan dan pemberian balikan langsung dari guru.
Pada awal pembelajaran guru membuka pelajaran dengan kegiatan tanya jawab untuk mengaitkan pembelajaran dengan kegiatan pada pertemuan sebelumnya. Setelah kegiatan tanya jawab, guru meminta salah seorang siswa untuk memajangkan chart yang berisi tujuan pembelajaran dan menyuruh siswa secara bersama-sama untuk membacakannya. Selanjutnya, guru mengarahkan siswa untuk membentuk kelompok kecil sebanyak 2 siswa setiap kelompok agar memudahkan guru mengontrol aktivitas siswa. Disamping itu, dapat memperlancar proses perevisian. Dalam pembentukan kelompk siswa tampak gembira karena dengan demikian memduahkan siswa untuk melakukan perbaikan dan penyuntingan secara interaktif. Guru membagikan draf WA kepada siswa pemilik draf masing-masing kemudian diarahkan untuk saling tukar draf dengan teman kelompoknya. Sebelum melakukan kegiatan perbaikan dan penyuntingan, guru bertanya jawab dengan siswa tentang aspek-aspek yang perlu diperbaiki dan disunting. Untuk membantu daya ingat siswa tentang aspek-aspek yang perlu diperbaiki dan disunting, guru menggunakan alat bantu berupa chart. Siswa tampak antusias dengan teknik yang digunakan guru karena memudahkan mereka dalam melakukan proses perbaikan dan penyuntingan. Selanjutnya, guru menjelaskan kepada siswa tentang tata cara melakukan perbaikan dan penyuntingan. Perevisian dilakukan dengan cara silang yang diawali dengan kegiatan membacakan draf WA kepada pemilik draf kemudian menandai bagian-bagian yang perlu diperbaiki dan disunting dan memberikan saran perbaikan baik secara lisan maupun secara tertulis dengan memanfaatkan LKS. Guru berkeliling mengamati kegiatan siswa dan sesekali memberikan penjelasan bagi siswa yang masih menemui kesulitan agar ketidak telitian siswa lebih baik. Setelah selesai merevisi, naskah hasil revisi dikembalikan kepada pemilik draf kemudian guru dan siswa membahas secara bersama-sama untuk mengkonfirmasikan sekaligus memverifikasi hasl revisi yang telah dilakukan siswa. Selanjutnya, guru memberikan secara klasikal tentang kegiatan perbaikan dan penyuntingan yang dilakukan oleh siswa. Siswa tampak serius memperhatikan dari guru. Setelah itu, guru mengarahkan siswa untuk menulis kembali draf WA berdasarkan saran perbaikan dan penyuntingan teman sejawat dan dari guru. Setelah siswa menulis kembali drafnya, guru mengumpulkan draf tersebut untuk dinilai. Sesuai kesepakatan, draf tersebut akan dikembalikan sehari sebelum pelaksanaan pembelajaran tahap publikasi. Hal ini dilakukan agar siswa segera memperbaiki tulisan WA. Pada tahap ini, guru mengembalikan draf WA siswa sudah disertai dengan penjelasan lisan.
Pada akhir kegiatan ini, guru menutup pembelajaran dengan menugaskan siswa secara individual untuk berlatih membaca di rumah sebagai persiapan untuk kegiatan pembelajaran pada tahap publikasi. Berikut ini disajikan dua contoh hasil perbaikan dan penyuntingan yang dilakukan oleh siswa.

Senam kesegaran jasmani adalah kegemaranku

Sampai sekarang Senam Kesegaran Jasmani (SKJ) merupakan salah satu program sekolah yang masih dilaksanakan. SKJ diterapkan di sekolah-sekolah mulai dari SD sampai dengan SMU. Ini tandanya bahwa warga sekolah termasuk saya yang memiliki kegemaran olah raga ini berkeinginan untuk hidup sehat sehingga dapat belajar dengan baik.
Sekolah menyadari bahwa melaksanakan SKJ ada manfaatnya, yaitu badan kita akan menjadi sehat dan kuat. Dikatakan begitu karena jika badan kita sehat maka otak kita akan menjadi sehat pula untuk berpikir. Contohnya, ketika kita sedang belajar di sekolah kita dapat memahami dengan baik pelajaran-pelajaran yang diberikan guru karena organ-organ tubuh kita terasa sehar dan dapat bekerja dengan baik.
SKJ ini baik juga untuk dilombakan anak sekolah. Ini dilakukan karena sleian untuk kesehatan juga dapat menjalin persahabatan antar sekolah-sekolah. Dengan adanya kegiatan ini, sekolah saya sekarang ini menjalin hubungan yang sangat baik dengan sekolah yang lain. Aku juga selalu ikut dalam perlombaan itu karena SKJ sangat kugemari.
Dalam kegiatan ini sekolah kami selalu menang dan mendapat prestasi yang baik. Prestasi yang dicapai membuat kami sebagai siswa merasa sangat bangga. Oleh karena itu, marilah kita tingkatkan kegiatan ini sebab selain berguna untuk kesehatan juga dilakukan untuk mengejar prestasi.

Jalan sehat adalah Olah Raga Yang Digemari Banyak Orang

Setiap Jenis olahraga yang dilakukan dengan tujuan umum untuk menyehatkan badan. Jenis olahraga itu, misalnya olahrahga senam, lari, jalan sehat, dan lain-lain. Olah raga jalan kaki banyak digemari orang. Dapat dikatakan bahwa jenis olahraga ini sangat mudah untuk dilakukan oleh siapa saja.
Olah raga ini dikatakan mudah sebab sangat enteng dan tidak menggunakan peralatan seperti olahraga yang lain. Selain itu, siapa saja dapat melakukannya. Di sekitar kita dapat dijumpai anak-anak melakukan kegiatan ini baik melalui program sekolah atau yang lainnya. Demikain juga orang-orang dewasa sampai kakek nenekpun tidak ketinggalan.
Disadari bahwa olahraga jalan sehat ini sangat berguna bagi keehatan tubuh kita. Selain dapat mengilangkan stress, tubuh kita akan tetap sehat dan kuat. Selain itu, dapat membuat kita bersemangat untuk melakukan sesuatu pekerjaan. Oleh karena itu, olahraga ini banyak digemari orang.
Melihat kegiatan olah raga jalan sehat memang sangat gemari orang maka perlu dibudayakan. Usaha ini menjadi tugas kita semua. Ini berarti bahwa secara langsung kita telah mendukung anjuran yang diberika oleh pihak yang menanganinya. Biarlah olahraga ini akan tetap digemari dan dilaksanakan oleh banyak orang.


Table 4.3 Pembelajaran Menulis WA Tahap Perbaikan dan Penyuntingan

Tahap Fokus Prosedur Pembelajaran Refleksi
Perbaikan dan penyuntingan - Memperbaiki dan menyunting Draf WA - Guru menjelaskan tatacara melakukan perbaikan dan penyuntingan
- Bertanya jawab tentang hal-hal yang perlu diperbaiki dan disunting
- Siswa melakukan perbaikan dan penyunitngan dengan teman sejawat
- Guru memantau kegiatan siswa dan membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan perbaikan dan penyuntingan
- Guru memberikan balikan langsung kepada siswa.
- Siswa menulis kembali drafnya berdasarka saran perbaikan atau masukan yang diterima. - Berdasarkan hasil pengamatan terhadap proses pelaksanaan pembelajaran pada tahap perbaikan dan penyuntingan menunjukkan bahwa pembelajaran telah berjalan efektif.
- Meskipun ada beberapa kekuangan yang dilakukan siswa tetapi hal tersebut tidak membawa pengaruh yang berarti dalam proses perbaikan dan penyuntingan

Pembelajaran menulis WA dengan pembelajaran kontekstual pada tahap perbaikan dan penyuntingan menunjukkan hasil sebagai berikut.
(1) Hasil pembelajaran yang berupa proses menyangkut keantusiasan, keseriusan, keberanian, dan keaktifan siswa dalam melakukan perbaikan dan penyuntingan. Ketika guru bertanya dengan siswa untuk mengaitkan pembelajaran dengan kegiatan pada pertemuan sebelumnya, siswa tampak berani menjawab pertanyaan guru. Hal ini menandakan bahwa siswa telah siap mengikuti pembelajaran. Dalam penyampaian tujaun pembelajaran, siswa terlihat aktif membacakan tujuan tersebut sebab guru menggunakan alat Bantu berupa cart dan meikutsertakan semua siswa dala kegiatan ini. Selanjutnya, guru mengarahkan siswa untuk membentuk kelompok. Keantusiasan siswa tampak dalam kegiatan ini sebab teknik pengelompokan yang diterapkan berbeda dengan teknik pengelompokan pada pembelajaran sebelumnya. Setelah kelompok terbentuk, dengan antusias siswa langsung menukarkan draf WA dengan teman.
Sebelum melakukan kegiatan perbaikan dan penyuntingan, guru melakuka tanya jawab dengan siswa tentang aspek-aspek yang perlu diperbaiki dan disunting. Kegiatan tanya jawab ini dilakukan untuk memudahkan siswa dalam melakukan perbaikan dan penyuntingan. Keantusiasan siswa dalam kegiatan ini lebih tampak ketika guru menggunakan media cart yang berisi aspek-aspek yang perlu diperbaiki dan disunting. Kegiatan ini diikuti dengan penjelasan guru tentang tatacara melakukan perbaikan dan penyuntingan dan siswa terlihat begitu serius memperhatikannya. Selanjutnya, sisea melakukan perbaikan dan penyuntingan. Dalam kegiatan ini, siswa tampak aktif dalam bekerjasama dengan teman melakukan koreksi terhadap WA. Setelah itu, guru memberikan balikan terhadap hasil revisi yang dilakukan siswa. Dalam kegiatan ini siswa tampak serius meperhatikan balikan dari guru. Keseriusan siswa tampak pula pada kegiatan menulis kembali WA berdasarkan masukan yang diterima.
(2) Hasil pembelajaran yang berupa produk menyangkut keberhasilan siswa dalam melakkan kegiatan perbaikan dan penyuntingan. Pada kegiatan ini, aspek-aspek yang diperbaiki dan disunting difokuskan pada penataan gagasan, tata bahasa, kosa kata, ejaan, dan tanda baca. Kegiatan perbaikan dan penyuntingan yang dilakukan siswa terhadap draf tulisan siswa lain menunjukkan bahwa adanya penurunan secara kuantitas aspek-aspek yang direvisi pada draf tulisan. Hal itu menunjukkan adanya peningkatan kualitas draf awal yang dihasilkan siswa pada pembelajaran tahap pengedrafan. Hasil kegiatan siswa menunjukkan bahwa siswa sudah dapat melakukan perbaikan dan penyuntingan melalui teman sejawat dengan baik. Keberhasilan siswa dalam melakukan kegiatan perbaikan dan penyuntingan berdampak pada kemampuan siswa dalam menulis kembali draf akhir WA. Dari hasil perbaikan dan penyuntingan yang dilakukan menunjukkan bahwa pengetahuan dan kemampuan siswa dalam memperbaiki draf tulisan mengamali peningkatan.

4.2.4 Tahap Publikasi
Pelaksanaan pembelajaran pada tahap publikasi dilaksanakan pada bagian terakhir pertemuan keempat. Tujaun pembelajaran khusus yang ingin dicapai pada pembelajaran ini, yaitu (1) melalui kegiatan mengamati model membaca yang baik, siswa dapat membacakan WA di depan kelas dengan suara yang jelas, lafal dan intonasi yang tepat, dan lancer, (2) melalui kegiatan pengamata terhadap penampilan teman di depan kelas, siswa dapat memberikan komentar terhadap hasil membaca temannya dengan memfokuskan pada kejelasan sara, ketepatan lafal dan intonasi, dan kelancaran membaca.
Kegiatan pembelajaran dimulai dengan membangkitkan skemata siswa melalui kegiata tanya jawab tentang kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam pembelajaran pada pertemuan sebelumnya. Guru menyampaikan TPK yang akan dicapai siswa. Penyampaian tujuan pembelajaran tidak dilakukan sendiri oleh guru tetapi dilakukan bersama-sama dengan siswa dengan cara menggunakan media chart yang berisi TPK. Kegiatan selanjutnya yaitu guru menjelaskan kepada siswa tentang cara membaca yang baik, yaitu membaca dengan suara yang jelas, lafal yang tepat, intinaso yang tepat, dan lancar dalam membaca. Selain memberikan penjelasan, guru juga memanfaatkan model. Pemodelan dilakukan dengan meinta salah satu seorang siswa yang ditujukan untuk bertindak sebagai model. Pemodelan yang dilakukan ini untuk dapat memublikasikan draf akhir WAnya. Sebelum kegiatan membaca WA dilakukan, guru memberikan sedikit penjelasan kepada siswa tentang cara merespon/memberikan komentar terhadap pembacaan WA. Penjelasan yang diberikan hanya untuk mengajak siswa mengingat kembali pengetahuan yang dimilikinya.
Kegiatan selanjutnya, siswa membaca WA di depan kelas. Siswa yang lain mendengarkan sambil mengecek ketepatan aspek-aspek yang diamati. Aspek-aspek ini diisi atau dicatat dalam LKS. Dalam kegiatan ini, tampaknya siswa sangat antusias dan berani tampil di depan kelas bernatian untuk membacakan tulisannya.
Setlah siswa membacakan tulisannya, siswa lain sebagai penyimak memberikan tanggapan sesuai dengan hasil pengamatan dan penilaiannya. Kesempatan pertama untuk memberikan tanggapan diberikan guru kepada siswa yang kelihatannya hanya diam saja kemudian diikuti oleh tanggapan siswa lainnya. Hal ini dilakkan guru agar semua siswa menjadi aktif dalam kegiatan memberikan komentar. Siswa yang lain tampaknya tidak sabar lagi menunggu komentar dari hasil pengamatan dan penilaiannya yang tertulis dalam LKS. Setelah pemberian tanggapan/respon dari teman, diikuti pula oleh tanggapan atau balikan dari guru. Siswa terlihat serius dan memahami balikan dari guru karena dijelaskan secara runtut, rinci dan konkrit. Guru menutup pembeljaran dengan mengumumkan keberhasilan siswa dalam pemublikasian tulisan WAnya. Siswa yang mendapat nilai dengan baik ditampilkan di depan kelas dan mendapat pujian berupa tepukan tangan dari guru dan siswa. Hal ini dilakukan untuk memotivasi siswa lain agar lebih berprestasi dalam kegiatan pembelajaran selanjutnya.
Table 4.5 Pembelajaran Menulis WA dengan Pembelajaran kontekstual Tahap Publikasi

Tahap Fokus Prosedur Pembelajaran Refleksi
Publikasi - Membaca tulisan Wa di depan kelas.
- Menulis kembali WA yang telah dipublikasikan berdasarkan masukan yang diterima - Guru mengarahkan siswa tentang cara membaca yang baik dengan mendemostrasikannya
- Siswa membacakan WAnya di depan kelas.
- Siwa bercurah pendapat untuk memberikan tanggapan/respons dengan mengungkapkan kekurangan dan kelebihan baik menyangkut cara membaca maupun isinya.
- Guru memberikan balikan langsung
- Siswa menulis kembli WA yang dipublikasikan berdasarkan masukan yang diterima. - Pembelajaran pada tahap ini membuat suasana kelas menjadi lebih hidup.
Dengan bimbingan dan arahan guru, siswa kelihatan lebih aktif dan berani tampil di depan kelas serta dapat memberikan tanggapan/respon terhadap hasil bacaan temannya.
- Pembelajaran pada tahap pemublikasian yang dilakukan siswa melalui kegiatan pembacaan WA di depan kelas, menunjukkan bahwa sebagian besar siswa sudah dapat memublikasikan tulisan WA sesuai dengan criteria yang telah ditetapkan oleh guru.

(1) Hasil pelajaran yang berupa proses menyangkut keseriusan, keberanian, keantusiasan, dan keaktifan siswa dalam bertanya jawab dengan guru, menyampaikan tujuan pembelajaran, memahami penjelasan guru, pemodelan, membaca WA di depan kelas, memberikan tanggapan terhadap hasil pembacaan WA teman di depan kelas, dan mendengarkan balikan dari guru. Pada awal pembelajaran, tampak keantusiasan siswa dalam kegiatan bertanya jawab dengan guru untuk mengingatkan kembali kegiatan yang dilakukan pada pembelajaran sebelumnya. Dalam penyampaian tujuan pembelajaran, siswa tampak aktif membacakan tujuan tersebut secara bersama-sana. Selanjutnya, dalam kegiatan menjelaskan cara membaca yang baik, siswa tampak serius mendengarkan penjelasan dari guru. Keseriusan ini pula lebih baik tampak ketika dilakkan pemodelan oleh salah seorang siswa yan ditunjuk oleh guru. Sebelum kegiatan membaca WA di depan kelas, siswa dengan serius memperhatikan penjelasan guru tentang cara memberikan respon/komentar terhadap pembacaan WA oleh teman. Pada kegiatan membaca WA di depan kelas, siswa kelihatan berani tampil karena telah termotivasi dengan adanya pemodelan. Pada saat siswa diberi kesempatan untuk memberikan komentar terhadap pembacaan oleh teman, siswa tampak aktif sebab siswa telah siap dengan bahan komentarnya. Pembelajaran pada tahap ini diakhiri dengan pemberian balikan berdasarkan pengamatan dari guru. Siswa telah terlihat serius memperhatikan balikan yang diberikan oleh guru sebagai masukan untuk kesempurnaan kegiatan pemublikasian.
(2) Hasil pembelajaran berupa produk menyangkut ketepatan siswa dalam membaca WA di depan kelas dan kejelasan siswa dalam memberikan komentar terhadap hasil pembacaan WA oleh teman di depan kelas. Hasil kegiatan siswa dalam membaca WA di depan kelas menunjkkan bahwa siswa telah mampu membaca dengan lancer, lafal dan intonasi yang tepat, serta suara yang jelas. Pemberian komentar siswa terhadap hasil pembacaan teman menunjukkan bahwa siswa sudah dapat memberikan komentar dengan jelas sesuai dengan rambu-rambu pengamatan yang dituangkan dalam LKS.




4.3 Pengevaluasisn Pembelajaran Menulis WA Siswa Kelas II SMP Negeri I Gili Genting Melalui Pendekatan Kontekstual
Evaluasi yang dilaksanakan guru dalam pembelajaran menulis WA dengan pembelajaran kontekstual terdiri dari evaluasi proses dan evaluasi hasil pembelajaran. Evaluasi proses dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Sementara itu, evaluasi hasil dilakukan setelah proses pembelajaran.
Penilaian terhadap proses pembelajaran dilakukan dengan berfokus pada aktivitas dan intensitas keterlibatan siswa selama proses pembelajaran, yaitu dari tahap pramenulis sampai pada tahap publikasi. Sementara itu, evaluasi terhadap hasil (produk) pembelajaran dilakukan tulisan yang dihasilkan siswa pada setiap tahaan menulis.
Evaluasi proses pembelajaran pada tahap pramenulis, pengerdrafan, perbaikan dan penyuntingan, serta publikasi dilakukan berdasarkan pedoman pengamatan proses. Pengamatan proses dilakukan untuk mengetahui (1) keantusiasan, (2) keseriusan, (3) keberanian, dan (4) keaktifan siswa dalam proses pembelajaran yang dimulai dari tahap pramenulis sampai dengan tahap publikasi. Kualifikasi penilaian meliputi sangat baik (SB), baik (B), cukup (C), dan kurang (K).
Pada tahap pramenulis, guru melakukan penilaian dengan cara mengamati aktivitas belajar siswa, yaitu (1) menilai keseriusan siswa dalam mendengarkan diskusi tentang model teks WA. Sementara itu, dalam kegiatan mengembangkan kerangka WA siswa tampak serius. Berdasarkan analisis hasil pengamatan di atas, keberhasilan evaluasi proses pada tahap pengedrafan dikualifikaiskan baik (B).
Pada tahap perbaikan dan penyuntingan, guru melakukan penilaian dengan cara mengamati aktivitas belajar siswa, yaitu (1) menilai keberanian siswa melakukan tanya jawab dengan guru di awal pembelajaran, (2) menilai keseriusan siswa dalam memperhtikan penjelsan guru tentang tatacara melakukan perbaikan dan penyuntingan, balikan dari guru, dan menulis kembali WA berdasarkan masukan yang diterima, (3) menilai keantusiasan siswa dalam membentuk kelompok dan melakukan tanya jawab dengan guru tentang aspek-aspek yang akan diperbaiki dan disunting, dan (4) menilai keaktifan siswa dalam menyampaikan tujuan pembelajaran dan bekerja sama melakukan revisi dengan teman sejawat. Berdasarkan hasil pengamatan, menunjukkan bahwa siswa berani dalam bertanya jawab dengan guru di awal pembelajaran. Dalam kegiatan memperhatikan penjelasan guru tentang tata cara melakukan perbaikan dan penyuntingan, balikan dari guru, dan menulsi kembali draf WA berdasarkan masukan yang diterima, siswa tampak serius. Siswa tampak antusias dalam kegiatan membentuk kelompok, menukarkan draf WA dengan teman sejawat untuk diperbaiki dan disunting, serta melakukan tanya jawab dengan guru tentang aspek-aspek yang perlu diperbaiki dan disunting. Begitu pula dalam kegiatan menyampaikan tujuan pembelajaran dan bekerjasama melakukan revisi dengan teman sejawat, siswa tampak aktif.
Berdasarkan analisis hasil pengamatan di atas, keberhasilan evaluasi proses pada tahap perbaikan dan penyuntingan dikualifikasikan cukup (B).
Pada tahap publikasi, guru melakukan penilaian dengan cara mengamati aktivitas belajar siswa, yaitu (1) menilai keseriusan siswa dalam memperhatikan penjelasan guru tentang cara membaca yang baik, cara memberikan komentar, memperhatikan pemodlan, dan pembrian balikan dari guru, (2) keberanian siswa dalam membaca WA di depan Kelas, dan (3) keantusiasan siswa dalam kegiatan tanya jawab di awal pembelajaran, dan (4) keaktifan siswa dalam menyampaikan tujua pembelajatan dan memberikan komentar/tanggapan terhadap pembacaan WA oleh teman. Berdasarkan hasil pengamatan, menunjukkan bahwa siswa serius dalam memprhatikan penjelasan guru tentang cara menmbaca yang baik, cara memberikan komentar memperhatikan pemodelan, dan balikan dari guru. Dalam kegiatan bertanya jawab degan guru diawal pembelajaran, siswa tampak antusias. Selanjutnya, dalam kegiatan menyampaikan tujaun dan memberikan komentar terhadap pembacaan WA oleh teman, siswa tampak aktif. Berdasarkan analisis hasil pengamatan di atas, keberhasilan evaluasi proses pada tahap publikasi dikualifikasikan baik (B).
Hasil evaluasi proses di atas mengalami peningkatan karena intensitas bimbingan dan arahan guru kepada siswa yang mengalami kesulitan semakin tampak. Hal ini dilakukan guru sebagai upaya penilaian proses, sebagai alat untuk mengidentifikasi kesulitan belajar siswa.
Evaluasi hasil dilakukan guru untuk menilai produk yang dihasilkan siswa dalam pembelajaran pada setiap tahapan menulsi, yaitu tahap pramenulis, pengedrafan, perbaikan dan penyuntinga, serta publikasi. Kualifikasi penilaian meliputi Sangat Baik (SB), Baik (B), CUkup (C), dan Kurang (K).
Pada tahap pramenulis, guru telah melakukan penilaian terhadap produk yang dihasilkan oleh siswa. Penilaian tersebut didasarkan pada rambu-rambu yang telah ditetapkan, yaitu (1) siswa dapat mencurahkan lebih dari dua topik sesuai dengan tema, (2) siswa dapat memilih salah satu topik sesuai dengan tema, minat dan pengalamannya, (3) siswa dapat mengembangkan topik menjadi lebih dari dua judul WA, (4) siswa dapat memilih salah satu judul sesuai dengan minat, pengetahuan dan pengalamannya, dan (5 siswa dapat menyusun kerangka WA secara sistematis dan logis berdasarkan judul yang dipilih. Berdasarkan hasil analisis hasil (produk) yang dihasilkan siswa sudah mampu mencurahkan lebih dari dua topik sesuai dengan tema berdasarkan gambar yang diamati. Dalam kegiatan memilih topik, siswa sudah dapat memilih salah satu topik sesuai dengan tema, minat dan pengalamannya. Di samping itu, siswa sudah dapat mengembangkan topik menjadi lebih dari satu judul WA. Demikian pula dalam kegiata memilih salah satu judul WA, siswa sudah dapat menyesuaikannya dengan minat, pengetahuan, dan pengalamannya. Selanjutnya, pada kegiatan akhir tahap pramenulis siswa sudah dapat menyusun kerangka WA secara logis dan sistematis berdasarkan judul yang dipilihnya. Berdasarkan analisis hasil (produk) di atas, maka hasil yang dicapai siswa pada tahap pramenulis dikualifikasikan baik (B).
Penilaian produk dalam tahap pengedrafan difokuskan pada hasil tulisan WA siswa yang terdiri dari lima aspek, yaitu (1) penataan gagasan, (2) tata bahasa, (3) kosa kata, (4) ejaan, dan (5) tanda baca. Pada tahap ini, guru telah melakukan penilaian secara efektif berdasarkan kelima aspek penilaian di atas. Berdasarkan analisis hasil tulisan WA, sebagian besar siswa menunjukkan bahwa gagasan tulisan sudah menggambarkan adanya unsur-unsur WA dan tertata dengan baik, bahasa yang digunakan sudah efektif, penggunaan kosa kata sudah tepat serta pemakaian ejaan dan tanda baca sudah tepat pula. Oleh karena itu, kualifikasi keberhasilan yang dicapai siswa pada tahap pengedrafan dikualifikasikan baik (B).
Pada tahap perbaikan dan penyuntingan, penilaian produk difokuskan pada kemampuan siswa dalam melakukan perbaikan dan penyuntingan dengan teman sejawat dengan menggunakan rambu-rambu yang terdiri dari penataan gagasan, penataan bahasa, kosa kata, ejaan, dan tanda baca. Dalam kegiatan ini, guru telah melaksanakan penilaian berdasarkan rambu-rambu yang telah diisyaratkan. Sementara itu, secara umum siswa sudah dapat melaksanakan perbaikan dan penyuntingan dengan baik. Berdasarkan hasil analisis di atas, maka kualifikasi keberhasilan siswa pada tahap perbaikan dan penyuntingan dikategorikan baik (B).
Penilaian hasil pada tahap publikasi, difokuskan pada ketepatan siswa dalam membaca WA di depan kelas dan memberikan komentar terhadap hasil pembacaan WA oleh teman di depan kelas. Rambu-rambu penilaian yang digunakan dalam kegiatan ini, yaitu membaca dengan suara yang jelas, lancer, lafal yang tepat, dan intonasi yang tepat. Penilaian dalam kegiatan ini telah dilakukan guru sesuai dengan rambu-rambu di atas. Selain itu, sebagian besar siswa sudah dapat membaca WA di depan kelas dengan suara yang jelas, lancar, pelafalan yang tepat dan intonasi yang tepat pula. Dalam memberikan komentar, sebagian besar siswa sudah dapat memberikan komentar sesuai dengan rambu-rambu di atas. Berdasarkan hasil analisis di atas, penilaian hasil pada tahap publikasi dikualifikasikan baik (B).
Penilaian terhadap draf akhir tulisan WA siapa menunjukkan bahwa guru sudah dapat melaksanakan sepenuhnya rambu-rambu penilaian yang telah ditetapkan. Rambu-rambu tersebut, yaitu (1) menilai kemampuan menulis WA siswa yang terdiri dari komponen penataan gagasan, penataan bahasa, kosa kata, ejaan, dan tanda baca dan (2) memberikan catatan perbaikan terhadap tulisan WA siswa. Hasl penilaian yang dilakukan guru terhadap draf akhir tulisan WA siswa dipaparkan sebagai berikut.
Hasil evaluasi terhadap komponen (1) penataan gagasan, 2 siswa berkualifikasi sangat baik (SB), 6 siswa mendapat nilai dengan kualifikais baik (B), 1 siswa mendapat nilai dengan kualifikasi cukup (C), dan 0 siswa mendapat nilai dengan kualifikasi kurang (K), (2) kosa kata, 1 siswa berkualifikasi sangat baik (SB), 7 siswa mendapat nilai berkualifikasi baik (B), 1 siswa mendapat nilai dengan kualifikasi cukup (C), dan 0 siswa mendapat nilai dengan kualifikasi kurang (K), (3) kosa kata, 1 siswa berkualitas sangat baik (SB), 5 siswa mendapat nilai dengan kualifikasi baik (B), 3 siswa mendapat nilai dengan kualifikasi cukup (C), dan 0 siswa mendpaat mendapat nilai dengan kualifkiasi kurang (K), (4) ejaan, 2 siswa berkualifikasi sangat (SB), 4 siswa mendapat nilai dengan kualifikasi baik (B), 3 siswa mendapat nilai dengan kualifikasi cukup (C), dan ) siswa mendapat nilai dengan kualifikasi kurang (K), dan (5) tanda baca, 1 siswa berkualifikasi sangat baik (SB), 3 siswa mendapat nilai dengan kualitas baik (B), 4 siswa mendapat nilai degan kualifikasi cukup (C), dan 1 siswa mendapat nilai dengan nilai dengan kualifikasi kurang (K).
Setelah kegiatan akhir, guru melakukan evaluasi tes menulis siswa. Tes ini dilakukan secara individu dan dilakukan oleh siswa di rumah. Penelitian dan praktisi menyekapati bahwa untuk tes akhir, siswa diberikan tugas menulis yang topiknya tidak didasarkan pada suatu narasi, artinya siswa cukup dibimbing dengan pemberian suatu topik. Topik yang diberikan adalah “Aku Cinta Indonesia”. Berdasarkan tema tersebut siswa menyusun sebuah WA dengan judul bebas sesuai dengan minat, pengalaman, dan pengetahuannya.
Penilaian hasil tulisan WA siswa didasarkan pada criteria penilaian yang telah ditetapkan. Aspek yang dinilai yaitu penataan gagasan, tata bahasa, kosa kata, serta ejaan dan tanda baca.
Tabel 4.6 Hasil Menulis Langsung Siswa Pada Akhir Pembelajaran

SUBJEK ASPEK YANG DINILAI
PENATAAN
GAGASAN PENATAAN
BAHASA KOSA KATA
SB B C K SB B C K SB B C K
SA 28 18 9
MA 20 18 8
JM 28 19 7
GR 20 15 8
LSU 19 13 8
ZM 27 19 8
FZ 22 18 8
HH 18 15 8
DIS 23 17 9


SUBJEK ASPEK YANG DINILAI JUMLAH
SKOR
EJAAN TANDA BACA
SB B C K SB B C K
SA 9 8 71
MA 8 8 62
JM 9 9 74
GR 7 7 57
LSU 8 8 56
ZM 9 9 72
FZ 9 8 65
HH 8 8 57
DIS 9 8 66


Keterangan:
SB : Sangat Baik
B : Baik
C : Cukup
K : Kurang



4.4 Pembahasan Temuan Pembelajaran Menulis WA Siswa Kelas II SMP Negeri 1 Gili Genting Melalui Pendekatan Kontekstual
Pembahasan temuan penelitian mencakup (1) temuan dan refleksi perencanaan pembelajaran, (2) temuan dan refleksi tahap pelaksanaan, dan (3) temuan dan refleksi tahap evaluasi pembelajaran menulis WA dengan pembel-ajaran kontekstual. Hal tersebut diuraikan sebagai berikut.
4.4.1 Temuan dan Refleksi Pada Tahap Perencanaan
Temuan penelitian dalam perencanaan pembelajaran menulis WA dengan pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut.
(1) Perencanaan pembelajaran menulis WA dengan pembelajaran kontekstual memberikan konstribusi bagi guru sehingga guru dapat melaksanakan pembelajaran menulis WA dengan pembelajaran kontekstual secara efektif.
(2) Perencanaan pembelajaran yang dibuat mengacu pada panduan KTSP yang berlaku.
(3) Perencanaan yang dibuat untuk pembelajaran sudah sesuai dengan panduan pendekatan kontekstual sehingga semua aspek yang ada pada deskripsi perencanaan dapat diimplementasikan ke dalam perencanaan.
Refleksi terhadap perencanaan pengefektifan pembelajaran menulis WA dengan pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut.
(1) Tindakan tahap perencanaan yang dilakukan sudah dapat menghasilkan perencanaan pembelajaran menulis WA dengan pembelajaran kontekstual yang efektif.
(2) Perencanaan pembelajaran menulis WA dengan pembelajaran kontekstual telah disusun sesuai dengan panduan.
(3) Semua aspek yang ada dalam perencanaan pembelajaran sudah disusun dengan kualifikasi baik sesuai dengan penerapan pembelajaran kontekstual.
4.4.2 Temuan dan Refleksi Tahap Pelaksanaan
1) Tahap Pramenulis
Ada beberapa hal yang ditemukan oleh peneliti dan guru dalam pelaksanaan pengefektifan pembelajaran menulis WA dengan pembelajaran kontekstual pada tahap pramenulis. Hal yang ditemukan adalah sebagai berikut.
(1) Bentuk bimbingan yang diberikan guru dalam pembelajaran pramenulis siklus yaitu, melalui kegiatan tanya jawab, curah pendapat, dan penugasan.
(2) Kegiatan curah pendapat didasarkan pada pengamatan secara seksama tentang gambar dapat memudahkan siswa untuk menentukan topik yang akan ditulis.
(3) Bimbingan guru melalui pemberian pertanyaan penuntun secara jelas dalam kegiatan tanya jawab untuk menyusun kerangka WA sangat membantu kreativitas siswa dalam menuangkan gagasannya secara sistematis dan logis
Refleksi terhadap pembelajaran pada tahap pramenulis adalah sebagai berikut.
(1) Bentuk bimbingan yang diterapkan guru dalam pembelajaran ini sudah dilaksanakan dengan baik sehingga sangat membantu pencapaian tujuan pembelajaran
(2) Pembelajaran pada tahap pramenulis telah berlangsung dengan baik sesuai dengan yang direncanakan. Ada beberapa kekuarangan yang ditemui tetapi tidak memberikan pengaruh yang berarti bagi keefektifan pembelajaran.
2) Tahap Pengedrafan
Dalam pelaksanaan pengefektifan pembelajaran menulis WA dengan pembelajaran kontekstual tahap pengedrafan ditemukan hal-hal sebagai berikut.
(1) Bentuk bimbingan guru pada tahap pembelajaran ini adalah tanya jawab, memberikan model teks WA yang dapat dijadikan suatu contoh atau gambaran tentang bentuk WA, diskusi, dan penugasan.
(2) Siswa mengembangkan kerangka WA ke dalam bentuk draf berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya. Kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam kegiatan ini di konfirmasikan pada guru dan guru selalu siap membantu siswa.
(3) Siswa dapat menyelesaikan tulisannya sesuai dengan alokasi waktu yang telah disediakan.
Refleksi tindakan pengefektifan pembelajaran menulis WA dengan pembelajaran kontekstual pada tahap pengedrafan adalah sebagai berikut.
(1) Pemahaman yang baik model WA dapat membantu siswa untuk menghasilkan tulisan WA yang baik pula.
(2) Bimbingan dan arahan guru secara langsung bagi siswa di saat menulis sangat membantu kelancaran menulis draf WA.
(3) Pembelajaran pada tahap ini sudah terlaksana dengan baik. Dalam proses pembelajaran masih terdapat kekurangan tetapi tidak mempengaruhi keefektifan pembelajaran secara signifikan.
3) Tahap Perbaikan dan Penyuntingan
Dalam pelaksanaan pengefektifan pembelajaran menulis WA dengan pembelajaran kontekstual tahap perbaikan dan penyuntingan ditemukan hal-hal
sebagai berikut.
(1) Bentuk bimbingan perbaikan dan penyuntingan kesejawatan dan balikan langsung dari guru sangat membantu siswa dalam memperbaiki tulisannya sendiri maupun tulisan.
(2) Tindakan perbaikan dan penyuntingan kesejawatan, membantu ketelitian siswa dalam menemukan kesalahan-kesalahan yang ada dalam tulisan sekaligus memperoleh saran perbaikannya.
(3) Balikan langsung dari guru, membantu siswa memperbaiki tulisannya kearah kesempurnaan.
Refleksi tindakan pelaksanaan pengefektifan pembelajaran menulis WA dengan pembelajaran kontekstual tahap perbaikan dan penyuntingan adalah sebagai berikut.
(1) Kegiatan perbaikan dan penyuntingan telah berjalan dengan lancar. Hal ini ditandai dengan adanya kreatifitas dan ketelitian siswa yang dalam melakukan kegiatan perbaikan dan penyuntingan ini.
(2) Pembelajaran pada tahap ini telah terlaksana dengan baik walaupun masih ada beberapa kekurangan tetapi tidak mempengaruhiaktivitas dan kreativitas siswa.
(3) Siswa dapat menulis draf finalnya sesuai dengan hasil perbaikan dan penyuntingan serta balikan dari guru.

4) Tahap Publikasi
Temuan penelitian pada pelaksanaan pengefektifan pembelajaran menulis WA dengan pembelajaran kontekstual tahap publikasi adalah sebagai berikut.
(1) Siswa sudah memahami cara membaca WA yang baik, yaitu membaca dengan lancar, suara yang jelas, serta lafal dan intonasi yang tepat sehingga membuat mereka tampil dengan baik.
(2) Komentar/respon yang diberikan oleh teman maupun guru dapat diterima oleh siswa karena disadari hal tersebut bermanfaat dalam upaya perbaikan kualitas membaca.
Refleksi tindakan pengefektifan pembelajaran menulis WA dengan pembelajaran kontekstual tahap publikasi adalah sebagai berikut.
(1) Aktivitas membaca WA di depan kelas telah berjalan dengan baik. Siswa sudah dapat membaca dengan lancar, lafal dan intonasi yang tepat, dan suara yang jelas. Hal ini disebabkan oleh bimbingan dan arahan yang diberikan secara langsung oleh guru.
(2) Pemberian tanggapan terhadap pembacaan WA teman, dilakukan oleh siswa dan guru dengan sistematis dan rinci sehingga saran dan masukan yang disampaikan mudah dipahami dan diterima dengan baik oleh siswa.
(3) Pembelajaran pada tahap publikasi telah terlaksana dengan baik. Beberapa kekuranga yang ada tidak memberikan pengaruh yang berarti bagi keefektifan pembelajaran.


4.4.3 Temuan dan Refleksi Tahap Evaluasi
Temuan penelitian tahap evaluasi pembelajaran menulis WA adalah sebagai berikut.
(1) Pelaksanaan evaluasi dilakukan guru dalam pembelajaran telah sesuai dengan rambu-rambu pelaksanaan evaluasi pembelajaran menulis WA yang terdiri
dari penilaian proses dan hasil (Produk)
(2) Guru telah memanfaatkan informasi penilaian sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan belajar siswa dan sebagai alat untuk mengidentifikasi kesulitan-kesulitan belajar siswa.
(3) Catatan-catatan/komentar tertulis yang diberikan guru dalam menilai draf akhir WA siswa telah disertai dengan penjelasan langsung dari guru.
Refleksi tindakan pengefektifan pembelajaran menulis WA dengan pembelajaran kontekstual pada tahap evaluasi adalah sebagai berikut
(1) Guru sudah menerapkan pembelajaran kontekstual pada tahap evaluasi pembelajaran baik evaluasi maupun evaluasi hasil.
(2) Evaluasi yang dilakukan selain dapat menemukan kualifikasi keberhasilan siswa dalam menulis WA juga dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk mengidentifikasi kesulitan-kesulitan belajar siswa.
(3) Keterlibatan siswa dalam mengetahui proses evaluasi dapat memberikan motivasi dan meningkatkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran.
Dalam proses pelaksanaan evalusi tes akhir tindakan ditemukan beberapa hal sebagai berikut.
(1) Siswa senang dengan bentuk tes yang diberikan karena dengan berdasarkan tema yang diberikan siswa bebas menentukan masalah yang akan ditulisnya.
(2) Lingkungan di saat mengerjakan tes sangat menunjang siswa untuk menuangkan ide-ide.
(3) Penilaian hasil tes menulis siswa menunjukkan ada peningkatan dibandingkan dengan hasil tes tindakan sebelumny. Evaluasi hail pelaksanaan tes akhir tindakan menunjukkan bahwa (1) penataan gagasan 3 siswa dikategorikan SD, 2 siswa dikategorikan C, (2) tata bahasa 5 siswa dikategorikan SB, 3 siswa dikategorikan B, dan 1 siswa dikategorikan C, (3) kosa kata 2 siswa dikategorikan SD, 7 siswa dikategorikan B, (4) ejaan 5 siswa dikategorikan SB, 4 siswa dikategorikan B, dan (5) tanda baca, 2 siswa dikategorikan SB, 7 siswa dikategorikan B.
Refleksi terhadap pelaksanaan evaluasi tes akhir tindakan dalam pembelajaran menulis WA adalah sebagai berikut.
(1) Bahan tes dan pelaksanaannya sesuai dengan kebutuhan siswa sehingga siswa dapat mengerjakan tepat waktu dan menghasilkan tulisan yang baik.
(2) Hasil pencapaian siswa dalam evaluasi tes akhir tergolong baik dan mencapai SKM.
(3) Suasana lingkungan dalam pelaksanaan tes menulis turut menentukan keberhasilan siswa dalam menghasilkan tulisan WA yang baik.
Berdasarkan hasil temuan dan refleksi pada kegiatan pembelajaran menunjukkan bahwa pembelajaran menulis WA dengan pembelajaran kontekstual sudah efektif.

BAB V
PENUTUP


Dalam bab ini disajikan dua uraian, yakni simpulan dan saran. Simpulan hasil penelitian berkaitan dengan penerapan pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran menulis argumentasi siswa di Kelas II SMP Negeri 1 Gili Genting . Saran-saran yang dikemukakan berbentuk rekomendasi bagi pihak-pihak, yakni guru bahasa Indonesia di SMP, penyusun buku teks untuk Kelas II SMP, dan peneliti lainnya.
6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, simpulan utama dalam penelitian ini meliputi tiga hal berikut.
(1) Pada tahap perencanaan, penerapan Pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran menulis argumentasi di Kelas II SMP Negeri 1 Gili Genting ditandai dengan penyusunan rencana pembelajaran (RP) dengan langkah-langkah yang mengacu pada Pembelajaran kontekstual dan implementasi kurikulum bahasa Indonesia 2006. Dalam perencanaan pembelajaran menulis wacana argumentasi, guru bahasa Indonesia telah (a) mencantumkan komponen-komponen pembelajaran mulai dari standar kompetensi, pengalaman belajar, indikator, skenario pembelajaran meli-puti pendahuluan, inti, dan penutup, sumber/bahan/alat belajar, dan penilaian, (b) memenuhi persyaratan elemen belajar berdasarkan Pembelajaran kontekstual, yakni pengetahuan yang sudah ada, pemerolehan pengetahuan baru, pemahaman pe-ngetahuan, mempraktekkan dan mendalami pengetahuan, serta melakukan re-fleksi, dan (c) sejalan dengan kompetensi dasar dan indikator pembelajaran yang tercantum dalam kurikulum bahasa Indonesia 2006.
(2) Pada tahap pelaksanaan, penerapan Pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran menulis argumentasi di Kelas II SMP Negeri 1 Gili Genting ditandai dengan akti-vitas belajar mengajar dengan karakteristik, yakni (a) guru bertindak sebagai fasilitator yang memberikan arahan terhadap kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan siswa, (b) guru dan siswa melaksanakan tujuh komponen pelaksanaan pembelajaran kontekstual meliputi konstruktivisme, bertanya, menemukan, ma-syarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian sebenarnya, dan (c) guru memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk terlibat selama proses belajar berlangsung dengan lebih menekankan pada kualitas daripada ku-antitas. Beberapa ciri-ciri lainnya yang nampak dalam pelaksanaan pembelajaran menulis argumentasi dengan menggunakan Pembelajaran kontekstual adalah: (a) siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran, (b) siswa belajar kelompok dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, dan saling mengoreksi, (c) Pembel-ajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata, (d) keterampilan dibangun atas dasar pemahaman, (e) bahasa diajarkan dengan Pembelajaran komunikatif yakni siswa diajak menggunakan bahasa dalam konteks nyata, (f) perilaku baik berdasarkan motivasi instrinsik, dan (g) siswa diminta bertanggung jawab memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing.
(3) Pada tahap penilaian, penerapan Pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran menulis argumentasi di Kelas II SMP Negeri 1 Gili Genting ditandai dengan pro-sedur penilaian yang memiliki karakteristik, yakni (a) menggunakan sistem peni-laian otentik atau penilaian yang sebenarnya, (b) dilakukan selama dan setelah pembelajaran menulis wacana argumentasi berlangsung, (c) menggunakan bebe-rapa jenis alat di antaranya tes, penugasan, dan tanya jawab, dan (d) lebih me-mentingkan proses daripada hasil. Penilaian proses dilakukan dengan tujuan mempertahankan dan mengembangkan aktivitas belajar siswa sehingga sesuai dengan tujuan belajar yang telah ditetapkan sedangkan penilaian produk dila-kukan dengan tujuan mengecek tingkat pencapaian belajar siswa. Hasil penilaian dengan menggunakan alat tes dimanfaatkan guru sebagai landasan penentuan keputusan guru tentang hasil belajar siswa. Hasil penilaian dengan menggunakan alat non-tes dimanfaatkan guru sebagai sarana mempertahankan dan menumbuh kembangkan aktivitas belajar siswa di dalam kelas. Keseluruhan hasil disimpan dan dikumpulkan dalam portofolio siswa yang selanjutnya digunakan sebagai ba-
han menentukan nilai akhir siswa pada periode tertentu.
6.2 Saran-saran
Berdasarkan temuan, pembahasan, dan simpulan penelitian, pada bagian ini dikemukakan saran-saran kepada beberapa pihak sebagai berikut.
6.2.1 Kepada Guru Bahasa Indonesia di Kelas II SMP
Pembelajaran menulis wacana argumentasi dengan menggunakan Pembelajaran kontekstual telah terbukti mampu melibatkan siswa secara aktif selama proses belajar mengajar berlangsung. Oleh karena itu beberapa saran penting yang perlu dikemu-kakan peneliti sebagai berikut. Perencanaan pembelajaran menulis argumetatif yang dibuat guru disarankan untuk mempertimbangkan empat aspek, yakni (1) elemen belajar konstruktivistik meliputi pengetahuan yang sudah ada, pemerolehan penge-tahuan baru, pemahaman pengetahuan, mempraktekkan dan mendalami pengetahuan, serta melakukan refleksi, (2) tujuh komponen pembelajaran kontekstual meliputi konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian sebenarnya, (3) memanfaatkan berbagai alat/sarana belajar yang bersumber dari lingkungan sekitar siswa, dan (4) menilai hasil belajar dengan alat yang variatif dan dilaksanakan pada saat serta setelah pembelajaran berlangsung.
Aspek pertama berkaitan dengan penataan pola berpikir siswa pada saat memulai kegiatan belajar. Aspek kedua berkaitan dengan pemerolehan pengetahuan dan keterampilan siswa tentang pembuatan wacana argumentasi melalui proses belajar di dalam kelas. Aspek ketiga berkaitan dengan kemudahan siswa mengem-
bangkan pengetahuan yang telah dimilikinya, sekaligus lebih memfokuskan perhatian siswa pada wacana argumentasi dan bukan memahami alat/sarana penyampaiannya. Aspek keempat berkaitan dengan pemertahanan dan pengembangan proses belajar sehingga hasil belajar dapat maksimal.
Hal lain yang disarankan untuk dilakukan guru adalah menanamkan sifat mandiri pada siswa untuk belajar menemukan dan mengkonstruksi pemahaman mela-lui kerja kelompok. Keterlibatan siswa dalam diskusi kelompok perlu mendapat per-hatian khusus, oleh karena dari kegiatan inilah siswa dapat mengembangkan pembel-ajaran dan pemerolehan tentang wacana argumentasi. Pemberian contoh atau model wacana argumentasi dapat disikapi sebagai alat pancingan agar muncul berbagai ide/gagasan pada diri siswa. Pada akhirnya pada diri siswa akan muncul pula ke-beranian untuk mengeluarkan pendapatnya melalui forum masyarakat belajar yang dibentuk guru. Jika hal di atas telah dilakukan oleh guru, maka langkah akhir guru disarankan melakukan refleksi berupa penguatan pemerolehan siswa melalui penyim-pulan tentang wacana argumentasi.
6.2.1 Kepada Siswa di Kelas II SMP
Dalam mengikuti pembelajaran wacana argumentasi bahasa Indonesia, para siswa disarankan untuk secara konsekwen mengikuti proses belajar mengajar sesuai arahan guru. Beberapa langkah belajar siswa yang disarankan peneliti sebagai berikut. Belajar bahasa Indonesia adalah belajar berbahasa Indonesia, oleh karena itu para siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran hendaknya selalu berperan aktif dan sering berlatih berbahasa (berargumentasi) baik secara lisan (dalam diskusi ke-lompok) maupun secara tertulis (menulis scara mandiri).
Strategi belajar yang digunakan tidaklah harus sama antar-siswa. Masing-masing individu memiliki strategi dan teknik belajar yang berlainan. Justru inilah yang menjadi potensi dasar setiap individu untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan berbahasa. Dengan demikian, siswa diharapkan tidak ragu-ragu dalam melibatkan diri secara aktif dalam setiap proses belajar. Siswa hendaknya berpedo-man pada pandangan bahwa kesalahan merupakan bentuk atau pertanda adanya pro-ses belajar dan bukan kegagalan dalam belajar.
Lebih lanjut siswa disarankan untuk mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru, dan audien lainnya. Hal ini ber-manfaat bagi refleksi kelebihan dan kelemahan hasil belajar siswa. Melalui langkah ini di satu sisi kelebihan wacana argumentasi siswa menjadi semakin kuat dimiliki, sedangkan di sisi yang lain siswa segera dapat memperbaiki hal-hal yang menjadi kelemahan wacana argumentasinya.
6.2.3 Kepada Penyusun Buku Teks BI untuk Kelas II SMP
Kemampuan menyusun wacana argumentasi merupakan salah satu target be-lajar bahasa Indonesia di Kelas II SMP. Beberapa saran yang dikemukakan pada para penyusun buku teks bahasa Indonesia, khususnya yang akan dimanfaatkan di Kelas II SMP sebagai berikut. Secara internal, penyusun buku teks hendaklah memperhatikan keruntutan langkah-langkah menyusun wacana argumentasi. Hal ini dimaksudkan agar siswa terbimbing untuk tahap demi tahap dapat melaksanakan pembelajaran dan pemerolehannya dengan sistematis. Hal-hal yang perlu dicakup, meliputi pengeta-huan konseptual tentang wacana argumentasi, ciri-ciri wacana argumentasi yang baik, prosedur penyusunan wacana argumentasi, contoh gambar dan wujud teks wacana argumentasi, dan bagaimana menilai wacana argumentasi.
Secara eksternal penulis buku teks diharapkan memanfaatkan pengetahuan ke-duniaan yang dimiliki siswa Kelas II SMP. Sudah barang tentu pembelajaran akan lebih ideal jika sumber belajar yang menjadi alat/sarana pembelajaran berasal dari lingkungan sekitar siswa. Jika hal itu belum memungkinkan maka dalam buku teks sumber belajar diharapkan benar-benar mempertimbangkan kematangan intelektual dan sosial siswa. Selanjutnya sumber belajar tersebut akan dikembangkan lebih lanjut oleh masing-masing guru bahasa Indonesia di masing-masing daerah.
6.2.4 Kepada Peneliti Lainnya
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri I Gili Genting Sumenep. Jang-kauan baik dari segi isi maupun sasaran penelitian masih relatif terbatas. Oleh karena itu disarankan beberapa hal sebagai berikut. Apabila melaksanakan penelitian sejenis disarankan untuk memperluas cakupan penelitian, baik menyangkut materi, teknik, wilayah jangkauan, maupun jumlah objek atau sasaran penelitian. Hal ini berkaitan dengan kemanfaatan hasil penelitian dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran bahasa Indonesia.
Hal lain yang disarankan adalah penelitian lebih lanjut terhadap pola-pola guru dalam membentuk kelompok belajar siswa. Keragaman teknik dan prosedur pem-bentukan kelompok belajar akan berdampak pada keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas. Hal ini akan sangat menarik diteliti oleh karena justru keak-tifan siswa dalam kelompoklah yang akan turut menentukan keberhasilan siswa mela-kukan proses dan menyajikan hasil belajarnya.
Sebagai akhir dari bagian saran peneliti berharap agar sumbangan pemikiran dalam bentuk laporan ini dapat mmberikan manfaat bagi berbagai pihak, khususnya para pemerhati pembelajaran bahasa Indonesia.












DAFTAR RUJUKAN




Akhadiah, S. 1989. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud.
Ahmadi, M. 1989. Penyusunan dan Pengembangan Paragraf. Malang: YA3 Malang.
Ahmadi, M.1990. Strategi Belajar Mengajar Keterampilan Berbahasa dan Apresi-asi Sastra. Malang: YA3.
Arief, N. F. 1999. Pembelajaran Komunikatif dan Pengajaran Bahasa Indonesia. Makalah disajikan dalam Diskusi Kelas Mata Kuliah Seminar Kebahasaan. Malang: Tidak Dipublikasikan.
Arief, N. F. 2002. Evaluasi Pengajaran Bahasa Indonesia. Malang: UniSMP: Tidak Dipublikasikan.
Arief, N. F. 2002. PAN dan PAP dalam Penilaian Hasil Belajar Bahasa. Malang: UniSMP.
Baradja, M. F. 1990. Kapita Selekta Pengajaran Bahasa Malang IKIP Malang.
Bogdan, R. C. dan Biklen, S.K., alih bahasa Munandir, 1990. Riset Kualitatif untuk Pendidikan, Jakarta Depdikbud
Bogdan R. C. dan Biklen, S.K,1998. Qualitative Research for Education. Allyn and Bacon. Boston: London
Depdiknas. 2000. Penyempurnaan/Penyesuaian Kurikulum 1994 SLTP (Suplemen GBPP) Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. 2002. Pembelajaran Kontekstual (Suplemen Kurikulum). Jakarta: Dep-diknas.
Depdiknas. 2004. Kurikulum Bahasa Indonesia 2006 SLTP. Jakarta: Depdiknas.
Moleong, L. J. 1991. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Ros-dakarya.
Munandir. 1987. Rancangan Sistem Pengajaran. Jakarta: Depdikbud.
Mulyasa. 2004. Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: Rosdakarya.
Mulyasa. 2004. Kurikulum 2004. Bandung: Rosdakarya.
Mulyasa. 2004. Penilaian Berbasis Kelas. Bandung: Rosdakarya.
Nurhadi. 1987. Membaca Cepat dan Efektif. Bandung: Sinar Baru.
Nurhadi, dkk., 2004. Pembelajaran Bahasa Indonesia Melalui Pembelajaran Kontekstual. Malang: UM Press
Nurhadi dan Roekhan. 1987. Kajian Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya. Malang: FPBS IKIP.
Parera, J. D. 1988. Belajar Mengemukakan Pendapat. Jakarta: Gramedia.
Rofi'udin.1994. Rancangan Penelitian Tindakan. Malang: IKIP Malang.
Rustana, Cecep E. 2002. Pembelajaran dan Pengajaran Kontekstual. Jakarta: Dirjen Pendidikan SLTP.
Syafi'i, I. 1994. Retorika dalam Menulis. Jakarta: Depdikbud.
Syafi'i, I. 1995. Terampil Berbahasa Indonesia I. Jakarta: Depdikbud
Semi, M. A. 1990. Rencana Pengajaran Bahasa dan Sastra Indoensia. Bandung: Angkasa.
Tarigan, H. G. 1986. Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa. Bandung: IKIP Bandung.
Tarigan, H. G. l986. Menulis Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Tarigan, D. 1987. Membina Keterampilan Menulis Paragraf dan Pengembangannya. Bandung: Angkasa.
Tompkins,G. E. 1994. Teaching Writing Balancing Process and Product. New York: Macmilan College Publishing Company.
Winataputra, U. S., (dkk). 1997. Belajar dan Pembelajaran I. Jakarta: Depdikbud.
Nurgiyantoro, B. 1987. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE.
Lampiran 1: Lembar Observasi Pembelajaran Menulis Argumentasi Tema I

LEMBAR OBSERVASI
PEMBELAJARAN MENULIS ARGUMENTASI BAHASA INDONESIA
KELAS II SMP NEGERI 1 GILI GENTING SUMENEP

Hari/Tanggal :
Jam Pelajaran :
Tema : Olah Raga
Pembelajaran : Menulis Argumentasi Melalui Pembelajaran Kontekstual
Alokasi Waktu : 2 x 45 menit
Pertemuan : 1

JENIS AKTIVITAS URAIAN HASIL OBSERVASI KETERANGAN
Kinerja/Kegiatan Kelas







Kinerja/Kegiatan Guru








Kinerja/Kegiatan Siswa









Lampiran 2: Lembar Pengamatan Pembelajaran Menulis Argumentasi Tema I

LEMBAR PENGAMATAN
PEMBELAJARAN MENULIS ARGUMENTASI BAHASA INDONESIA
KELAS II SMP NEGERI 1 GILI GENTING SUMENEP

Hari/Tanggal :
Jam Pelajaran :
Tema : Olah Raga
Pembelajaran : Menulis Argumentasi Melalui Pembelajaran Kontekstual
Alokasi Waktu : 2 x 45 menit
Pertemuan : 1

JENIS AKTIVITAS URAIAN HASIL OBSERVASI KETERANGAN
Konstruktivisme



Penemuan



Pertanyaan



Masyarakat belajar



Pemodelan




Penilaian yang Sebenarnya




Lampiran 3: Lembar Wawancara Bebas Guru Pembelajaran Menulis Argumentasi

LEMBAR WAWANCARA GURU
PEMBELAJARAN MENULIS ARGUMENTASI BAHASA INDONESIA
KELAS II SMP NEGERI 1 GILI GENTING SUMENEP

Hari/Tanggal :
Jam Pelaksanaan :
Tempat :
Nama Guru :
Tema Wawancara : Pembelajaran Menulis Argumentasi Melalui Pembelajaran Kontekstual

I. Pertanyaan tentang Hakekat Pembelajaran Menulis Argumentasi di Kelas II SMP



II. Pertanyaan tentang Kondisi Objektif Pembelajaran Menulis Argumentasi di Kelas II SMP Negeri I Gili Genting Sumenep

II . Pertanyaan tentang Pembelajaran Menulis Argumentasi di Kelas II SMP dengan Pembelajaran Kontekstual pada tahap perencanaan

IV. Pertanyaan tentang Pembelajaran Menulis Argumentasi di Kelas II SMP dan Pembelajaran Kontekstual pada tahap Pelaksanaan.

V. Pertanyaan tentang Pembelajaran Menulis Argumentasi di Kelas II SMP dan Pembelajaran Kontekstual pada Tahap Penilaian.




Lampiran 4: Lembar Wawancara Bebas Siswa

LEMBAR WAWANCARA SISWA
PEMBELAJARAN MENULIS ARGUMENTASI BAHASA INDONESIA
KELAS II SMP NEGERI 1 GILI GENTING SUMENEP

Hari/Tanggal :
Jam Pelaksanaan :
Tempat :
Nama Siswa :
Tema Wawancara : Pembelajaran Menulis Argumentasi Melalui Pembelajaran Kontekstual

I. Pertanyaan tentang Hakekat Pembelajaran Menulis Argumentasi di Kelas II SMP



II. Pertanyaan tentang Kondisi Objektif Pembelajaran Menulis Argumentasi di Kelas II SMP Negeri I Gili Genting Sumenep

II . Pertanyaan tentang Pembelajaran Menulis Argumentasi di Kelas II SMP dengan Pembelajaran Kontekstual pada tahap perencanaan

IV. Pertanyaan tentang Pembelajaran Menulis Argumentasi di Kelas II SMP dan Pembelajaran Kontekstual pada tahap Pelaksanaan.

V. Pertanyaan tentang Pembelajaran Menulis Argumentasi di Kelas II SMP dan Pembelajaran Kontekstual pada Tahap Penilaian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar